22 May 2014

Movie Review: Fading Gigolo (2013)



Siapa sih yang tidak tertarik pada sebuah film dengan Woody Allen didalamnya? Belum lagi jika hal itu ditambah dengan penggunaan judul yang cukup licik lewat ikut sertanya kata “Gigolo” sebagai cover dibalik aktor-aktor yang sudah cukup dikenal lainnya seperti Sharon Stone, Liev Schreiber, dan juga Sofía Vergara. Sayang sekali potensi yang ada itu terbuang sia-sia ditangan John Turturro, Fading Gigolo menjadi sebuah rom-com klasik yang mencoba tampil manis namun berakhir statis.  

Fioravante (John Turturro) sedang berada dalam krisis keuangan, hal yang sama juga dialami oleh sahabatnya Murray (Woody Allen) setelah toko buku yang ia punya mulai kehilangan nafasnya. Melihat kondisi tersebut Murray mendapatkan ide bagi mereka untuk dapat menghasilkan uang dengan cara lain. Bersumber dari seorang dermatologi bernama Dr Parker (Sharon Stone) yang mengatakan pada Murray bahwa ia dan Selima (Sofia Vergara) merasa tertarik untuk melakukan threesome, Murray langsung menyodorkan Fioravante yang kemudian setuju meskipun dihantui rasa ragu, hal yang kemudian membuatnya goyah ketika wanita bernama Avigal (Vanessa Paradis) datang padanya untuk tujuannya yang berbeda. 

Sangat jelas disini John Turturro, yang juga menjadi penulis dan sutradara, ingin menceritakan sebuah konflik sosial dari kehidupan New York yang jujur saja sudah begitu klasik dan umum, dari keuangan yang masuk kedalam sebuah drama percintaan. Ya, tidak peduli seberapa dangkal dan murahan cerita yang ia punya hal-hal semacam itu tadi harus diakui punya sebuah senjata yang mematikan untuk menjadikan penonton menyukainya, membuat mereka mendapatkan gairah atau gelora dari cinta sebagai jualan utama. Fading Gigolo tidak punya itu. 

Jika ditanya apa hal menarik dari film ini, jawabannya mungkin adalah performa dari Woody Allen. Allen seolah diberikan ruang khusus oleh John Turturro untuk beraksi dengan liar bersama tingkah-tingkah yang berupaya untuk tampak konyol dengan beberapa punchline yang kurang menarik. Aksi Allen menyenangkan, at least cukup berhasil sedikit memberikan nafas pada segala konflik sederhana yang bergerak tanpa energi disampingnya. Fading Gigolo tampaknya memang di set untuk mengedepankan sisi melankolis, tapi sayangnya ceritanya mentah, beberapa konflik yang terlantar tanpa pengembangan, tidak hanya membuat mereka tampak off-beat tapi ikut menjadikannya seperti tumpukan ide yang tidak punya kesempatan untuk diurai menjadi lebih kuat dan menarik. 


Salah John Turturro sendiri memang karena dia memasukkan beberapa permasalahan yang ternyata tujuannya hanya untuk mewarnai narasi. Kalau ini mampu menjadikan satu konflik sebagai fokus yang kuat, hal-hal lainnya akan dengan mudah tampak sebagai pendukung yang tidak mengganggu. Yang terjadi tidak seperti itu, cerita berputar pada plot dengan tampilan bingung, hampir random, tambal dan sulam. Turturro menghabiskan energi miliknya untuk mengurus cerita yang mencuri kesempatannya untuk membentuk jiwa dari film itu sendiri, karakter wanita seperti boneka untuk mendampingi dua karakter pria yang sibuk dengan urusan mereka yang tidak semuanya terasa penting. 

Fading Gigolo ini bisa saja menjadi sebuah rom-com yang sederhana dan efektif andai saja John Turturro bersedia sedikit membuang ambisinya untuk menciptakan narasi dengan cerita yang rumit, hal yang menjadi titik lemah film ini karena tidak di urus dengan baik, terasa kurang bersemangat. Fading Gigolo seperti kumpulan kepingan puzzle dari beberapa gambar yang berbeda yang dipaksa untuk bersatu. 






0 komentar :

Post a Comment