21 August 2015

Review: Hitman: Agent 47 (2015)


"Be careful, little girl, the world is a dangerous place."

Sebut saja Hitman: Agent 47 ini sebagai wujud keras kepala ataupun usaha menuntaskan rasa penasaran dari 20th Century Fox atas hak yang telah mereka beli satu dekade yang lalu: Hitman. Sebelum reboot ini lahir film pertamanya sendiri dapat dikatakan seperti butiran pasir di tepi pantai yang berhasil dibentuk menjadi sebuah istana tapi dalam waktu singkat hilang ditelan ombak, usaha latah yang walaupun sukses di segi finansial tapi tidak berhasil mengikuti jejak sesama film yang bersumber dari video games seperti Resident Evil untuk menjadi sesuatu yang memorable. Hitman: Agent 47 ini sama saja, seperti makan popcorn dengan wasabi. Ew!

Agent 47 (Rupert Friend) adalah pembunuh professional hasil percobaan sebuah kelompok rahasia yang ingin menciptakan pembunuh yang sempurna, namun suatu ketika menghadapi masalah karena proyek yang dipimpin Dr. Litvenko (Ciaran Hinds) itu hancur dan muncul perusahaan baru yang membuat tentara bayaran mutan. Petunjuk bagi Agent 47 ada pada Katia (Hannah Ware), putri Litvenko, yang ketika berusaha mencari ayahnya juga menjadi target dari Agent 47 bersama saingannya, Smith (Zachary Quinto).



Saya rasa tidak perlu menuliskan sinopsis yang begitu panjang lebar, bukan karena ia memang seringan itu melainkan karena script dan eksekusi yang dilakukan Aleksander Bach juga sejak awal seperti tidak mau repot menaruh atensi pada mereka. Hitman: Agent 47 ini seperti film dengan materi yang berasal dari video games dan coba di tampilkan kembali dengan kesan video games, tapi celakanya tidak disertai dengan tensi yang menarik. Kamu tidak perlu mengerti jauh lebih dalam tentang video games sumbernya untuk bisa menilai ini sebagai petualangan yang: datar, monton, hambar, dan membosankan. Salah satu kesuksesan Hitman: Agent 47 yang jarang film lain lakukan adalah ia punya power yang kuat untuk membuat saya beranjak dari di level 50:50 untuk mempertimbangkan walkout bahkan ketika ia bahkan belum genap berjalan selama 45 menit atau setengah jalan.



Statusnya sebagai reboot benar-benar dipegang teguh oleh film ini, ia mengulang kembali apa yang pendahulunya itu lakukan di tahun 2007 tanpa memberikan perbaikan yang oke. Tidak ada sesuatu yang baru yang menarik disini, kita menyaksikan mesin pembunuh yang anehnya tampak lebih menarik ketika ia hanya duduk diam ketimbang saat ia beraksi berkeliling Berlin dan Singapore dengan pistol dan mobil Audi itu, bermain dengan layar komputer dan smartphone yang kemudian di selingi dengan aksi slo-mo yang seolah diciptakan oleh tim yang baru saja mengenal apa itu slow motion, eksekusi yang berlebihan. Oh, atau itu mungkin usaha mereka untuk mengalihkan perhatian kamu dari kacaunya cerita yang Hitman: Agent 47 punya? Bisa jadi, karena harus diakui action sequences beberapa diantaranya sejenak mampu untuk sekedar mengalihkan perhatian saya dari nilai minus cerita.



Dibalik masalah-masalah tadi sebenarnya apa masalah paling mengganggu dari Hitman: Agent 47 ini? Agent 47 dikenal sebagai sosok pembunuh dengan kemampuan tingkat tinggi, tapi disini ia seperti boneka Ken yang di cukur kepalanya dan kemudian di pakaikan setelan jas dan diberikan pistol dan mobil. Penonton seharusnya diberikan sajian dengan tensi yang mumpuni karena ini pada dasarnya merupakan sebuah film action thriller, tapi Hitman: Agent 47 melakukan sebaliknya, tensi cerita sering terasa terlalu tenang dengan citra kartun yang kental. Tidak mengharapkan emosi untuk ikut terlibat dalam cerita, untuk menikmati adegan action saja terkadang terasa sulit karena kualitas efek hingga stunt terasa kurang rapi dan sering kali terasa berlebihan, dan semakin lengkap karena karakter dan dialog juga seperti tidak bernyawa.



Melengkapi kesan kurang ajar dari Hitman: Agent 47 adalah ketika ia dengan berani memberikan akhir yang kurang ajar, dengan sombong seolah menggoda penonton pada apa yang akan terjadi selanjutnya jika sekuel hadir. Ini melengkapi rasa jengkel penonton, mendapatkan karakter dua bahkan satu dimensi yang tidak berhasil menjadi mesin penggerak cerita, menyaksikan eksposisi jelek dari script yang dangkal, kasar, dan kerap terasa kosong, kemudian dibumbui dengan eksekusi yang monoton sehingga menjadikan Hitman: Agent 47 terasa miskin momentum, menjadikan Hitman: Agent 47 sebagai film action thriller yang ompong, sebagai film action thriller yang tidak enak.








0 komentar :

Post a Comment