03 August 2022

Movie Review: Cha Cha Real Smooth (2022)

“I'm sorry, growing up is hard.”

Tidak semua orang dalam hidupmu datang untuk tinggal, ada yang sebatas singgah lalu pergi setelah “membantumu” belajar berbagai hal menarik tentang hal baik dan hal buruk di dunia ini. Ya, saya pernah menggunakan kalimat serupa tapi memang itu merupakan salah satu bagian dalam kehidupan yang selalu menarik untuk diulik dengan berbagai cara, lewat drama keluarga misalnya hingga tentu saja kisah cinta. Kali ini hal tersebut bergabung dengan bagian lain dari perjalanan hidup manusia, yakni proses self-discovery, di masa muda yang masih penuh dengan kobaran api semangat dan juga ambisi tinggi, berhadapan dengan kenyataan hidup yang kadang mampu membanting jatuh mimpi yang sudah kadung digantung terlalu tinggi. Ya, tumbuh dewasa itu sulit. ‘Cha Cha Real Smooth’: goofy drama comedy with authentic empathy.


Andrew (Cooper Raiff) berpisah dengan pacarnya Maya yang memutuskan untuk lanjut study ke Barcelona, dan kini pria yang seperti belum menemukan tujuan hidupnya itu bekerja di sebuah restoran cepat saji, pekerjaan yang sebenarnya tidak ia sukai. Andrew masih tinggal bersama Ibunya, Lisa (Leslie Mann), adik laki-lakinya yang bernama David (Evan Assante), serta Greg (Brad Garrett), Ayah tirinya. Suatu hari David, harus menghadiri acara bat mitzvah yang diadakan sekolah, dan karena ada masalah antara sang Ibu dengan Ibu dari salah satu siswa maka Andrew diminta untuk mendampingi David.

Di sana ia melihat suasana yang jauh dari apa yang ia harapkan, iringan musik dari DJ tidak mampu membuat para siswa tertarik untuk turun ke lantai dansa. Hal itu membuat Andrew memutuskan mengambil sebuah inisiatif dan aksinya itu sukses membuat para siswa tertarik untuk berdansa. Salah satunya adalah Lola (Vanessa Burghardt), salah satu teman sekolah David yang datang didampingi oleh Ibunya, Domino (Dakota Johnson). Kemampuan yang ditunjukkan Andrew sehingga berhasil membuat her autistic daughter bersedia ikut berdansa membuat Domino terpesona dengan Andrew.

Di film terbarunya ini Sutradara dan Screenwriter Cooper Raiff kembali mencoba bermain-main dengan pakem yang pernah ia tampilkan di filmnya terdahulu, yakni ‘Shithouse’. Coming of age comedy-drama rilisan dua tahun lalu itu memang bukan sebuah film yang luar biasa, tapi di sana berbagai macam romcom cliche berhasil diramu ulang oleh Cooper Raiff menjadi sebuah sajian yang penonton harapkan dari sebuah romcom. Lucu dan konsisten terasa manis, bercerita tentang pengalaman hidup di bangku kuliah ‘Shithouse’ sukses membuat berbagai isu dan pesan yang dibawa mendarat dengan baik di akhir secara bijak dan tanpa terkesan memaksa. Pola dan formula yang sama kembali coba diterapkan oleh Cooper Raiff di film ini, yang juga berkisah tentang proses self-discovery karakter utamanya.


Ya, Cooper Raiff kembali menggunakan judul menarik yang seolah mengajak para penontonnya untuk berdansa, dan ia juga kembali menggunakan formula yang sama dengan pendekatan yang lembut dan menyentuh hati. Cha Cha Real Smooth sendiri memiliki arti “upaya pulih dari situasi yang buruk dan menyelesaikan dengan cara yang halus”, dan Andrew mengalami itu. Di awal kita tahu bagaimana Andrew yang masih berusia muda menyukai wanita yang berusia jauh di atasnya, cintanya ditolak namun ternyata rasa penasaran itu tetap exist di dalam dirinya. Ketimbang mencoba identitas dan kepribadian baru dengan cara tidak lagi mendekati wanita yang berusia lebih tua darinya, Andrew justru memberanikan diri dan memilih masuk ke dalam situasi yang membuatnya merasakan “ketidaknyamanan yang menyiksa.”

