27 October 2021

Movie Review: Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (2021)

“It's time to show the world who I really am.”

Setelah “seleksi” di grand finale ‘Avengers: Endgame yang lalu kini masuk ke phase four cinematic universe milik mereka Marvel mencoba untuk melakukan beberapa penyegaran, dimulai dengan ‘Black Widow’ yang berhasil menuntun penonton pada rencana yang akan dilakukan Marvel terhadap masa depan karakter tersebut, bulan depan akan rilis ‘Eternals’ yang jika kamu lihat line-up cast miliknya semua adalah nama baru, dan tentunya karakter baru. Film ini juga menjadi bagian dari usaha isi ulang yang dilakukan Marvel pada jajaran superhero milik mereka, Marvel's first film with an Asian lead, Asian Director, and a predominantly Asian cast. This time for Asia. ‘Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings’ : In the Mood for Tony Leung.


Xu Shang-Chi (Simu Liu) adalah pria yang ingin hidup sesuai dengan yang ia inginkan, memutuskan untuk menjalani normal life di San Francisco sebagai seorang petugas valet. Tapi suatu hari kehidupan damai milik pria yang mengganti namanya menjadi Shaun itu berubah, bersama Katy (Awkwafina) di dalam bus ia diserang Razor Fist (Florian Munteanu) dan pasukannya. Razor mencuri pendant milik Shaun, pemberian sang Ibu, Ying Li (Fala Chen) guardian of Ta Lo yang menikah dengan the leader of the Ten Rings bernama Xu Wenwu (Tony Leung), sosok yang juga dikenal sebagai "The Mandarin" dan bersedia “melepas” sepuluh cincin miliknya itu demi menjalani kehidupan normal bersama Li dan anak-anak mereka.

Shaun takut Xu Xialing (Meng'er Zhang), saudara perempuannya, menjadi sasaran Razor berikutnya, karena Xialing juga menyimpan pendant serupa. Shaun kemudian memutuskan untuk terbang ke Macau untuk memperingatkan Xialing, sama seperti Shaun sejak kecil telah dilatih martial arts skills oleh Ayah mereka. Pada awalnya Shaun dan Xialing dicanangkan oleh Wenwu to be his successor, tidak heran mereka merasa serangan yang mengincar pendant itu merupakan pertanda bahwa sang Ayah mencoba mengaktifkan kembali sepuluh cincin itu, sesuatu yang sangat berbahaya, akan membangkitkan kembali pemimpin organisasi kriminal yang sangat ditakuti dan memberinya keabadian dan kekuatan yang unimaginable.

Senang rasanya melihat Marvel yang tidak lagi disibukkan dengan usaha menemukan formula dan template mereka kini mencoba untuk melakukan hal yang lebih besar lagi, yakni to work on increased diversity. Kurang lebih memang sama seperti yang Marvel lakukan lewat ‘Black Panther’, ketimbang sebatas hanya berdiri di belakang sebagai pendukung kini ada Asian figure mengambil center stage, kombinasi antara pendatang baru bersama para veteran. Script juga memiliki garis besar konflik yang  mirip seperti ‘Black Panther’ yakni focuses on family dan upaya Shaun untuk kembali menguasai superpowers yang ia miliki, termasuk awal mula lahirnya kekuatan yang dimiliki oleh Shaun, merupakan hasil perkawinan silang antara Guardian of Ta Lo dan the leader of the Ten Rings.


Proses terbentuknya cerita terutama duduk masalah utama dikemas dengan baik, sejak scene pembuka yang langsung menghujam penonton dan membuat terpukau kita lantas dibawa menelisik secara singkat, cepat, dan tepat latar belakang masalah yang terjadi di dalam keluarga Shaun a.k.a Xu Shang-Chi. Ada elemen fantasi yang bermain dan mendominasi family drama yang terasa multi-layered, Sutradara Destin Daniel Cretton juga mencoba menyajikan magic yang dimiliki oleh seni bela diri yang kerap menjadi pesona film-film Asia Timur/Wuxia. Konflik terasa menarik meskipun memang lagi-lagi tetap bermain aman dengan menggunakan formula miliki Marvel, ketimbang menjadi momok yang super mengancam Xu Wenwu justru ditempatkan sebagai pria yang sedang kesulitan lepas dari penyesalan dari tragedi masa lalunya.

Yang menarik adalah bagaimana tim editing berhasil membentuk dan menjaga kesan dinamis yang coba disajikan oleh script karya Destin Daniel Cretton bersama Dave Callaham dan Andrew Lanham, dari bertemu Xu Wenwu lantas kemudian melihat kehidupan Shaun yang dianggap menyedihkan oleh orang-orang di sekitarnya, baru kemudian eksposisi terkait terungkapnya kekuatan magis secara bertahap. Sampai di titik itu. Destin Daniel Cretton berhasil menarik penonton ke dalam dunia fantasi milik MCU yang tidak hanya berisikan superheroes saja tapi naga and also magical beings, tapi dengan narasi yang bergerak cepat tidak meninggalkan potongan yang terasa seperti filler mengganggu, semua ada fungsinya sekecil apapun itu. Hal yang terasa unik karena faktanya ini merupakan sebuah a bit overstretched family drama.


