08 October 2021

Movie Review: Jungle Cruise (2021)

“All legends are born in truth.”

Disney already has their own magic also tried-and-tested ingredients. Ya, itu benar dan tidak heran jika mayoritas film yang ditelurkan oleh studio Walt Disney kerap memiliki signature yang sangat khas, termasuk saat mereka mencoba membuat atau memperluas waralaba milik mereka. Kali ini bukan dari film kartun melainkan dari sebuah wahana hiburan Jungle Cruise di Disneyland, simulasi pelayaran perahu yang membawa pengunjung seolah sedang berkeliling dunia, menjadi dasar bagi upaya Disney untuk mencoba perutungannya mengulangi kesuksesan yang pernah diraih oleh Pirates of the Caribbean. A direct hit? ‘Jungle Cruise’ : a generic but energetic tame adventure.

 

Dr. Lily Houghton (Emily Blunt) mendorong adik laki-lakinya MacGregor Houghton (Jack Whitehall) untuk menjelaskan kepada the Royal Society terkait sebuah penelitian yang ia anggap dapat membantu menyembuhkan banyak orang. Tanaman yang menjadi objek penelitian itu adalah the Tree's flowers, pohon legendaris yang terletak di tengah hutan Amazon. Setelah berhasil mencuri sebuah artefak yang ia anggap memiliki peran penting Lily kemudian memutuskan untuk terbang ke Brazil bersama MacGregor untuk mencari langsung pohon legendaris itu, ekspedisi yang 360 tahun sebelumnya, tepatnya tahun 1556 pernah coba dilakukan oleh penjelajah asal Spanyol bernama Don Aguirre (Édgar Ramírez).

Nilo Nemolato (Paul Giamatti) adalah nama pertama yang dicari oleh Lily setibanya mereka di Amazon, tapi ia justru memilih menggunakan jasa Frank Wolff (Dwayne Johnson) yang menawarkan harga lebih murah. Frank merupakan seorang nahkoda kapal yang cerdik meskipun leluconnya tidak selalu berhasil ketika menjadi tour guide bagi wisatawan, ia kerap membuat sungai Amazon yang berbahaya layaknya arena bermain Disneyland. Sejak awal Lily dan MacGregor sudah ragu pada Frank tapi kejutan lain bagi Lily tidak hanya itu karena pemilik artefak yang ia curi, Prince Joachim (Jesse Plemons) juga terbang dari London untuk mengejar Lily, termasuk munculnya pria bernama Francisco Lopez de Heredia.

Well, itu merupakan proses perkenalan karakter utama yang terasa menyenangkan, cepat namun tetap efektif dalam menekankan kepada penonton pesona utama yang dimiliki oleh Lily dan Frank, satunya merupakan seorang wanita ambisius yang tidak takut untuk mengejar target yang ingin dia diraih, sedangkan satunya lagi The Rock, merupakan karakter cerdik, kuat, dan percaya diri, sama seperti karakter Dr. Xander "Smolder" Bravestone di film Jumanji. Sebuah intro terkait dongeng mengenani the Tree's flowers itu juga berhasil menjadi semacam pondasi utama yang terhitung oke, membuat narasi jadi tidak butuh waktu lebih banyak untuk menghadirkan eksposisi terkait tumbuhan “ajaib” itu setelah penonton tiba di the Amazon.


Petualangan di the Amazon juga coba dikemas lebih cepat pace-nya oleh Sutradara Jaume Collet-Serra di bagian awal namun sayang hadir dengan narasi yang sedikit terasa jumpy. And bumpy. Mungkin itu bagian dari strategi screenplay yang ditulis oleh Michael Green, Glenn Ficarra, dan John Requa untuk menciptakan sedikit ruang bagi karakter untuk berinteraksi lebih jauh, tidak hanya terjebak di dalam aksi kejar dalam oktan tinggi saja. Namun sayang ada beberapa bagian dari ruang-ruang kecil yang kuantitasnya semakin banyak itu tadi yang terasa sedikit terlalu larut sehingga mengganggu irama cerita. Saya tertarik dengan petualangan menemukan the Tree's flowers tapi interaksi antara Frank dan Lily mencuri atensi terlalu besar.

