26 April 2021

Movie Review: Minari (2020)

“Getting hurt is all part of growing up.”

Pernikahan sebenarnya merupakan sebuah “perjudian”. Bukan dalam konotasi yang negatif tentunya melainkan sebagai bagian dari jenjang kehidupan baru kamu harus siap menerima suka dan duka yang akan muncul di dalam pernikahan itu. Seringkali tiap keputusan akan memberi dampak atau hasil yang tidak kamu harapkan, di sana kamu diuji untuk berjuang bersama tidak hanya buat kamu dan pasanganmu saja tapi juga buat orang-orang yang kamu sayangi, anak dan mungkin juga orangtua. Dengan sangat cantik hal tersebut diceritakan oleh film ini, merupakan film Korea terbaik yang rilis setelah Parasite’. ‘Minari’ : a beautiful, powerful and wonderful story.


Jacob Yi (Steven Yeun) bersama Istrinya yang bernama Monica Yi (Han Ye-ri) adalah pasangan yang merupakan bagian dari the Korean immigrant. Mereka memutuskan untuk pindah dari California ke Arkansas karena di area tersebut, lebih tepatnya di sebuah daerah pedesaan, Jacob ingin membuka usaha perkebunan tanaman Korea yang ia yakini dapat menghasilkan keuntungan besar. Meskipun memutuskan untuk mendukung keinginan suaminya tapi Monica tetap merasa khawatir karena ia yakin California merupakan tempat yang paling tepat bagi kondisi kesehatan anak mereka.

Namanya David (Alan Kim) dan selalu dilarang untuk berlari, ia juga bermain dengan pengawasan sang kakak, Anne (Noel Kate Cho). Insting Monica ternyata benar karena kemudian Jacob mulai bertemu dengan berbagai masalah, tidak heran jika berbagai perdebatan kerap terjadi. Jacob dan Monica memutuskan mengambil pekerjaan lain sehingga Monica meminta bantuan sang Ibu, Soon-ja (Youn Yuh-jung), untuk datang ke Amerika dan membantu menjaga Anne serta David ketika dia dan Jacob bekerja. Kehadiran Soon-ja tidak diterima dengan baik. Pada awalnya.

Meskipun lahir di Denver negara bagian Colorado serta tumbuh besar di Amerika Serikat namun Sutradara dan Screenwriter Lee Isaac Chung memiliki satu hal yang membuat banyak penonton jatuh hati pada film-film Korea, yakni sensitifitas yang terkandung di dalam materi cerita. Dari sisi konflik misalnya, yang coba dibangun oleh Lee Isaac Chung di sini sebenarnya bertumpu pada satu titik fokus yang simple, yakni nothing impossible. Sangat luas memang fokus tersebut tapi sepanjang durasi cerita kamu tidak dijejali dengan dramatisasi yang “menyeretmu” menuju ke sana. Yang hadir justru sebuah build up dengan menggunakan berbagai konflik klasik.


Salah satunya adalah pernikahan. Sejak awal mereka tiba di rumah baru penonton sudah dapat lihat dan rasakan bahwa ada pertentangan di antara Jacob Yi dan sang Istri Monica terhadap keputusan Jacob untuk meninggalkan California dan mencoba membangun usaha baru di rural area negara bagian Arkansas. Lee Isaac Chung coba gunakan gesekan antara Jacob dan Monica itu sebagai pusat lalu kemudian masuk berbagai masalah baru untuk membuat gesekan tadi menjadi semakin besar. Ibarat api yang berawal dari kecil lalu perlahan menjadi kobaran yang lebih besar, muncul Soon-ja yang membawa “perubahan” di kehidupan keluarga anak perempuannya itu.

Tidak melulu Soon-ja yang menjadi biang masalah karena di sekitar Jacob juga eksis berbagai rintangan yang menghalangi ambisinya. Tanpa perlu eksploitasi lebih jauh kamu dapat rasakan bagaimana keluarga kecil itu kesulitan untuk dapat “berlari” di tempat tinggal mereka yang baru, muncul perasaan tidak nyaman hingga berdampak pada rasa yakin akan dapat sukses, itu perlahan tergerus. Mereka adalah bumbu bagi narasi yang coba digiring oleh Lee Isaac Chung untuk membuatmu mempertanyakan arti dan makna dari sebuah pernikahan. Serta makna dari hidup dalam cakupan yang lebih luas lagi, melihat manusia masuk ke dalam masalah dan mengamati bagaimana mereka berhadapan serta mengatasi masalah tersebut.


