16 November 2021

Movie Review: Bergman Island (2021)

"He always said that death was just a light going out."

Mengarang sebuah cerita fiksi atau karya lainnya yang membutuhkan jalinan cerita bukanlah sebuah pekerjaan mudah, dan salah satu hal paling menakutkan bagi para penulis adalah writer's block, momen di mana mereka merasa stuck atau buntu untuk melanjutkan dan mungkin memoles cerita agar sesuai dengan yang mereka inginkan. Dan saya pernah membaca bahwa ada penulis lirik lagu yang bahkan mencoba untuk menjalin hubungan percintaan agar dapat merasakan sisi indah dari momen jatuh cinta, termasuk sisi kelam saat akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang sejak awal telah disengaja tersebut. Di film ini kamu coba dibawa masuk ke dalam pikiran seorang penulis. Bergman Island’ : an artful reflection on life and filmmaking.


Tony Sanders (Tim Roth) dan Chris Sanders (Vicky Krieps) adalah pasangan seniman, keduanya merupakan filmmaker dan memutuskan untuk berangkat ke pulau Fårö, Swedia, untuk mencari inspirasi bagi karya terbaru mereka. Pulau tersebut dipilih oleh keduanya karena merupakan lokasi yang digunakan sebagai tempat shooting beberapa filmnya oleh Ingmar Bergman, Sutradara legendaris favorit Tony, sedang Chris secara personal tidak begitu menyukai sosok Bergman sebagai seorang Ayah. Sementara Tony yang lebih berpengalaman mulai mendapat “pengaruh” dari vibe pulau Fårö, ia dapat menulis script dengan sangat lancar, lain halnya dengan Chris, ia mengalami writer's block serta merindukan June.

Tidak heran ketika salah satu tujuan lain mereka tiba di Fårö, yakni screening salah satu film Tony sedang berlangsung, Chris memutuskan untuk meninggalkan acara dan bahkan membiarkan Tony seorang diri ikut dalam acara bagi para turis bernama Bergman Safari. Chris mencoba berkeliling bersama seorang pria bernama Hampus (Hampus Nordenson) demi menemukan ide dan inspirasi bagi script yang kemudian ia ceritakan pada Tony. Seorang wanita bernama Amy (Mia Wasikowska) tiba di Fårö untuk menghadiri acara pernikahan sahabatnya, Nicolette (Clara Strauch) dan Jonas (Joel Spira), tapi celakanya di sana ia bertemu lagi dengan her childhood sweetheart Joseph (Anders Danielsen Lie).

Infonya memindahkan kehidupan nyata ke dalam script film merupakan salah satu kegemaran Mia Hansen-Løve, ‘Father of My Children’ mengambil basis dari Produser kenalan Mia yang melakukan bunuh diri sedangkan Eden terinspirasi dari saudara perempuannya yang merupakan seorang DJ, Sven Hansen-Løve, lalu sosok Nathalie di film Things to Come’ loosely based dari Ibu kandung Mia. Itu meninggalkan satu pertanyaan menarik saat menilik sinopsis tentang dua orang filmmaker yang sedang mencoba menemukan inspirasi bagi film terbaru mereka, mengingat pasangan Mia dahulu (Olivier Assayas) dan sekarang (Laurent Perreau) merupakan filmmaker. Hal yang kemudian membuat cerita yang tampak ringan dan santai itu berhasil menjadi penggambaran cantik tentang filmmaking, dibawa masuk ke dalam pikiran Mia.


Sejak perkenalan awal dengan Chris Sanders dan pasangannya Tony kamu bisa lihat perbedaan yang mencolok di antara mereka, satu adalah seorang pria yang tampak santai namun punya pesona percaya diri tinggi, ia menulis outline awal cerita dengan sangat mudah, lengkap dengan ilustrasinya. Sedangkan di sisi lain ada Chris, meski juga tampak tenang dan santai di luar tapi terasa discourage lewat ekspresi dan juga geraj tubuhnya, ia kehilangan percaya diri dan antusiasme. Chris seperti mendekam di dalam sebuah “penjara” dan kesulitan menemukan inspirasi, sparks yang dapat membungkus proses penciptaan script film terbarunya. Hal seperti ini yang menjadi alasan mengapa saya suka dengan film Mia Hansen-Løve, wanita 40 tahun itu punya sentuhan manis mengubah yang sederhana menjadi presentasi sensitif yang manis.

