06 March 2022

Movie Review: The Batman (2022)

“Fear is a tool.”

Apakah kita butuh Batman baru? Sekitar sepuluh tahun yang lalu Christian Bale menyudahi penampilannya menggunakan kostum Batman di film 'The Dark Knight Rises', namun karakter tersebut tidak mati. Ben Affleck kemudian masuk mengisi posisi kosong itu sebagai The Dark Knight, bermula di 'Batman v Superman: Dawn of Justice' dan lantas berlanjut ke 'Justice League'. Dan itu belum menghitung di era sebelum 2000s ketika karakter Gotham Knight itu pernah diperankan oleh enam orang aktor berbeda. So, kini dengan munculnya Robert Pattinson otomatis daftar pemeran The World's Greatest Detective itu bertambah semakin panjang. Apakah terlalu banyak? Not at all! ‘The Batman’: dare, defy, deliver.


Bruce Wayne (Robert Pattinson) sudah lama tidak muncul di hadapan public namun dirinya tetap berusaha untuk membasmi kejahatan di Gotham City. Tapi aksinya itu belum mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap keamanan kota, justru tindak kejahatan dan juga korupsi menjadi semakin merajalela. Namun suatu hari dirinya menjadi pusat perhatian setelah walikota Don Mitchell (Rupert Penry-Jones) tewas dibunuh oleh sosok misterius bertopeng. Di TKP sosok tersebut meninggalkan pesan yang ditujukan langsung kepada Batman lewat amplop bertuliskan "to the Batman".

Dibantu salah satu anggota the Gotham City Police Department (GCPD), Lieutenant James Gordon (Jeffrey Wright), the only GCPD officer he trusts, Batman mencoba untuk menelusuri rangkaian pembunuhan yang kemudian terjadi setelah kematian Mitchell tadi. Pelayan the Iceberg Lounge milik Oswald "Oz" Cobblepot alias Penguin (Colin Farrell), Selina Kyle (Zoe Kravitz), menjadi orang pertama yang Batman curigai. Crime lord Carmine Falcone (John Turturro) juga kena imbas aksi Riddler itu, serial killer dengan nama asli Edward Nashton (Paul Dano) yang menyiarkan kejahatannya dengan niat utama to "unmask the truth" about Gotham.

Beberapa kalangan penonton mungkin saja akan sedikit mengalami masalah dengan fakta di atas tadi, bahkan kini sama seperti The Joker otomatis DC punya dua orang aktor yang memerankan satu karakter Batman di saat bersamaan. Kenapa membuka review dengan pembahasan ini? Karena itu point penting yang harus coba dipahami terlebih dahulu sebagai penonton, bahwa sama seperti Jokerfilm ini tidak menjadi bagian dari DC Extended Universe. Jika demikian lantas apa alasan film ini exist? Berawal dari 'Joker' Warner Bros. mencoba menaruh fokus pada upaya merevitalisasi "archive" film superhero mereka, secara individual dan juga tanpa terbebani wajib menghubungkan semua film menjadi satu rencana besar. Cara yang dipakai: spin-off and reboot, reworked the story, removing the DCEU connections. For now.


Hal terakhir tadi yang mungkin menjadi fokus Sutradara Matt Reeves saat menulis script film ini bersama Peter Craig, yakni bagaimana memberikan karakter Batman pondasi baru yang terasa segar dan untung-untung jika berhasil tampak lebih segar dan lebih menarik. Terkesan menarik memang tapi di sisi lain opsi tersebut memiliki pula potensi untuk membuat beberapa kalangan kecewa, karena dengan demikian maka pendekatan yang diterapkan kemungkinan besar berbeda jika dibandingkan dengan the most recent Batman, yakni versi DCEU. Tapi tentu ada alasan keputusan tersebut diambil dan jelas lampu sorot akan mengarah pada kesuksesan ‘Joker’ dalam hal membawa penonton "bergembira" dengan aksi gilanya, kala itu saya sebut sebagai "a refreshing approach di genre film superhero" dan memberikan sebuah pengalaman menonton film yang akan sangat sulit untuk dilupakan.

Arahnya ke sana, to be completely retooling karakter dan cerita lalu mendorongnya as an entirely standalone package. Matt Reeves tentu beruntung karena ia punya well-known character, tapi menariknya ia tetap mampu menampilkan beberapa aspek dari pria kelelawar itu yang belum pernah terlihat sebelumnya di layar lebar. Saya mungkin kehilangan beberapa detail terkait statement tadi, beberapa aspek mungkin sudah pernah muncul di film Batman baik itu di 1940s serials, 1960s, maupun Tim Burton and Joel Schumacher series, tapi sejak versi ‘The Dark Knight trilogy’ dan juga ‘DC Extended Universe films’ ini adalah Batman versi paling charming berkat keputusan Matt Reeves untuk mengembalikan karakter utama ke profesi yang selama ini terasa kurang digali oleh film-film sebelumnya: being a detective instead of a superhero.


