09 February 2020

Movie Review: Parasite (2019)


“You know what kind of plan never fails? No plan.”

Untuk bertahan hidup di dalam kondisi dan sistem kehidupan modern yang semakin keras sekarang ini membuat banyak manusia mulai mencoba melakukan hal yang sebenarnya tidak layak dan pantas untuk mereka lakukan. Bahkan terkadang melanggar batasan moral dan asusila. Pertanyaan sederhana: ketika si kaya menikmati hasil yang mereka peroleh dari kerja kerasnya, apakah layak bagi si miskin untuk menyalahkan si kaya dan merasa tidak adil? ‘Parasite’ : a calculated, colorful, and beautiful painting.

Hidup di lingkungan miskin dan sesak, Kim Ki-taek (Song Kang-Ho) bersama dengan sang istri Chung-sook (Jang Hye-jin) beserta anak mereka, Ki-woo (Choi Woo-Shik) dan Ki-jeong (Park So-Dam) perlahan mulai merasa jengah dan lelah dengan kondisi kehidupan mereka. Hidup di rumah semi-basement koneksi internet mereka mengandalkan free wifi tetangga terdekat sedangkan pendapatan utama mereka adalah melipat kertas bungkus pizza. Suatu ketika kesempatan emas tiba melalui Min-hyuk (Park Seo-joon), teman Ki-woo.

Min-hyuk berencana untuk melanjutkan study ke luar negeri tapi di sisi lain saat ini ia sedang menjadi guru les private Bahasa Inggris bagi remaja bernama Park Da-hye (Jeong Ji-so), anak perempuan dari keluarga kaya. Min-hyuk ingin Ki-woo menggantikannya, sebuah tawaran yang langsung diterima oleh Ki-woo. Namun setelah pertemuan pertamanya dengan ibu dari Da-hye, Yeon-gyo (Cho Yeo-jeong) serta housekeeper mereka Gook Moon-gwang (Lee Jung-eun), Ki-woo justru memiliki niat berbeda: ia ingin “membawa masuk” keluarganya ke rumah milik Park Dong-ik (Lee Sun-kyun) tersebut.


Setelah itu penonton dibawa menyaksikan proses Ki-woo menjalankan rencana unik miliknya tersebut. Terasa kurang bijak jika menceritakan secara detail apa yang terjadi setelah sinopsis itu karena proses tersebut merupakan “arena” yang digunakan oleh Bong Joon-ho (Memories of Murder, The Host, Snowpiercer, Okja) untuk menunjukkan fokus utama yang ingin ia tampilkan di sini, yaitu ketidaksetaraan yang terjadi di dunia ini. Bong Joon-ho sebenarnya sudah pernah membawa isu tersebut ke dalam sebuah kereta yang terus melaju di Snowpiercer dan di sini ia membawa permainannya ke tingkat yang lebih tinggi, sebuah social satire dengan perpaduan berbagai macam tema lainnya, dari thriller, comedy, hingga heist.

‘Parasite’ dibentuk layaknya sebuah metafora kehidupan dan kondisi manusia era sekarang ini. Ini adalah penggambaran “kegembiraan” yang terasa brutal, dipenuhi berbagai fakta tentang modern life bahwa di balik wajah mereka yang gembira sesungguhnya banyak orang kini telah hidup layaknya vampire, mereka akan “menghisap” darah orang lain jika kesempatan itu tiba. Itu dipresentasikan oleh Bong Joon-ho di bagian awal ke dalam bentuk heist movie yang terasa sangat crispy, terasa creepy tapi juga funny, bergerak sangat halus dari satu rencana ke rencana lainnya dengan artikulasi yang sangat cantik, terasa santai tapi mencengkeram semua dibangun secara rapi dan apik oleh Bong Joon-ho.


Karena saking menariknya aksi dari Kim Ki-taek dan keluarganya yang terasa pleasure to watch itu sangat mudah pula untuk kemudian tanpa sadar berada “di belakang mereka”, mendukung aksi mereka. Pertanyaannya adalah apakah perbuatan Kim dan keluarganya itu benar? Sedangkan di sisi lain Park Dong-ik dan keluarganya sebenarnya bukan orang jahat bukan? So, keluarga Park bukan orang jahat, dan keluarga Kim bukan orang baik. Itu bukan masalah yang harus dipecahkan namun justru sebuah trik cantik dari script yang ditulis oleh Bong Joon-ho bersama dengan Han Jin-won, sebuah kisah tentang moralitas yang sederhana.