Perjuangan Andrew yang berkembang secara perlahan itu menjadi menu utama film ini, eksposisi bergerak dengan cara yang lembut berbicara tentang berbagai macam isu dan pesan tentang hidup. Yang saya suka adalah with tender and sexy vibe Raiff berhasil mempertahankan kesuksesannya di awal, yakni menarik atensi penonton dan kemudian menempatkan mereka seolah sedang berada di samping Andrew. Dan meskipun polanya sendiri terasa klise tapi di sisi lain tidak ada usaha untuk “sugar coating” terhadap trik klasik genre romance, sehingga cerita punya sensitifitas yang menarik. Tidak heran jika Raiff kembali menampilkan hal yang membuat ‘Shithouse’ terasa menyenangkan, di sini ia membuat gejolak masalah di dalam diri Andrew punya authenticity yang menguatkan berbagai macam guliran konflik itu.


Ini bukan hanya tentang Andrew dan rasa sukanya pada Domino, ada isu pernikahan di dalamnya, lalu tentang bullying, kondisi Lola sebagai autism juga menyelipkan isu manis lainnya di dalam cerita. Keluarga Andrew juga punya masalah, David sedang menyukai teman sekolah begitupula dengan masalah depresi yang sedang dihadapi oleh Ibu mereka. Porsi mereka memang tidak sebesar fokus utama di atas tadi, tapi perannya penting bagi konklusi akhir yang mencoba membungkus itu semua sebagai bagian dari proses self-discovery para karakter. Raiff berhasil membuat karakternya mengajak penonton untuk play with sensibilities, lalu mengisi tiap ruang antar plot dengan percikan energi dan feeling yang beresonansi. Jadi meski konsepnya tidak terlalu orisinal but there's authentic narratives with empathy.

Andrew merupakan kombinasi antara freedom and malaise yang mudah ditemukan dalam hidup, terasa mudah untuk berempati pada prosesnya menuju young adult. Raiff juga berhasil membuat narasi terasa very human and relatable tentang proses di mana manusia mencoba bergerak maju dalam hidup dan merangkul pengalaman baru, memoles dengan lembut sisi rentan manusia yang dipadukan dengan humor yang terasa tulus. Ada kesan sedikit mentah di sini, tapi dengan mengembangkan kepekaan lewat karakter dan konflik cerita punya emosi yang berkembang secara lembut, tidak pernah meledak tapi hit the target, sesekali juga menciptakan momen for laughs yang terselip manis di dalam narasi yang berfokus pada kemanusiaan karakter yang akhirnya menemukan: who and where they truly want to be.


Disokong visual yang juga menarik, Cooper Raiff sukses menggambarkan gejolak kawula muda lewat Andrew, masa-masa dewasa awal di mana muncul kekhawatiran eksistensial yang semakin mendalam. Lebih ke arah character study sebenarnya dengan mengarahkan spotlight pada gejolak emosi, strategi yang bekerja dengan baik karena berhasil dibentuk oleh karakter yang juga tidak kalah menarik. I buy into this movie because I buy into Andrew, kegagalan dan keberhasilannya, I can't help but cheer, likable characters yang diperankan dengan baik oleh Cooper Raiff. Raiff juga berhasil membangun chemistry dengan karakter lain, ada pancaran penuh kasih terhadap David dan Lola, sementara interaksi dengan Dakota Johnson seperti selalu mengandung aura seksi yang oke, dan terasa authentic.

Overall, ‘Cha Cha Real Smooth’ adalah film yang memuaskan. Memang punch akhir yang ia hasilkan tidak punya power sekuat ‘CODA’ tapi di film terbarunya ini Cooper Raiff sukses menyajikan sebuah comedy drama yang menyenangkan untuk diamati, sebuah kisah tentang proses self-discovery menemukan jawaban tentang who and where characters truly want to be. Pakemnya sama seperti yang Raiff gunakan di 'Shithouse', dan meskipun konsepnya tidak terlalu orisinal but there's authentic narratives with empathy, permainan emosi yang oke dengan sesekali menebar aura seksi and goofy spark, mereka punya authenticity yang menguatkan berbagai macam guliran konflik dalam perjuangan karakter menjadi manusia dewasa. Surely, Cooper Raiff is a talent to watch. Segmented. 





1 comment :

  1. “As long as you're doing what you want to do, then I'm perfectly happy.”

    ReplyDelete