Hasilnya adalah sebuah crime drama yang sangat powerful, yang secara terampil mendekonstruksi karakter Batman lengkap dengan sudut pandangnya terhadap the dark avenger. ‘The Batmanbukan a classic superhero blockbuster melainkan dibuat hadir sebagai serial killer dengan dominasi nafas thriller. Batman dan Gordon tampil dengan peran mirip seperti Mills dan Somerset di film ‘Seven’, sedangkan di sisi lain Riddler dibentuk menyerupai pesona karakter V di film ‘V for Vendetta’ dengan clues yang ia tebar untuk meneror. Bukan meniru tapi tweak yang disinergikan dengan the detective work: perburuan pembunuh berantai memakai teka-teki serta tikungan yang dibangun dengan cerdik. Alhasil meskipun beberapa aspek sudah pernah exist, ‘The Batman’ terasa segar dan berbeda dari film-film The Dark Knight sebelumnya.

Karena Reeves dan Craig tidak hanya memberi ruang yang luas bagi detective work saja tapi juga membuat elemen lain di sekitarnya tampil extreme dan memberikan tekanan yang menarik. Torture traps yang digunakan Riddler secara konsisten terus berkembang menjadi semakin menakutkan, sedangkan di sampingnya ada antagonis lain yang juga menjadi ancaman dalam diam. Hal tersebut dikombinasikan bersama upaya Bruce Wayne untuk menyembuhkan luka dari masa lalunya, pria muda yang dahulu witnesses the murder of his parents, eksplorasi emosi dengan menggunakan dampak dari trauma tersebut. Maka tidak heran jika tone, mood, dan atmosfir cerita yang tercipta adalah dark dan terus menyelimuti upaya karakter utama menjawab pertanyaan dari Riddler di bawah tekanan waktu. But you will feel invested.


Matt Reeves membuat penontonnya tidak hanya bersimpati pada masalah Batman but also keep our fingers crossed for him, sebuah konsep yang dia bentuk bersama nafas horror yang kental. Investigasi jelas diletakkan sebagai pion terdepan namun ia rangkai bersama pemeriksaan yang menakutkan tentang hal-hal berbahaya yang mudah ditemukan di sekitarmu, seperti bahaya social media dan juga bad influencer. Tidak jarang pengaruh karakter antagonis berada di atas Batman yang di sini juga disibukkan usaha pembuktian diri, to show Gotham he still a hero, bahwa kota yang gloomy itu butuh hal yang lebih besar ketimbang kekerasan dan vigilante justice. Dan jawabannya adalah Batman. Di sini kamu bisa lihat kepiawaian Matt Reeves saat membentuk fokus tematik yang kuat dan tajam terhadap karakternya.

Matt Reeves berani untuk memulai semua dengan pendekatan yang sedikit berbeda, ia tantang rintangan dan potensi kegagalan itu untuk memberikan interpretasi ulang yang memikat. Porsi action tidak banyak, tapi sekali ia muncul ada punch yang kuat dan terasa gripping di mana adegan hunting menggunakan mobil itu akan jadi salah satu adegan action yang iconic, sedangkan emosi tidak melulu dieksploitasi tapi sukses meninggalkan impact dan kesan dramatic yang kuat. Tapi di antara itu semua satu hal yang saya suka adalah Matt Reeves memberikan kembali taji bagi karakter Batman sebagai sosok yang harus ditakuti oleh para kriminal di Gotham, pahlawan super yang mungkin hanya berani ditantang oleh psycho villains. Hal tersebut absen di versi DCEU dan hidup kembali di sini dengan impresi awal yang sangat cantik.


Ya, tidak hanya karakternya saja tapi secara keseluruhan ‘The Batman’ adalah film yang cantik dan pencapaian itu tidak lepas pula dari cara Matt Reeves bersama tim miliknya dalam menyajikan elemen teknis. Intense & suspenseful, Michael Giacchino memberikan nafas yang sangat keren bagi cerita dan karakter lewat score, and also triumphant is gorgeous imagery by cinematographer Greig Fraser, sangat cantik. Dan last but not least jelas para aktor, one of the strengths of ‘The Batman’, dari Peter Sarsgaard, Colin Farrell, dan Andy Serkis dengan peran kecil mereka, John Turturro sebagai kejutan, Zoe Kravitz yang steals the show sometimes, Jeffrey Wright sebagai jangkar yang oke, serta Paul Dano yang memukau sebagai psikopat bertopeng yang merciless. Tapi bintang utamanya tentu Robert Pattinson, he's so damn good, a bit emo but the commitment is a real coup!

Overall, ‘The Batmanadalah film yang sangat memuaskan. Jared Leto dikabarkan tidak senang dengan adanya proyek The Joker yang terpisah dari interpretasinya, dan pada awalnya saya juga bertanya-tanya pada motif utama keputusan membuat film Batman di luar DCEU ini. Tapi hasil akhir film ini justru kini membuat saya semakin penasaran pada sekuel dan spin-off yang telah direncanakan Warner Bros. pada upaya revitalisasi "archive" film superhero mereka itu. And thank God mereka memilih Matt Reeves sebagai Sutradara, ia tahu apa yang ingin ia raih, ia berani untuk menantang rintangan, dan membentuk fokus tematik yang kuat serta tajam terhadap karakter dan materi cerita. Closer to a crime thriller than a typical superhero action movie, hadir dengan emosi dan action yang kuat serta ditunjang elemen teknis cantik serta kinerja akting yang memikat, this murder hunting builds a really exciting foundation for Batman. Indeed one of the best Batman movies ever, it’s a cleverly constructed superhero flick.





1 comment :