Sesuatu yang terasa sangat wajar karena interaksi antara Skippy dan Pants memang terasa energik, mereka saling membuat sibuk satu sama lain dengan dipenuhi verbal argument yang pesonanya terasa menarik dan di waktu bersamaan juga membentuk semacam koneksi romantic yang unik. Karakter memang memegang peran yang kuat di ‘Jungle Cruise’ termasuk MacGregor yang meski tidak selalu sukses tapi fungsinya sebagai sumber humor kualitasnya tidak buruk, berhasil menjadi semacam damsel in distress yang bertugas sebagai poacher untuk kemudian di smash dengan kejutan. Memang terasa kurang imajinatif tapi cukup efektif membantu bergulirnya narasi seperti yang dilakukan oleh karakter sidekick itu, seekor jaguar milik Frank.


Sutradara Jaume Collet-Serra juga mengingatkan penonton bahwa ia berpengalaman di ranah film action, script memberi cukup banyak ruang yang berhasil ia eksplorasi untuk menampilkan ambisi besar Disney di sini. Dengan budget $200 juta hadir aksi kejar tangkap merupakan kombinasi antara dark and comedy yang at least konsisten menarik, plot pertempuran itu memang tidak pernah menciptakan ledakan besar tapi cukup berhasil membuat narasi terus bergulir dengan baik. Memang meskipun punya berbagai macam ide yang menarik seperti memasukkan english-speaking German villain Prince Joachim tapi sulit untuk menampik selama dua jam durasinya ‘Jungle Cruise’ bermain ia terasa generik. Itu Jaume Collet-Serra siasati dengan baik.

Ya memang tidak luar biasa namun Jaume Collet-Serra mampu membentuk cerita agar tidak sebatas menjadi cheap copy presentation belaka, meski di babak akhir ide seperti kehabisan nafas serta energi perlahan secara konsisten mulai terasa longgar namun tetap ada urgensi yang cukup di dalam narasi berkat eksistensi dua antagonis yang surprisingly terasa jinak. Walau tetap berhasil membuat penonton merasa merinding lewat beberapa aksi mereka namun karakter penjahat di sini terasa ringan dan memang dibatasi ruangnya untuk berekspresi lebih jauh. Itu sebuah keputusan yang mungkin akan mengecewakan beberapa kalangan penonton namun di sisi lain berhasil melindungi nilai family adventure yang merupakan tujuan utamanya sejak awal.


Seimbang memang sama seperti kinerja score yang lively and energetic itu, tapi tidak dengan kualitas CGI yang awalnya terasa oke namun di bagian penghujung justru artificial looks miliknya terasa sangat kuat. Cukup mencuri perhatian kualitas CGI itu dan di bagian akhir kurang berhasil ditutupi oleh kinerja akting para aktor yang terasa understated. Dwayne Johnson memainkan peran yang selama ini merupakan “makanan” rutinnya, tidak ada yang mengejutkan tapi tetap berhasil membuat Frank menjadi sosok yang menghibur, bersanding dengan Emily Blunt yang menampilkan pesona eksentrik Lily dengan baik. Sedangkan Jesse Plemons, Paul Giamatti, dan Jack Whitehall punya kesempatan singkat untuk menguasai panggung utama dan mereka gunakan dengan cukup baik.

Overall, ‘Jungle Cruise’ adalah film yang cukup memuaskan. Dibalik beberapa minus yang ia punya seperti lack of ideas and a very computer-heavy visual di bagian akhir yang sedikit menggerus kualitas atmosfir petualangan, ‘Jungle Cruise’ tetap berhasil finish dengan baik sebagai sebuah classic family adventure yang terasa menghibur meskipun terasa “jinak” pula di beberapa bagiannya. Minus film ini terlihat namun oleh Jaume Collet-Serra dan timnya berhasil dijaga agar tidak sampai terasa terlalu mengganggu, caranya dengan membuat penonton merasa sibuk berjalan bersama karakter yang meskipun kualitas cerita dan excitement perlahan menurun namun mereka tetap mampu terasa menarik untuk diikuti hingga akhir. A sequel? Bring it on.







1 comment :

  1. “If you're lucky enough to have one person in this life to care about, then that's world enough for me.”

    ReplyDelete