09 July 2022

Movie Review: Minions: The Rise of Gru (2022)

“Even the smallest are capable of great things.”

Bicara kualitas tentu saja ‘Toy Story’ dan beberapa nama lain jelas berada di atas mereka, tapi dengan jumlah film yang sama ‘the Despicable Me franchise’ sejauh ini berhasil mengungguli petualangan Woody, Buzz Lightyear, dan teman-temannya itu dalam hal angka box office. Gru dan para Minions andalannya saat ini menyandang status the highest-grossing animated franchises and film series mengalahkan Toy Story, Shrek, Ice Age, serta Frozen. Itu bukti bahwa sejak pertama kali muncul di tahun 2010, Gru terutama para Minions telah sukses meraih hati banyak penonton dengan tingkah lucu dan konyol mereka, dan studio Illumination belum berhenti mengeksploitasi ladang emas itu meskipun dengan cara “memutar-mutar” cerita. Apakah strategi itu kembali berhasil? Minions: The Rise of Gru’: repetitively funky.


Di tahun 1976 usianya memang belum genap 12 tahun, tapi Gru (Steve Carell) sudah punya mimpi dan ambisi yang besar, yakni menjadi penjahat super ketika kelak telah dewasa. Tidak heran jika kemudian idolanya adalah sebuah grup penjahat bernama ‘the Vicious 6’, beranggotakan Belle Bottom (Taraji P. Henson), Jean-Clawed (Jean-Claude Van Damme), Nun-chuck (Lucy Lawless), Svengeance (Dolph Lundgren) dan Stronghold (Danny Trejo). Ya, kurang satu memang, mereka baru saja “kehilangan" Wild Knuckles (Alan Arkin), mantan pemimpin yang juga adalah anggota favorit Gru. Tidak heran jika ketika undangan itu tiba Gru tidak membuang waktu.


The Vicious 6 sedang mencari anggota baru, dan Gru terpilih menjadi salah satu kandidat semacam audisi yang diadakan di the Criminal Records, sebuah toko musik yang dikelola oleh Dr. Nefario (Russell Brand). Dengan rasa percaya diri tinggi yang ia miliki Gru percaya bahwa ia akan sukses seorang diri, dan memilih untuk tidak membawa para Minions yang telah membantunya sejak mereka ia rekrut. Tapi para Minion tidak tinggal diam, Kevin, Stuart, Bob, dan Otto (all voiced by Pierre Coffin) lantas memilih untuk “mengejar” mini-boss mereka itu demi membuktikan bahwa mereka sangat berguna rencananya untuk menjadi super villain.

Ya, menariknya strategi itu masih mampu menelurkan kesuksesan di film terbaru Minions, sosok yang sejak awal kemunculannya memang dapat dikatakan tidak bisa membuat semua penonton jatuh cinta pada mereka. Karena faktanya tingkah konyol mereka hadirkan dengan menggunakan pola dan formula yang terus diulang-ulang sehingga cenderung repetitif. Tapi bukankah tanpa banyak bicarapun karakter The Tramp dan juga Mr. Bean tergolong sukses mengocok perut penontonnya? Apalagi dengan tingkah mereka yang kekanak-kanakan itu, yang mungkin saja menjadi ide awal dari terciptanya karakter Minions. Dan Illumination sadar akan hal itu dan lalu mengeksploitasinya dengan sangat baik, para makhluk kecil dengan humor "anarkis" itu lantas dipindah posisinya menjadi karakter utama, but still sticks closely to the success story.


Tujuh tahun berselang paska film panjang pertama mereka itu, kali ini para karakter Minions kembali hadir dengan tetap menggunakan signature andalan mereka yang sederhana. Sutradara Kyle Balda bersama Brad Ableson dan Jonathan del Val tahu apa yang harus mereka lakukan, yakni membentuk banyak ruang yang telah dibuat oleh Brian Lynch bersama Matthew Fogel di sektor cerita agar menjadi arena bermain yang dapat mengakomodasi pesona utama yang mereka jual, yakni Minions. Memang kali ini Gru ikut hadir, hal yang mungkin dapat menimbulkan perdebatan apakah ini masih film solo bagi para Minions atau justru prekuel bagi Despicable Me? Namun fungsinya terasa oke, lebih kepada menciptakan jalan serta misi bagi Kevin, Stuart, Bob, dan juga Otto yang lantas digunakan untuk mempertontonkan pesona mereka.

