31 August 2013

Movie Review: R.I.P.D. (2013)


Anda mungkin pernah membaca info bahwa lagu dari seorang penyanyi yang mirip dengan lagu penyanyi lain, bahkan mungkin ada dari mereka yang langsung menjuluki lagu tersebut sebagai plagiat. Ada toleransi, dan di musik itu mencapai 8 bar, namun dibalik hal tersebut yang justru paling penting adalah kemampuan lagu tersebut untuk menciptakan “warna” lain yang dapat menjadi identitasnya. Hal tersebut dialami oleh R.I.P.D., komedi supernatural, sebuah buddy cop yang berjalan dengan cara yang familiar, cukup menghibur namun membosankan, soulless.

Nick Walker (Ryan Reynolds), detektif di Departemen Polisi Boston, memutuskan untuk mengubur emas di pekarangan belakang rumahnya, sebagai pembuktian kepada sahabat sekaligus rekannya sesama polisi, Bobby Hayes (Kevin Bacon). Menjauhkan istri tercintanya Julia (Stephanie Szostak) dari masalah merupakan alasan Nick untuk menyembunyikan benda yang ia dan Bobby peroleh ketika sedang beraksi itu. Celakanya, disaat sedang melakukan sebuah penggerebekan kasus narkoba, Nick terjatuh dari lantai atas, namun anehnya melihat semua yang ada disekitarnya berhenti, lalu kemudian tersedot kedalam sebuah kumpulan awan.

Nick tewas (tidak begitu penting, tidak perlu ditutupi), namun sayangnya ia justru menjadi target Rest In Peace Department (R.I.P.D.), dan diberikan tawaran oleh Mildred Proctor (Mary-Louise Parker), direktur divisi Boston dari R.I.P.D., untuk melakukan patroli di bumi, dan menangkap Deados, roh-roh yang masih terperangkap di bumi. Tapi ternyata keputusan untuk menerima tawaran tersebut menjadi awal kisah menjengkelkan bagi Nick, mulai dari bekerja sama dengan Roy Pulsipher (Jeff Bridges), veteran bergaya koboi berusia hitungan abad yang punya sikap menjengkelkan, hingga terkuaknya fakta bahwa salah satu tindakan yang pernah ia lakukan semasa hidup ternyata punya andil dalam ancaman yang dapat memusnahkan umat manusia.


Mendapatkan respon yang didominasi penilaian negatif, bahkan di Indonesia ia dilempar keluar dari line-up rilis summertime di bulan Juli lalu dan kemudian mengisi slot di penghujung Agustus, memang implisit namun sudah dapat menggambarkan secara garis besar bagaimana kualitas yang dimiliki film dengan budget 130 juta Dollar ini. R.I.P.D. adalah tipikal sajian film liburan, predictable, punya jalur masuk dan keluar yang jelas, tanpa perputaran cerita yang terlalu kompleks dan serius, menyandingkan komedi dengan adegan aksi, dan menutupi kelemahan cerita dengan hiburan visual penuh CGI memikat.

Yap, ketimbang melakukan hal bodoh dengan mengharapkan sebuah sajian berkualitas yang juga dipenuhi pesan berkualitas, anda justru sejak awal harus bersedia untuk dihibur oleh film ini dengan kisah ringan yang bodoh. Anehnya hal tersebut berhasil, film ini tidak hancur dengan materi yang ia punya, dan terlebih mampu membawa penontonnya masuk kedalam petualangan yang tidak begitu menguras energi. Hal utama yang membantu keberhasilan tersebut adalah materi variatif yang ia punya, materi yang potensial, dari interogasi menggunakan makanan, hingga penerapan sistem wujud ganda di dua dunia dalam bentuk avatar. Kemegahan konsep yang ia punya cukup "berbahaya", namun sayangnya ia lakukan pula pada saat eksekusi, tapi dalam konteks negatif.

