31 December 2021

Movie Review: Spider-Man: No Way Home (2021)

“And with great power, there must also come great responsibility.”

Sudah siap bertemu lebih banyak “Spider-Man” di masa depan? Setelah lima tahun ditangani Sam Raimi dan Sony bangun ulang kembali di bawah kendali Marc Webb, tahun 2017 yang lalu karakter Spider-Man menemukan rumah barunya setelah resmi masuk ke Marvel Cinematic Universe. Tugasnya langsung berat, ikut bertarung di ‘Infinity War’ dan ‘Endgame’ lalu kembali bersama Fury tahun 2018. Menariknya di sisi lain Sony's Spider-Man Universe (SSU) juga sedang dibangun, sudah ada dua film ‘Venom’ yang akan disusul ‘Morbius’ dan ‘Kraven the Hunter.’ And let’s not forget about ‘Spider-Man: Into the Spider-Verse’, film animasi cantik yang membuktikan ide multiverse connecting multiple universes itu adalah intan yang berpotensi menjadi berlian. ‘Spider-Man: No Way Home’: Marvel's best deluxe package.


Setelah identitasnya terbongkar, di tahun 2024 Peter Parker (Tom Holland) tidak hanya harus berurusan dengan hiruk pikuk publisitas saja namun juga konsekuensi hukum yang serius, seperti yang berasal dari the executive reporter dari website berita TheDailyBugle.net, J. Jonah Jameson (J. K. Simmons) yang menganggap bahwa Spider-Man bukan seorang pahlawan melainkan teroris. Semua tampak dapat Peter tangani hingga kabar terkait identitas aslinya merugikan Ned Leeds (Jacob Batalon) dan kekasihnya Michelle "MJ" Jones-Watson (Zendaya), ditolak MIT akibat hubungan dekat mereka dengan Spider-Man.

Peter mencoba meminta bantuan Doctor Strange (Benedict Cumberbatch) untuk membatalkan kejadian beberapa hari terakhir yang mustahil untuk dilakukan karena Dr. Strange tidak lagi memiliki Infinity Time Stone, namun ia dapat membuat seluruh dunia lupa pada sosok di balik topeng dan pakaian Spider-Man. Tapi di sisi lain Peter tidak ingin orang-orang yang ia sayang melupakannya sebagai Spider-Man, berbagai permintaan perubahan terjadi sehingga membuat sihir dari Dr. Strange menjadi berantakan. Hal tersebut memaksa Peter harus berhadapan dengan penjahat Spider-Man dari dimensi lain.

Tidak bisa dipungkiri bahwa ‘Avengers: Endgame’ telah meninggalkan “bekas” bagi Marvel Cinematic Universe, bukan hanya lewat kejutan kematian beberapa karakter saja namun juga sebagai sebuah pertunjukkan kekuatan hasil dari usaha yang telah Marvel bangun di 20 buah film blockbuster sebelumnya, final battle megah berisikan suka dan duka penuh dengan karakter ikonik di dalamnya. Beberapa pertanyaan lalu muncul salah satunya strategi apa yang akan coba diterapkan Marvel selanjutnya? Di film ketiga Spider-Man yang mereka tangani Sutradara Jon Watts dan mastermind Marvel, Kevin Feige, membawa MCU menembus batasan yang telah Marvel ciptakan sebelumnya, menerapkan crossover-style film dengan mendaur ulang konsep sukses yang dipresentasikan oleh film animasi ‘Spider-Man: Into the Spider-Verse.’


Saya tidak mau menyebut script yang ditulis oleh Chris McKenna dan Erik Sommers merevolusi genre film superhero, ‘Spider-Man: Into the Spider-Verse’ membuktikan the concept of the multiverse looks promising dan dipoles oleh ‘WandaVision’ tapi di tangan Jon Watts film ini sukses membuka pintu semakin lebar bagi genre masuk ke babak baru, sebuah dunia yang membuat film-film pahlawan berkekuatan super jadi semakin terasa excited untuk dinantikan. Keputusan bermain meta-narrative merupakan alasan utama mengapa ‘Spider-Man: No Way Home’ berhasil menjadi salah satu yang paling menghibur di seluruh MCU so far, Jon Watts seperti mendapat ruang yang leluasa mengembangkan kelanjutan film kedua dan memungkinkan karakter dari alternate realities masuk ke dalam dunia utama berbekal karakterisasi yang menawan.

Alhasil ‘Spider-Man: No Way Home’ bermain seperti screwball, burst in with a stress at the start and have a lot of contagious fun with it. Ada banyak aspek yang bekerja sangat baik, salah satunya tentu karakterisasi dan development yang dikendalikan Jon Watts serta dibentuk secara ciamik oleh para aktornya. Langsung menyambung cerita dari ‘Spider-Man: Far From Home’ peristiwa yang terjadi satu tahun pasca Endgame ini membuat saya merasa terikat sejak awal, feels remain invested berkat pesona dari tiap karakter. Di film ketiganya memerankan superhero yang punya basis fans besar ini Tom Holland menampilkan emosi yang variatif bagi Peter Parker dan Spider-Man, dan jika ini memang the final film under his contract Tom Holland telah menyajikan sebuah ending yang manis. Begitupun Zendaya yang menyuntikkan hati serta kehangatan, memenangkan hati tiap kali karakternya muncul di layar.