Tidak terasa mencolok memang minus ini tapi di beberapa bagian cerita seperti tidak berkembang meski berhasil dicover dengan baik menggunakan elemen lain seperti komedi. Sesekali bertukar peran mengambil kendali cerita, jokes atau lelucon yang hadir terintegrasi dengan baik, mampu membuat action sequences terasa semakin semarak malah. Tapi sayang saat elemen drama mencoba masuk ke dalam eksposisi yang sedikit lebih serius dan gloomy di sana narasi mulai kerap kesulitan mengatur pace cerita. Di sana kamu bisa lihat dan rasakan koneksi antar konflik yang terasa kurang padat satu sama lain, potongan-potongan cerita yang fungsional itu kurang diekplorasi lebih dalam agar bisa memiliki power yang lebih kuat lagi. Bukan sebuah kejutan mengingat komando film ini Sutradara ‘Short Term 12’ dan Just Mercy’.

Di dua judul film tersebut Destin Daniel Cretton menunjukkan bagaimana dirinya punya kemampuan steady hand yang handal, dan itu kembali ia terapkan di film ini. Di sini Destin punya lebih banyak hal untuk ia tangani dan tergolong sukses menjaga enough urgency untuk membuat semua bergulir, fairytale atmosphere tidak pernah luntur meskipun memang muncul kesan ambiguous di balik presentasi ambisius itu. Mood cerita terasa longgar di setengah akhir durasi, sama seperti pesona karakter yang paska babak perkenalan yang kuat itu perlahan bergeser menjadi sesuatu yang generik dan familiar. Untung saja the positives tetap mendominasi hingga akhir, kekurangan kecil tidak bersifat mengganggu terlebih bagi mereka yang telah hanyut atau tenggelam bersama action sequences yang disajikan. Mereka keren.


Action sequencesnya keren, di tangan Bill Pope cinematography menangkap gerakan choreography dan memancarkan energi yang terasa menyenangkan, lincah serta dinamis, sedangkan tiap kali pukulan mendarat ada punch yang enak dan terasa empuk. Saya juga suka dengan sentuhan dongeng yang nafasnya terasa kuat, momen antara Xu Wenwu dan Ying Li di dalam hutan rahasia di mana mereka bertarung dan berputar seperti tanpa beban resmi menjadi salah satu fight scenes favorit saya di MCU. Sedangkan aksi akrobatik di scaffolding berbahan bambu juga menghasilkan thrill menyenangkan, sensasi sama tersaji dari CGI atau visual effect yang berhasil menjalankan tugasnya dengan baik meski tidak semuanya terasa kokoh memang terutama di bagian akhir.

Babak akhir film ini sendiri bukan bagian favorit saya, elemen teknis mendominasi dan karakter perannya mundur satu langkah, padahal jika harus memilih pesona terbesar film ini maka jawabannya adalah aktor. Karakter mereka buat menjadi menarik, terutama para veteran seperti Tony Leung, his character’s personal tragedy can be read on his face. Porsi kecil karakternya juga digunakan dengan baik oleh Michelle Yeoh untuk mencuri perhatian dan bersanding bersama Meng'er Zhang serta Awkwafina (as always, she’s good) yang punya screen time lebih banyak. Simu Liu? Moderate performance from him, ia berhasil membuat Shaun sebagai poros utama cerita namun kurang mampu mengeksplorasi pesona karakternya jauh lebih kuat lagi agar Shang-Chi tidak tergusur dari posisi terdepan tiap kali karakter lain seperti Xu Wenwu, Katy, Ying Nan, dan Trevor Slattery (Ben Kingsley) tampil.

Overall, ‘Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings’ adalah film yang memuaskan. Bermain tidak terlalu jauh dari Marvel’s formula, Sutradara Destin Daniel Cretton menyajikan sebuah origin story yang menarik bagi karakter Shang-Chi dan dunianya, didukung oleh ensemble cast yang kuat, stunts dengan staged fights yang menawan, serta fairytale atmosphere dan elemen teknis yang tergolong mumpuni kualitasnya. Ada beberapa minus memang but still the positives tetap mendominasi, ‘Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings’ berhasil menunjukkan MCU still has a lot more in store, new hero yang berhasil memperkaya Marvel Cinematic Universe dan membuat masa depan MCU jadi terasa semakin menarik, kini lebih beragam, lebih besar, and I hope to dare to be crazier. Welcome to the circus, Shang-Chi.






1 comment :

  1. "You are a product of all who came before you, the legacy of your family. You are your mother. And whether you like it or not, you are also your father."

    ReplyDelete