Ketika tersadar akan hal tersebut, saya tertawa karena itu merupakan twist dengan punch yang sangat kuat. Bong Joon-ho sukses membuat penonton bingung dengan nilai moral mereka dan mencoba membawa penonton untuk melihat isu tersebut dalam at a bigger picture. Apakah kesalahan yang dimiliki oleh keluarga Park adalah karena mereka hidup sangat nyaman menikmati hasil kerja keras mereka sehingga tidak peduli dengan perjuangan orang-orang miskin di sekitar mereka? Apakah itu merupakan sebuah kejahatan? Yang menarik adalah kondisi di mana keluarga Park seolah harus “dibantu” di hampir segala hal di dalam kehidupan mereka, itu kemudian menempatkan pertanyaan di atas tadi berada di zona abu-abu.


Fakta bahwa begitu banyak interpretasi yang dapat dihasilkan dari cerita adalah bukti kesuksesan ‘Parasite’ itu sendiri, unpredictable dalam memprovokasi pemikiran tentang ketidaksetaraan. Di paruh kedua misalnya, penonton yang sebelumnya menikmati proses invasi dari Kim’s family dibuat teringat pada judul film, yaitu tentang parasit. Kemudian muncul berbagai twist dan kejutan di dalam cerita yang salah satunya seolah mencoba mengingatkan bahwa ketiga keluarga sebenarnya merupakan korban dari keadaan dan perbuatan mereka sendiri. Di sini Bong Joon-ho juga menggunakan visual dengan sangat baik sebagai senjata, contohnya seperti hubungan antara banjir dan rumah keluarga Kim, sebuah nasib naas berkedok balasan.

Ada metafora visual yang cantik di film ini, setiap potongan cerita seolah telah dipersiapkan dengan sangat matang untuk menjadi layaknya sebuah lukisan yang akan dipajang, sederhana namun kaya makna. Itu juga termasuk bagaimana Bong Joon-ho membuat karakternya bergerak, ada visi artistik yang cantik, bersama dengan cinematographer Hong Kyung-pyo visual yang dihasilkan punya beragam "warna", dari yang terasa lucu hingga berisikan terror yang imajinatif. ‘Parasite’ punya komposisi yang mencolok setiap adegan selalu mencuri perhatian secara mendalam, terasa kreatif dan inventif.


Pencapaian di atas tadi juga tidak lepas dari kualitas film editing oleh Yang Jin-mo yang terasa efisien serta score dari Jung Jae-il. Jangan lupakan pula production design yang dipimpin oleh Lee Ha-jun, menciptakan setting yang sangat cantik dan mampu mengakomodasi stage sesuai dengan visi Bong Joon-ho. ‘Parasite’ juga mungkin akan terasa sedikit radikal bagi beberapa penonton dan itu wajar mengingat perpindahan tone cerita yang juga terasa radikal, dari dark komedi yang lucu serta yang sekedar mengandalkan slapstick hingga tragedi yang menghadirkan kekerasan. Semua itu dieksekusi Bong Joon-ho secara apik hingga ending, mood cerita juga ia tangani dengan baik. Begitupula dengan karakter dan emosi.

Dibalik “kerumitan” tadi ‘Parasite’ juga merupakan sebuah family drama dan ada emosi yang kuat di sana, pencapaian yang dibantu oleh kinerja akting para cast. Song Kang-ho (A Taxi Driver, The AttorneyThe Age of Shadows) tampil dengan pesona andalannya, Choi Woo-shik (Train to Busan) dan Park “Jessica, only child, Illinois, Chicago” So-dam (The Priests) sukses menjadi pion dari rencana jahat keluarga Kim, Lee Sun-kyun (A Hard DayAll About My Wifedan Cho Yeo-Jeong (The Targetberhasil menjadi tuan rumah yang “dangkal” serta mudah terbawa arus, dan Lee Jung-eun sukses menjadikan karakternya sebagai kunci penting yang tersembunyi. Para cast memberikan kinerja yang sangat tepat guna tanpa saling membayangi satu sama lain.


Overall, ‘Parasite (Gisaengchung / 기생충) adalah film yang sangat memuaskan. Lewat black comedy thriller yang membawa isu inequality ini sutradara Bong Joon-ho stepped up his game, menyajikan kisah satir tentang kondisi sosial di mana cerita tidak punya pahlawan dan penjahat nyata, menunjukkan salah satu problematika di dunia yang saat ini semakin merajalela, fakta bahwa sistem yang ada kini telah mengubah banyak orang menjadi parasit. Semua ia bentuk dengan visi artistik yang cantik serta visual metaphor layaknya sebuah pameran lukisan di mana setiap lukisan tampak abstrak namun kaya akan makna, terasa unpredictable, and thought-provoking. Wow, fantastic baby. 









3 comments :