Narasi sendiri kerap terasa seperti kumpulan beberapa episode yang terkoneksi satu sama lain, meski berpusat pada hiruk pikuk yang berkobar pada ambisi Gru untuk menjadi bagian dari kelompok penjahat favoritnya. Namun dengan plot sederhana yang lantas dirajut dan dipresentasikan secara cepat menciptakan banyak ruang untuk berbagai aksi slapstick hadir, memanfaatkan dengan sangat baik pesona para Minions yang punya lively attitude dan menular, bukan hanya kemampuan berputar secara bebas saja tapi juga banter dan omong kosong mereka yang digambarkan mudah terperangkap dalam obsesi destruktif. Gru tetap menjadi jangkar bagi cerita, apalagi ada konflik kecil berupa rasa kesalnya terhadap para pembantu kecilnya itu, and from there they turn everything upside down in the process.


Bukan hal yang baru memang, beberapa film mereka sebelumnya juga demikian, tapi dengan narasi yang terasa hectic and a bit aimless ‘Minions: The Rise of Gru secara stabil terus berkembang jadi semakin menyenangkan dengan menggunakan unimaginative story yang sukses menyatukan semua panggung sandiwara kecil yang lucu itu. Jadi terasa seperti parade aksi konyol malah di beberapa bagian, tapi anehnya tidak ada dari mereka yang terasa menjengkelkan di sini, padahal antics para Minions terasa sangat repetitif dari luar tapi dilakukan retool yang tepat sehingga menghasilkan punch yang oke pada berbagai humor slapstick yang masih mengandalkan humor jenis serupa seperti film-film sebelumnya. There's nothing wrong with trying jokes like that, and it works if you allow yourself to be entertained by them.

Dan saya salah satunya. Lima buah film dengan pola dan formula yang tidak begitu variatif pesona humor dari para Minions memang sedikit memudar, tapi Kyle Balda dan timnya tetap percaya pada formula yang telah terbukti berhasil itu, and you know what works. Yang terasa sedikit kurang adalah babak ketiga, yang mulai terasa keteteran akibat dampak dari koneksi antar konflik yang terasa tipis, apalagi tidak ada ruang bagi mereka untuk berkembang lebih jauh sehingga beberapa hal yang potential seperti emosi ketika Gru sadar peran para Minions misalnya, terasa lemah. Alhasil the Minions selalu menjadi booster ketika narasi terasa loyo, aksi di pesawat, lalu training montage kung fu yang lucu itu, ketika mereka hadir energi seketika melonjak tinggi, komedi situasi tepat guna menggunakan tingkah konyol kekanak-kanakan.


Dan menariknya meskipun konyol tapi komposisi lelucon di film ini terasa dinamis! Jadi tidak heran meskipun action finale terasa sedikit mengecewakan dari segi cerita tapi tidak pernah lesu karena ada komedi efektif yang terus membantu mendorong dari belakang. Kyle Balda dan timnya berhasil terus mengikat atensi penonton, tidak hanya lewat komedi tapi juga visual, setting tahun 70-an terasa atraktif sedangkan that crazy criminal underworld juga cukup oke memberi variasi. Di sini Illumination menunjukkan bagaimana mereka terus berkembang sebagai studio animasi, kualitas production and character design yang memang belum super tapi jelas peningkatan dari sisi teknis. Pun demikian dengan voice acting yang di sini melibatkan beberapa nama besar mendampingi Steve Carell, menyuntikkan nyawa yang cukup baik bagi karakter mereka mendampingi that stupid but ravishingly cute and funny Minions with Schmuserkadser yang mengganti masa depan boss-nya dengan, pet rock!

Overall, ‘Minions: The Rise of Gru adalah film yang cukup memuaskan. Episodik, repetitif, hadir dengan plot konvensional dan dikemas ringan untuk mengakomodasi slapstick humor konyol yang menjadi andalan, formula itu ternyata masih mampu tampil menghibur hingga film kelima ini. Kyle Balda dan timnya berhasil merangkai kejenakaan Minions dengan komposisi oke, menyajikan cerita dengan “bobot” yang surprisingly good enough dan menggunakan misi menemukan the mini-boss untuk mempertontonkan pesona para Minion, turn everything upside down in the process bersama komedi situasi tepat guna yang menggunakan tingkah konyol kekanak-kanakan dari para Minions yang lucu itu dengan baik. Definitely a step up from Despicable Me 3.






1 comment :