15 February 2020

Movie Review: Harley Quinn: Birds of Prey (2020)


“This all started when the Joker and I broke up.”

Dia adalah sosok yang sangat "membekas" ketika Suicide Squad hadir empat tahun lalu, sosok lembut dengan kegilaan yang psychotic meninggalkan kenangan pesona yang impresif terlebih dengan sex appeal yang ia punya. Kini ia kembali, berawal dari kandasnya kisah cinta antara dirinya dengan Joker kali ini Harley Quinn mencoba mengajak penonton untuk mengenal dirinya secara lebih mendalam, dan tentu saja tetap dengan “kegilaan” yang ia punya. ‘Harley Quinn: Birds of Prey’ : a colorful lunacy with Harley.

Joker kembali membuat ulah di kota Gotham, kali ini melalui kisah cinta. Kisah asmaranya dengan Harley Quinn (Margot Robbie) kali ini berhasil membuat psikiater cantik yang punya nama asli Harleen Quinzel tersebut merasakan galau dan sedih luar biasa. Merasa telah memberikan hidupnya seperti dengan bersedia menceburkan diri dan membantu segala aksi kejahatan dan kegilaan kekasihnya tersebut, Harley dirundung rasa galau akibat hubungannya dengan Joker berakhir. Namu satu hal yang Harley pada akhirnya sadari pula, situasi tersebut justru membawa ia masuk ke dalam sebuah bahaya besar.

Selama ini penduduk Gotham City takut untuk terlibat masalah dengan Harley, karena ia pacar Joker. Ketika status single-nya terkuak Harley kemudian dengan cepat menjadi incaran banyak orang yang ingin balas dendam. Sialnya, Harley juga terjebak di dalam rencana penguasa kriminal bernama Roman Sionis (Ewan McGregor). Berawal dari sebuah berlian yang melibatkan Dinah Lance (Jurnee Smollett-Bell) dan Victor Zsasz (Chris Messina), seorang pencopet muda bernama Cassandra Cain (Ella Jay Basco) membuat Harley harus bertarung dengan waktu, dan tentu saja orang-orang korban aksi gilanya selama ini.


Titik awal dari Harley Quinn: Birds of Prey adalah sesuatu yang menarik, karakter utama merasa sedih dan galau lalu kemudian memutuskan untuk “keluar” dari bayang-bayang kekasihnya. Itu mengapa judul film ini menjadi panjang, Birds of Prey (and the Fantabulous Emancipation of One Harley Quinn), karena ada upaya untuk menggambarkan terkait isu emansipasi di dalam cerita. Berhasilkah? Ya, cukup berhasil. Upaya Harley untuk melupakan Joker membuat dirinya kemudian masuk ke dalam “kekacauan” yang mungkin dahulu dapat selesai dengan mudah berkat Joker, namun kali ini tidak. Dibuang, putus asa, Harley “dipaksa mandiri” di sini.

Namun ketimbang sekedar memberikan berbagai konflik yang harus diselesaikan script yang ditulis oleh Christina Hodson (Bumblebee) juga mencoba menyajikan cerita dengan menempatkan Harley sendiri sebagai narator. Dan jujur saja itu adalah salah satu keputusan terbaik di film ini. Dengan gaya sassy yang ia miliki Harley sukses membawa penonton bermain-main dengan kisah hidupnya, meta-narrative dengan alur cerita maju dan mundur dipenuhi dengan lompatan waktu. Sinopsis di atas menjadi gambaran cerita keseluruhan, ini bukan kisah dengan plot yang rumit sebenarnya sehingga keputusan untuk bercerita dengan cara yang “chaotic” merupakan sebuah keputusan yang tepat.



