31 May 2020

Movie Review: Birthday (Saeng-il) (2019)


“My dear, sad mom. I miss you so much, Mom."

Pada bulan April tahun 2014, Korea Selatan diguncang sebuah bencana ketika kapal feri Sewol yang hendak menuju Jeju dari Incheon mengalami kecelakaan dan tenggelam. Berbagai teori penyebab kecelakaan dengan korban jiwa sebanyak 304 orang tersebut kemudian muncul, dari manuver liar kapal, kelebihan muatan, hingga perawatan kapal yang kurang maksimal. Film ini mencoba menyoroti kondisi emosi keluarga korban, pasangan suami istri yang mana anak mereka merupakan satu dari 250 orang pelajar Sekolah Menengah Atas yang sedang berada di kapal tersebut. ‘Birthday (Saeng-il)’ : a sweet emotion showcase about mourning and letting go.

Jung-il (Sol Kyung-gu) turun dari taksi lalu kemudian dengan membawa koper serta sebuah boneka yang merupakan hadiah untuk anak perempuannya ia melangkah masuk ke sebuah apartemen. Ia tiba di sebuah pintu namun sayangnya meskipun telah berulang kali menekan tombol bel tidak ada respon yang Jung-il dapatkan dari dalam. Pintu tersebut memang sengaja tidak dibukakan oleh Soon-nam (Jeon Do-yeon), ia bahkan meminta anak perempuannya yang bernama Ye-sol (Kim Bo-min) untuk diam.

Jung-il dan Soon-nam adalah pasangan suami istri yang telah lama terpisahkan jarak karena Jung-il harus bekerja di Vietnam. Celakanya hal tersebut pula yang membuat pria tersebut tidak ada ketika sebuah tragedi menimpa keluarga kecilnya itu. Pada tanggal 16 April 2014 anak laki-laki mereka yang bernama Su-ho (Yoon Chan-young) menjadi salah satu penumpang yang berada di dalam Kapal Sewol, yang di hari itu mengalami masalah dan tenggelam. Su-ho adalah salah satu korban dan hal itu membuat Soon-nam hingga kini masih terus dirundung rasa sedih yang mendalam.
Peristiwa tenggelamnya Kapal Feri Sewol merupakan sebuah topik yang sangat sensitif bagi masyarakat Korea Selatan, tragedi yang menurut mereka juga merupakan bentuk kelalaian pemerintahan kala itu. Kondisi tersebut sangat dipahami oleh Sutradara Lee Jong-un di sini, sejak awal hingga akhir penonton tidak pernah bertemu dengan mention secara langsung terhadap peristiwa tersebut tadi. Hanya satu yang implisit, ketika sekumpulan orang yang sedang menggalang bantuan dari para penduduk untuk ikut serta dalam upaya mengangkat kapal yang sudah tenggelam tersebut. Selebihnya Lee Jong-un menyajikan sebuah pertunjukan emosi.

Dan itu adalah sebuah keputusan bijak yang terasa sangat tepat. Peristiwa tenggelamnya Kapal Sewol sebenarnya memiliki berbagai macam celah yang dapat digunakan dan “dieksploitasi” untuk menjadi sebuah cerita, bukan? Tapi di sini Lee Jong-un justru menggunakan jalan yang terasa tidak mudah, meskipun memang terkesan sederhana karena yang disorot adalah depresi dan kesedihan yang masih melanda salah satu keluarga korban. Sejak awal hingga akhir Lee Jong-un menampilkan cerita agar tetap tidak berada “dekat” dengan peristiwa utama, ia justru memutar penonton bersama dengan karakter yang perlahan menunjukkan tumpukan emosi yang semakin berat.
Dan celakanya emosi yang terus menumpuk tinggi itu tampil dalam presentasi yang tenang dan lembut. ‘Birthday’ akan mengingatkan kamu pada seni dramatisasi khas Korea Selatan, ia tampak sederhana dengan konflik yang tidak terasa rumit, tapi pada cerita terdapat emosi yang terus bermain dengan manis, tapi tentu saja tampil dengan cara tenang. ‘Birthday’ punya ledakan besar dan ketika momen itu tiba penonton akan merasakan seperti diberondong oleh berbagai peluru dalam bentuk emosi yang subtle. Penonton ikut meledak bersama karakter, kesedihan itu hadir dalam kapasitas yang sangat pantas sebagai hasil setelah kita yang telah dibawa hanyut di dalam perjuangan dua karakter utama untuk “berdamai” dengan rasa sedih mereka.

