20 August 2015

Review: Return to Sender (2015)


Return to Sender sebenarnya bukan hanya berhasil tampak menarik di awal karena sinopsis sederhana yang mengundang rasa penasaran itu, tapi disisi lain ini juga menjadi film pertama dari seorang Rosamund Pike setelah tahun lalu ia sukses mengaduk-aduk penonton dengan hubungan hate to love dan love to hate ketika berperan sebagai Amy Elliott-Dunne di Gone Girl. Mereka serupa, Return to Sender juga mencoba menjadi sebuah thriller yang di membuat penontonnya bermain-main dengan misteri, tapi sangat jauh untuk mengatakan mereka berada di kualitas yang sama.

Miranda (Rosamund Pike) merupakan seorang perawat dengan penampilan licik yang berencana menjual rumahnya untuk memulai kehidupan serta membuat karirnya semakin maju. Suatu ketika wanita yang memiliki hubungan yang baik dengan ayahnya Mitchell (Nick Nolte) ini menerima tawaran dari temannya untuk menjalani kencan buta bersama pria bernama William (Shiloh Fernandez). Celakanya Miranda menjadi alasan mengapa William pada akhirnya masuk kedalam penjara, dan wanita itu ditinggalkan dengan luka serta jiwa yang hancur, kondisi yang jadi sumber niat Miranda untuk melakukan pembalasan. 



Miranda dan Amy seperti punya kepribadian yang serupa tapi tak sama, mereka sama-sama wanita yang berhasil membuat kamu tertarik padanya namun seketika berubah menjadi rasa ngeri setelah melihat upaya pembalasan yang mereka susun. Nah, celakanya sutradara film ini, Fouad Mikati, tidak berhasil memanfaatkan pesona dari karakter Miranda yang sudah dibentuk dengan baik oleh Rosamund Pike, bukannya memasukkan ia kedalam narasi licik di selimuti nuansa psikopat ia malah terlalu sering menjadikan Return to Sender kebingungan hendak menjadi sebuah thriller macam apa, penyajian yang terasa hambar dimana nada cerita seperti tidak pernah yakin ingin berdiri dimana.



Return to Sender sebenarnya bisa menjadi drama tentang krisis identitas yang dialami karakter, ia juga bisa menjadi thriller dengan sokongan fantasi pada fokus utama yang terletak pada dendam, tapi sayangnya seolah menolak untuk mendekat menuju dua bagian tadi dan memilih bermain-main dengan cara yang murahan. Script terasa dangkal, bagaimana ia menampilkan trauma yang dialami Miranda juga tidak pernah terasa kuat sehingga akhirnya juga mempengaruhi misteri dari karakter Miranda itu sendiri. Bukan hanya bingung tapi di bagian ini saya bahkan merasa cerita seperti kurang peduli dengan karakter Miranda, ia lebih sering sibuk membangun plot agar penonton dibuat bertanya-tanya dengan apa yang terjadi.



Tidak salah memang jika berusaha membuat penonton terjebak dalam misteri ya asalkan jalannya juga teratur dan menyenangkan, bukannya justru terlalu sering menunda dengan mondar-mandir tanpa sensasi. Return to Sender terasa lambat dan monoton, cobaan berat yang dihadapi karakter utama selalu miss dalam mencengkeram emosi penonton, script yang terlalu serius mencoba misterius juga lebih sering terasa palsu karena niatnya seolah hanya ingin membuat kamu menebak arah cerita bukan menantikan apa yang akan terjadi pada Miranda selanjutnya. Puncak dari semua itu adalah sebuah akhir yang terasa berlebihan karena berbagai macam tikungan yang ia hadirkan sangat sedikit yang memberikan penonton pengungkapan pada apa yang terjadi.


Seandainya Rosamund Pike punya mesin waktu sepertinya mungkin akan ia gunakan untuk menghindar dari film ini jika ia tahu Return to Sender hadir setelah karya besarnya di Gone Girl. Antara menjadi drama atau thriller, sejak awal hingga akhir Return to Sender tidak pernah menetapkan hatinya pada bagian mana yang ingin ia gunakan sebagai senjata utamanya, sehingga hasilnya adalah perjalanan penuh misteri tanpa sensasi. Penampilan Rosamund Pike tidak buruk, tapi film ini jelek.








0 komentar :

Post a Comment