Sosok Jacob adalah perwujudan nyata dari seorang pria yang telah menjadi kepala rumah tangga, dirinya punya ambisi yang besar untuk menunjukkan kapabilitasnya sebagai seorang suami serta ayah. Ada ego yang sulit untuk ditaklukkan oleh Jacob, dia seperti Aries yang pemberani, senang bertualang dan melakukan perubahan, menggunakan kreatifitasnya namun cenderung agresif. Tapi di sisi lain ada Monica, si Taurus yang sama keras kepala dan ambisiusnya dengan Aries namun merupakan sosok yang setia dan logis. Sikap Monica sebagai seorang Istri adalah benar, lebih menginginkan kondisi yang stabil. Komitmen dan ego bertarung di antara mereka dan sudah lebih dari cukup untuk mewakili “perjudian” dari pernikahan tadi.

Kondisi itu yang membuat karakter Soon-ja terasa sangat berkesan, karena ia tidak hanya sekedar membuat hidup anak, menantu, dan cucunya “berubah” ke arah yang lebih positif saja namun juga hadir sebagai “keajaiban” yang sebenarnya harus tiap manusia percayai dapat terjadi di dalam hidup mereka. Soon-ja seperti perpanjangan tangan dari Tuhan untuk “mengarahkan” Jacob, Monica, dan anak mereka bertemu dengan kehidupan yang lebih baik serta lebih stabil lagi. Berulang kali kita melihat usaha kebun yang digarap Jacob bertemu masalah dan ternyata bukan itu jalan yang harus Jacob ambil. Monica yakin California tempat yang lebih baik untuk kesehatan David, tapi ternyata itu juga jalan yang tidak tepat.


Tampil implisit memang namun ada punch yang tidak hanya sekedar terasa kuat tapi juga hadir dengan sensitifitas yang terasa cantik. ‘Minari’ tampak seperti sebuah drama tentang para pendatang yang berjuang di tempat yang baru tapi di dalamnya terkandung drama yang jauh lebih kompleks, yakni perjuangan manusia untuk tidak pernah berhenti berusaha dan berhenti percaya. Contohnya pada karakter Paul (Will Patton), dia punya beberapa “hal” unik yang membuat orang lain menilainya aneh, bahkan juga menertawakannya. Tapi coba lihat bagaimana peran Paul terhadap keluarga Jacob, ia memiliki fungsi yang sama seperti karakter Soon-ja.

Hal-hal semacam itu yang membuat saya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepada saat selesai menonton film ini, karena Lee Isaac Chung telah “menampar” para penontonnya pada pentingnya faith sebagai tandem kerasnya usaha kamu untuk dapat sukses dan bahagia. Apalagi di kondisi yang serba sulit seperti sekarang ini di mana banyak manusia yang mungkin semakin mudah menyerah pada ambisi dan mimpi mereka, coba lihat Jacob dan Monica, meskipun memang muncul dengan cara yang unik tapi ada saja “keajaiban” yang hadir di dalam pernikahan mereka yang sedang bergejolak dan menunjukkan jalan yang lebih tepat untuk meraih apa yang mereka inginkan, an American dream.


Pencapaian manis tadi tidak hanya berkat script yang cantik saja tapi juga disokong kinerja akting yang sukses membuat tiap karakter menjadi subjek yang menarik untuk diamati. Bersama kualitas elemen teknis seperti cinematography yang cantik serta editing dan score yang lembut serta manis, para aktor adalah nyawa yang kuat bagi cerita. Steven Yeun membuktikan akting ciamiknya di ‘Burning’ bukan sebuah kebetulan belaka, sedangkan Han Ye-ri membuka pintu semakin lebar agar dunia tahu banyak aktor muda Korea yang bertalenta, seperti Alan Kim misalnya. Bintang paling terang tentu saja Youn Yuh-jung, she has a really really tremendous screen presence dan itu penjelasan yang lebih dari cukup terhadap performanya di sini.

Overall, ‘Minari’ adalah film yang sangat memuaskan. Ini merupakan sebuah drama konvensional yang ditata dan dikemas dengan komposisi yang terasa tepat di setiap bagian. Lee Isaac Chung punya “sihir” yang mampu membuat perjuangan keluarga pendatang ini menjadi sebuah alarm terhadap pentingnya faith dalam proses “bertumbuh” sebagai seorang manusia, because getting hurt is all part of growing up. Tampil sederhana dengan sensitifitas yang luar biasa, ‘Minari’ is truly the best, anyone can enjoy it and be healthy. It even can be medicine if you are "sick". Minari is wonderful, wonderful!








1 comment :

  1. “It's better to see it than to have it hide. Things that hide are more dangerous and scary.”

    ReplyDelete