Ya, keputusan itu sukses membantu screenplay yang terasa tidak terlalu kuat itu terlebih dengan kemampuan sutradara Cathy Yan yang dengan mahir merajut cerita ke dalam bentuk presentasi yang, well, menyenangkan. Harley Quinn: Birds of Prey juga sukses melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh 'Wonder Woman', 'Aquaman', dan juga 'Shazam!' di DC Extended Universe, tone dari cerita tidak lagi menjadi masalah di sini. Ketimbang mencoba tampil “too dark” Cathy Yan justru lebih memilih mengeksploitasi charm terbesar dari Harley, yaitu ketidaksopanan yang terasa quirky but catchy, berbagai humor disuntikkan dalam setiap momen atau situasi dengan pattern yang akan membuat penonton teringat pada 'Deadpool'.

Lucu dan penuh energi, banyak scene yang sukses membuat penonton tertawa dan mayoritas sumbernya berasal dari aksi gila impulsif. Penonton terus mengikuti pikiran energik dan manic dari Harley yang membawa cerita maju dan mundur, bertemu komedi yang oke lalu sedikit drama yang tidak mellow untuk kemudian menyaksikan elemen action beraksi, sebuah kisah tentang refleksi diri yang secara bersamaan mampu untuk terasa funny and deadly. Elemen action adalah salah satu bagian terbaik film ini, dibentuk oleh camera work yang manis penonton bertemu dengan berbagai adegan aksi yang over-the-top tapi tidak terasa berlebihan dan justru sukses menciptakan “ledakan” dan berbagai punch yang mantap.



Namun bukan berarti Harley Quinn: Birds of Prey hadir tanpa cela. Act terakhir, itu terasa longgar, karakter lain seperti Helena Bertinelli / Huntress (Mary Elizabeth Winstead), Renee Montoya (Rosie Perez), Black Canary dan Cassandra Cain juga perlahan terasa seperti “pembantu” Harley meskipun porsi yang mereka punya digunakan dengan baik. Hodson menyediakan ruang namun tidak dengan waktu bagi karakter-karakter tersebut, terasa sedikit aneh mengingat meskipun di satu sisi ini adalah kisah tentang Harley Quinn namun di sisi lain juga merupakan cerita tentang terbentuknya sebuah tim, Birds of Prey. Cathy Yan dan Hodson seolah sepakat untuk memilih satu saja dan itu memberi ruang yang luas untuk Harley melakukan hal-hal gila yang ia inginkan ditemani soundtrack yang asyik itu. 

Cathy Yan ingin fokus pada karakter Harley serta fokus untuk membuat kisah tentang Harley tersebut terasa colorful and impactful. Birds of Prey sedikit porsinya, sisanya arena “menari” bagi Harley, memanfaatkan R rating untuk menampilkan berbagai stylish violence seperti ledakan penuh warna dan confetti. Cathy Yan juga sukses mengarahkan cast, dari supporting role eksekusi fungsi dari karakter masing-masing terasa baik dengan dua yang sukses mencuri perhatiian adalah Mary Elizabeth Winstead (The Spectacular Now10 Cloverfield Lanedan Ewan McGregor (Salmon Fishing in the Yemen, The Impossible). Bintang utamanya, Margot Robbie (The Wolf of Wall StreetZ for ZachariahThe Big ShortThe Legend Of TarzanOnce Upon a Time in Hollywood, Bombshelltampil sangat baik, membawa pesona Harley Quinn naik ke level berikutnya dan sukses menjadi pusat yang mempesona with her lunacy and energy.



Overall, ‘Harley Quinn: Birds of Prey’ adalah film yang memuaskan. DCEU tampaknya perlahan semakin menemukan “alur” mereka, pembuktian terbarunya adalah film ini, sebuah aksi mengenal lebih dalam dari anti-heroine yang terlepas dari beberapa kekurangannya sukses menyuguhkan sebuah sajian penuh warna yang terasa menyenangkan, mengekploitasi secara tepat guna “emas” yang ia punya untuk membawa penonton “bouncing” menyaksikan aksi bersenang-senang yang gila dan menggembirakan dari para karakter, especially Harley Quinn. A lot of fun, it’s a colorful lunacy with Harley, and I am looking forward to the next adventure of Harley Quinn. Fyi, Margot Robbie is phenomenal as Harley Quinn. Segmented.










1 comment :