‘Spider-Man: No Way Home’ terasa unik dan memenangkan hati para penonton lewat karakter, tidak hanya Ned Leeds, Happy, serta kejutan dari Aunt May dan kontribusi Dr. Stephen Strange terhadap eksposisi cerita saja namun juga dari beberapa kejutan yang mungkin sudah beberapa penonton antisipasi dari berbagai isu yang muncul sebelumnya. Kamu dibuat merasa semakin dekat dengan karakter yang telah hadir di ‘Homecoming’ dan ‘Far From Home’ tapi sulit untuk menampik bahwa munculnya karakter yang telah “diantisipasi” menyuntikkan nafas dan energi yang sangat besar bagi cerita. Termasuk emosi, semacam sebuah rasa bahagia bertemu kembali dengan sosok yang dahulu kamu kenal, sebuah alumni meeting yang “memaksa” penonton mengingat kembali kenangan mereka pada karakter Spider-Man, menyatukan semua yang pernah Spider-Man lakukan selama dua dekade terakhir ini. And on.

Konsep the multiverse dipakai dan dikembangkan sangat baik, tidak hanya sekedar membantu mengurai opsi kelanjutan cerita di MCU saja tapi a whole new depth bagi kisah Spider-Man di MCU. Menariknya hal tersebut terjadi dari kasus konfrontasi masa lalu dengan kehidupan saat ini Peter Parker dan ditemani beberapa pertanyaan moral yang terasa sederhana tapi kuat. Jon Watts hits humor and emotional weight, keduanya tampil seimbang dan menghasilkan sesuatu yang menarik about these superhumans, lebih dari misi menyelamatkan dunia. A bit gloomy with a furious intensity Spider-Man still the amazing and friendly spider in the neighborhood, tapi  saya jamin kamu akan menemukan salah satu momen paling tragis di MCU setelah perpisahan Iron Man itu. Hal tersebut karena film ini sedari awal was treated as "the end of a franchise" sehingga ada konsekuensi besar di dalam cerita. Dan emosi.


Keseimbangan itu yang ditata dengan sangat baik oleh Jon Watts, mengeksploitasi sisi fun memakai adegan action dan menstimulasi imajinasi penontonnya serta sisi lain cerita dengan tone lebih dark, lalu mengisinya dengan momen heart-touching dengan kandungan emosi yang manis. Ada proses perkenalan di sana yang lantas diurai serta dirajut dengan baik, dari konflik identitas Peter Parker yang kemudian berkembang menjadi yang lebih rumit. Tapi kerumitan yang tersaji terasa fun to follow, the insights tidak seperti tiba-tiba muncul jatuh dari langit melainkan melalui eksposisi sebab akibat yang mudah dipahami bahkan untuk para penonton yang sebelumnya tidak mengenal beberapa “karakter klasik” itu akan terasa mudah untuk membangun koneksi dengan permasalahan di dalam cerita yang bermain-bermain antardimensi itu.

Pasti akan ada beberapa yang merasa kurang puas dengan treatment yang diberikan pada “mereka yang kembali” terutama mereka yang tahu akan isu di awal dan lantas menaruh ekspektasi karakter-karakter tersebut akan mendapat porsi besar. Hal itu tidak terjadi tapi justru limit yang diberikan oleh Jon Watts pada mereka membuat semuanya berjalan dengan sangat baik. Marvel tentu saja jelas mencoba mendorong faktor nostalgia tapi tidak serta merta mengorbankan misi lain yang ditaruh di sini. Jon Watts handal, menggabungkan teman dan musuh through the humanization dan membentuk pesona karakter, konflik, stake, dan emosi agar tidak overdo tapi juga tidak terasa dangkal, menaruh the heart of young people yang mencoba menemukan jalan yang tepat dengan bantuan old heroes and villains.


Proses pencarian itu memang meninggalkan pertanyaan tapi setelah memberi babak baru bagi ‘Black Widow’ dan memperkenalkan beberapa karakter baru, di sini Marvel berhasil memantik excitement bagi Phase Four Cinematic Universe mereka, berkedip licik dan berbisik “all of this is just the beginning” kepada penontonnya. Tentu saja terlepas dari masa depan Spider-Man di MCU yang bagi saya telah berada di puncak lewat kemunculan kenangan itu yang wonderfully fit with their iconic roles. Sudah lama saya tidak menonton film superhero yang mampu membuat saya menyilangkan jari karena hanyut di dalam excitement yang disajikan narasi, dan sudah lama pula rasanya tidak ikut tenggelam bersama penonton lain di dalam tawa ketika lelucon itu muncul, berkata “wow” ketika adegan action tampil, dan terdiam sunyi bersama emosi. Sungguh film yang tidak sangat layak ditonton sendirian.

Overall, ‘Spider-Man: No Way Home’ adalah film yang sangat memuaskan. With great power comes great responsibility, Jon Watts dapat kesempatan besar dan ia pakai untuk menunjukkan seperti apa naratif yang menyenangkan bagi para superhero di MCU, a “screwy” meta-pleasure yang lousy, playful, soulful, and always surprising. Terutama pada kombinasi antara humor, action, dan emosi yang saling padu dalam memberi a whole new depth bagi karakter dan cerita MCU, tidak hanya sekedar bertumpu pada nostalgia saja tapi juga menggunakan sensitivity untuk menciptakan pondasi dan menyelesaikan berbagai masalah “Spider-Man” yang selama ini belum tuntas. One of the most emotional film Marvel has ever produced, it's in the same class as Nolan's ‘The Dark Knight’, so sit back and let yourselves be swung by this deluxe package.





1 comment :

  1. “If you expect disappointment, then you can never really get disappointed.”

    ReplyDelete