Pada awalnya Bergman Island memang akan tampak seperti film liburan biasa saja, di titik tengah ia kemudian berubah menjadi kisah cinta lama bersemi kembali yang sukses membuat emosi penonton terombang-ambing, tapi di balik “tour” berkeliling pulau Fårö itu ada proses penemuan dan refleksi diri yang cantik. Sama cantiknya seperti aspek pariwisata yang berperan penting terhadap terbentuknya vibe seorang Ingmar Bergman, sosok yang menjadi inspirasi karakter utama, satu scene kita juga bertemu tempat tidur atau ranjang di 'Scenes from a Marriage', yang humorously dikatakan berperan penting terhadap meningkatnya tingkat perceraian kala itu. Ada sentuhan satire dan itu berasal dari pesona dan pengaruh Ingmar Bergman di pulau itu yang dikemas manis sehingga can be felt everywhere di sini.


Dan juga menjadi tiang kokoh bagi koneksi yang sedang coba dijalin oleh karakter saat mencoba masuk ke her own inner world dan menghancurkan dinding pembatas antara apa yang ada di dalam pikirannya, dan apa yang ingin ia ceritakan. Ide adalah sesuatu yang tidak boleh “dilepas” sejak bertemu, ia harus terus dikembangkan jadi lebih luas yang mungkin akan membawamu bertemu ide lainnya. Artistic directions yang perannya penting dalam naratif, termasuk pada penciptaan musik dan literatur lain, disajikan secara cantik oleh Mia Hansen-Løve terutama pada teknis kombinasi antara kreator dan ciptaannya. Membuat mereka berjalan beriringan tanpa memberi batasan yang gamblang juga menunjukkan bagaimana “dua dunia” tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, argued each other at one point or another.

Playfully light tapi di saat bersamaan selalu ada getaran gloomy yang bisa dirasakan, bagaimana tekanan pada proses artistik bisa berubah menjadi penjara meski berada di dalam pulau dengan pemandangan indah luar biasa. June juga sebuah rintangan bagi Chris dan digunakan oleh Mia untuk menunjukkan polemik yang kerap muncul yakni memilih antara keluarga atau karir. Bergman punya lima Istri dan sembilan anak, ia tetap bisa sangat produktif menghasilkan film namun sebelum membuat Persona ia dirawat di rumah sakit akibat menderita kelelahan fisik dan juga mental. Kondisi tersebut menjadi variable pembanding bagi refleksi pada hidup filmmaker dan proses filmmaking itu sendiri, menggabungkan keduanya dengan sedikit bumbu feminist terselip di dalam kisah yang menghindar memberi jawaban gamblang.


Mia Hansen-Løve memberi ruang bagi penonton di bagian akhir untuk menentukan konklusi macam apa yang mereka inginkan, yang pasti ini lebih dari sekedar sebuah kisah cinta biasa. Sesuatu yang terasa sangat mudah sebenarnya terlebih jika sejak awal kamu telah terlibat secara emosi dengan karakter dan merasakan semangatnya dalam proses penuh gejolak yang meletus secara perlahan. Bersama dengan gambar-gambar cantik tangkapan kamera Denis Lenoir di sini Mia Hansen-Løve juga kembali berhasil menjadikan karakter terasa hangat dan menyenangkan diikuti, dibantu pula tentunya oleh kinerja akting para aktor. Peran Tony tidak sepele dan Tim Roth buat jadi sosok yang intriguing, sedang Anders Danielsen Lie membentuk Joseph penuh dengan misteri. Mia Wasikowska dan Vicki Krieps tentu bintang utamanya, gejolak emosi mereka terasa manis sebagai surrogates bagi Mia Hansen-Løve.

Overall, ‘Bergman Island adalah film yang memuaskan. Masih seperti signature yang membuat banyak orang jatuh hati pada karya-karyanya, Mia Hansen-Løve kembali sukses menyajikan kisah yang tampak sederhana di luar tapi punya kerumitan yang manis di dalamnya, tidak sekedar eksposisi hubungan sebab dan akibat belaka saja tapi sebuah clever reflection terhadap berbagai hal, tidak hanya terbatas pada proses penciptaan script saja namun lebih luas, dari kreasi artistik, ekspresi diri, hubungan antara realisasi diri berisikan ambisi dengan nilai penting keluarga, serta peran dari wanita di era modern dalam menyeimbangkan antara karir dan keluarga. Dibungkus manis dalam bentuk travels layaknya liburan dengan pemandangan cantik dan tentu Ingmar Bergman legacy, ini adalah sajian yang ringan tapi kompleks tentang hidup dan tentunya, filmmaking. Movies can be terribly sad, tough, violent. But in the end, they do you good. Segmented.







1 comment :

  1. "The women, they keep you in touch with reality and but at the same time, they are the ones who pull you into fiction."

    ReplyDelete