Lee Jong-un sendiri menampilkan proses berdamai tadi secara sabar, karena memang luka emosi dan psikologi akan lebih susah untuk sembuh. Trik yang ia gunakan di sini dalam mengeksplorasi cerita terasa oke, kamar tidur yang masih dijaga oleh Soon-nam adalah contoh sederhana, sedangkan bagaimana lampu di depan pintu masuk utama yang dapat hidup dalam kondisi tertentu itu merupakan cara yang manis untuk menunjukkan alasan dari semua gejolak emosi yang terjadi. Dan tentu saja sebuah jalan yang manis untuk membawa karakter akhirnya berdamai dengan rasa sedih mereka masing-masing, yaitu dengan "membagi beban" yang mereka rasakan.
Sejak awal Lee Jong-un tampak sudah menetapkan garis finish yang terasa mantap, tidak heran sepanjang cerita tidak ada usaha dramatisasi atau menggali yang terasa terlalu berlebihan. Mereka dikemas secara padat, beberapa pemanis dengan menggunakan karakter lain di sekitar mendiang Su-ho juga terasa oke untuk menambah kadar emosi di dalam cerita. Destinasi akhir film ini adalah sama seperti judulnya, yaitu sebuah perayaan ulang tahun yang di mana menjadi sebuah pelengkap sempurna bagi showcase emosi yang cantik, ditangani dengan pendekatan emosi yang manis terutama pada proses tahapan itu dibangun untuk mencapai titik puncaknya.

Di balik kesuksesannya itu Lee Jong-un juga harus berterima kasih kepada para aktor yang berhasil menjalankan peran mereka dengan baik, bahkan untuk supporting role seperti contohnya Kim Soo-jin, Tang Joon-sang, dan juga Kwon So-hyun, emosi yang mereka hasilkan punya peran penting bagi pertunjukan utama. Tugas Sol Kyung-gu tampak simple tapi tidak mudah di sini, ia harus menjadi Ayah dan juga Suami yang merasa bersalah namun juga harus tampak tegar, kedua hal itu ia tampilkan dengan cara yang sangat subtle dan mengingatkan pada aktingnya di film Hope (Wish). Sedangkan karakter Soon-nam merupakan pembuktian terbaru dari Jeon Do-yeon  (Way Back Home, The Shameless) mengapa ia merupakan aktris papan atas Korea Selatan, emosinya juga subtle namun mengiris serta menghujam secara bersamaan.
Overall, ‘Birthday (Saeng-il / 생일) adalah film yang memuaskan. Rasa yang hadir ketika menyaksikan film ini sama seperti apa yang film ‘Kim Ji-young: Born 1982’ juga berhasil berikan tahun lalu, sebuah drama yang tampil lembut dan tenang tentang perasaan sedih yang terus menerus mengganggu karakter utama, namun sukses menghasilkan berbagai punch yang cantik dan memorable. Di sini hal tersebut Lee Jong-un raih dengan menggunakan dasar sebuah peristiwa yang sangat sensitif dan kemudian ia jahit dengan pendekatan emosi yang terasa sabar untuk menjadi sebuah tumpukan emosi yang siap meledak di penghujung cerita. Subtle but biting, it’s a sweet emotion showcase about mourning and letting go. Segmented.













1 comment :

  1. "I won't say goodbye. Until next time, I'm just stopping here until we talk again."

    ReplyDelete