Menonton R.I.P.D. seperti mendapatkan dua bagian cerita yang terpisah, tontonan kelas B yang cukup menarik diawal cerita, kemudian berubah menjadi film kelas C hingga D- di dua pertiga akhir durasinya, yang untungnya hanya 96 menit. Kekacauan utama berasal dari cerita yang ditulis ulang oleh Phil Hay dan Matt Manfredi dari komik dengan judul yang sama karya Peter M. Lenkov. Selepas bagian pembuka, R.I.P.D. justru tampak sangat malas untuk bercerita, dan ketika digerakkan dengan cepat oleh Robert Schwentke menjadikan ia lebih terasa sebagai sebuah lomba lari untuk menyelamatkan dunia. Yap, sempit, ia bahkan sejak awal tidak memberikan opsi lain bagi penonton, dan mulai berantakan ketika Schwentke mulai bingung bagaimana cara yang efektif untuk menerjemahkan ide yang mereka miliki.


Kasarnya, R.I.P.D. adalah sebuah parodi dari film-film yang pernah eksis, dengan warna yang paling kental terasa tentu saja Men In Black. Dia punya potensi untuk menjadi paket bodoh yang menyenangkan, namun harus jatuh dan tidak bisa bangkit lagi setelah mengetahui ada tembok besar dalam bentuk perpaduan ide yang berat, serta script dan kreatifitas dangkal yang menghalanginya. Ya, ini variatif, namun tidak inovatif. Tersangka, pahlawan, aksi kejar-kejaran mobil, pertarungan jarak dekat, tentu adalah materi wajib dari tipe film seperti ini, namun celakanya tidak mampu dibungkus oleh Schwentke dengan materi yang mampu menjadi ciri dari mereka, karena materi variatif diatas tadi tidak punya power yang kuat.

Benar, banyak materi menyenangkan yang dimiliki oleh R.I.P.D., namun sulit untuk bertahan lama di ingatan anda. Penyebab utama berasal dari ketidak mampuan karakter menjadikan diri mereka berharga dimata anda. Ini dampak dari keputusan mereka yang mulai berhenti bercerita menjelang paruh kedua, semua menjadi hambar dan datar, bahkan tidak tampak motivasi dalam menghadapi ancaman yang sebenarnya berbahaya itu. Mencoba memecahkan misteri, namun tidak pandai memainkan tensi, hasilnya adalah petualangan basi. Mereka sepertinya mentok di ide, dan bingung ketika mencoba melangkah ke tahap selanjutnya, akhirnya pakai cara standard, yang celakanya di isi dengan materi-materi klasik yang dahulu pernah besar.

Dua aspek pendukung lainnya, komedi dan CGI, juga kurang memuaskan. Tidak hancur memang, namun kualitas kombinasi CGI dan 3D yang ia miliki terasa miskin, tidak tampak nyata, kumpulan makhluk jelek dikemas dalam kualitas yang sama jeleknya. Begitupula dengan komedi yang tidak kreatif, menggunakan satu warna dari awal hingga akhir, menghasilkan kinerja yang tidak lagi kuat setelah kehadirannya yang pertama, kerap kali berusaha terlalu kuat untuk tampil lucu.

Sayang memang, karena ia punya Ryan Reynolds yang menyenangkan ketika bermain dengan sarkasme, yang kali ini tampak sama kurang antusiasnya dengan petualangan yang akan ia lakukan. Begitupula dengan Jeff Bridges yang kurang beruntung karena diminta untuk menjadi sosok tough namun menjengkelkan, yang malah terasa dipaksakan. Scene stealer menjadi milik Mary-Louise Parker, dengan mimik wajah yang beberapa kali masih mampu menghadirkan awkward joke.


Overall, R.I.P.D. adalah film yang kurang memuaskan. Film ini hampir saja menjadikan saya menaikkan ekspektasi awal, ya, hampir. Awalnya menarik, sisanya di isi dengan kondisi dimana ia masih mampu menjadikan anda bertahan meskipun sudah mulai kehilangan arah dan membosankan. Hambar, datar, energi dari sosok dibalik layar seperti telah habis ketika membentuk konsep yang akan mereka tampilkan, dan tidak punya power lagi ketika masuk ke tahap eksekusi. Hancur? Tidak. Buruk? Ya. Disposable movie, forgettable.



0 komentar :

Post a Comment