02 September 2013

Movie Review: A Teacher (2013)


"If you don't want me to steal your heart, lock me up and keep us both apart."

Masalah adalah makanan bagi orang dewasa, sedangkan bersenang-senang adalah pekerjaan anak muda. Manusia terbagi dalam dua kelas, dewasa dan tidak dewasa, bukan dalam konteks dengan tolak ukur usia, namun lebih kepada bagaimana sistem yang mereka terapkan dalam menjalani serta membangun kehidupan. Pertanyaannya adalah dapatkah dua insan dengan sistem yang berbeda menjadi satu kesatuan yang utuh? A Teacher, impressive performance, efisien, efektif, terlalu singkat.

Diana Watts (Lindsay Burdge), wanita muda yang cantik, berprofesi sebagai guru yang memperoleh banyak cinta dari murid-muridnya karena kemampuan Diana dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang friendly dan menyenangkan. Namun celakanya keputusan Diana untuk tidak menciptakan tembok yang tinggi antara guru dan murid tersebut telah menciptakan celah yang memberikan kesempatan bagi muridnya untuk jauh lebih dekat lagi dengannya, yang ternyata dimanfaatkan oleh Eric Tull (Will Brittain) dengan jalur yang berbeda.

Tampan dan muda, Eric berhasil menarik atensi Diana, tidak hanya dalam hal akademis namun juga bergerak lebih jauh ketika mereka berada diluar lingkungan sekolah. Diana dan Eric menjalin hubungan awkward itu, relationship seorang guru dan murid, menikmati cinta mereka sembari terus bersembunyi dari publik. Benar, itu adalah ancaman paling besar, bagaimana jadinya jika hubungan “terlarang” itu tidak lagi menjadi rahasia. Anehnya cara mereka berbeda dalam menghadapi hal tersebut, yang kemudian menciptakan tekanan bagi Diana, antara tanggung jawab profesi dan nafsu duniawi.


Menggunakan kisah cinta terlarang yang dibangun dengan menaruh fokus utama pada salah satu karakter, A Teacher adalah sebuah presentasi yang sangat sederhana sebenarnya, tapi mampu menerjemahkan apa yang ingin ia sampaikan dengan tepat sasaran, tidak mau berlama-lama dengan banyak menampilkan materi basa-basi. Ada sebuah problem sederhana bagi dua karakter, diberikan kuantitas beban dan bahaya yang sama, namun punya kualitas yang berbeda, berjalan di jalur yang berbeda pula, menjadikan durasi 75 menit yang ia miliki sebagai sebuah petualangan singkat yang berisikan observasi padat dan menarik.

Yap, sangat suka pada cara Hannah Fidell membangun film ini. Fidell fokus pada misi utamanya, membangun cerita yang gelap berisikan hubungan asmara yang dalam, bukan untuk menjadikan anda mengerti pada kekuatan cinta dalam konteks positif, melainkan sebaliknya bagaimana jika kekuatan cinta yang terlalu besar kemudian menciptakan masalah yang dapat mengancam jiwa anda. Ada control, ada kenekatan dalam perjuangan, ada bahaya yang mengancam, di isi dengan dialog-dialog natural yang tidak dipaksakan, dibalut bersama beberapa materi canggung yang punya kekuatan cukup untuk menghantui dalam proses perenungan bagi penonton.

Salah satu pilihan tepat yang dilakukan oleh Fidell adalah bagaimana ia menggunakan sudut pandang karakter dewasa, memberikan ruang yang cukup leluasa bagi penonton untuk ikut mengamati Diana, berjalan bersama rasa takut dan cemas dari perbuatan yang ia tahu itu salah namun masih tetap ia lakukan, dibalut dengan ancaman dari akibat yang akan timbul dari perbuatannya itu, pekerjaannya, reputasinya sebagai guru favorit, hingga rasa malu terhadap keluarga, teman, dan rekan kerjanya sesama guru. Tidak tahu mengapa, konflik yang sempit itu justru punya daya cengkram yang kuat.

Sebenarnya keberhasilan film A Teacher tampil memikat lebih kepada faktor keberhasilan kedua aktornya menggambarkan permasalahan mereka, membawa penonton merasakan permainan emosi yang mereka alami, dan itu juga banyak terbantu sentuhan visual yang mumpuni, jogging yang intens ditemani pandangan kosong, dikombinasi dengan cinematography dan score sumbang yang menghantui. Namun jika menilik sisi script, film ini cukup lemah. Intimitas dari cinta dapat, namun power kecil, kurang berhasil dalam menggambarkan bagaimana sebenarnya kekuatan cinta yang terus berputar di pikiran Diana. A Teacher memilih untuk menggambarkan kondisi lewat permainan ekspresi wajah, menjadikan rasa sedih dan hancur itu tidak mencapai potensinya, yang sejujurnya dapat tampil jauh lebih besar dan dalam.

Untungnya Fidell punya dua pemeran utama yang mampu membentuk karakter mereka dengan baik, terlebih pada pada kemampuan dalam menarik atensi penonton. Brittain berhasil menjalankan tugasnya sebagai variabel pembantu, menciptakan warna cerah sebagai sarana untuk menjadikan kisah Diana terasa semakin gelap bagi penonton. Sedangkan Lindsay Burdge tampil impresif, mampu menjadikan kondisi hening dan tenang tidak pernah kehilangan sentuhan depresif, membentuk rasa cemas pada kasus yang ia alami untuk masuk kedalam pikiran penonton, bagaimana jika mereka menjadi Diana, bagaimana jika mereka mengalami hal yang sama.


Overall, A Teacher adalah film yang cukup memuaskan. Film ini sangat berhasil menggambarkan akibat dari keputusan untuk bermain-main dengan perasaan, dalam hal ini cinta, sebuah hubungan yang gantung, diselimuti dengan ketidakpastian dan rasa ragu. A Teacher adalah permainan cinta, kombinasi antara muda dan dewasa, berbasis studi karakter menggunakan hubungan yang kompleks dengan permasalahan moral, konflik emosional yang ciamik, tanpa unsur mellow yang mengganggu, efektif dan tepat sasaran. Segmented.



2 comments :