11 October 2021

Movie Review: Whispering Corridors 6: The Humming (2021)

“There’s a kid that keeps following me. She only has one shoe on.”

Sebuah tempat akan dianggap angker ketika di sana pernah terjadi sebuah peristiwa yang merenggut nyawa manusia, apalagi jika peristiwa tersebut terjadi secara tragis maka semakin mudah beranggapan ada arwah makhluk halus di tempat tersebut yang masih gentayangan. Itu salah satu premis klasik genre film horror yang sangat mudah ditemukan dan telah menjadi basis utama Whispering Corridors film series sejak film pertamanya di tahun 1998. Setelah 12 tahun tertidur film keenam di film series itu rilis dan kembali mencoba menggunakan premis yang serupa. ‘Whispering Corridors 6: The Humming’ : a tangled horror.


Seperti ada yang memanggil wanita bernama No Eun-hee (Kim Seo-hyung) untuk kembali ke sekolahnya dahulu dan mengisi posisi wakil kepala sekolah, keputusan yang dipertanyakan oleh saudara laki-lakinya. Ada kenangan manis bagi Eun-hee di sekolah itu terutama saat ia bersahabat dengan Jae Yeon (Bibi) yang tanggal lahirnya sama dengan Eun-hee. Namun tidak hanya kenangan manis saja yang membekas tapi juga memori kelam yang masih menggelayuti pikiran Eun-hee hingga kini, sebuah tragedi yang ternyata menjadi sumber berbagai kejadian aneh yang terjadi saat ini.

Kejadian aneh itu menimpa siswi bernama Kim Ha-young (Kim Hyun-soo), berjiwa pemberontak dan kerap mencoba memancing amarah salah satu guru pria. Ha-young adalah korban bullying dan suatu ketika ia pergi ke sebuah kamar mandi yang telah ditutup dengan lemari aksesnya, di sana ia mendengar bisikan suara dari sosok yang ia yakini adalah hantu. Ha-young yakin bisikan yang ternyata telah menjadi misteri belum terpecahkan di sekolahnya itu punya kaitan dengan masa lalu Eun-hee, tapi celakanya ketika mengetahui hal tersebut Eun-hee mulai menderita halusinasi.  

Sutradara dan Screenwriter Lee Mi-young tidak mengulur waktu untuk membuat para penontonnya langsung masuk ke dalam “area berbahaya” itu, kembali dalam bentuk sebuah sekolah yang menyimpan misteri menakutkan. Salah satu clue yang hadir secara verbal adalah lewat ucapan kepala sekolah yang memperingatkan No Eun-hee bahwa kelak jangan menyesali keputusannya menawarkan diri mengisi posisi vice principal, namun di samping itu tersebar begitu banyak scene yang fungsinya untuk membangun serta mempertebal kesan mistis yang tersimpan di salah satu sudut sekolah itu, dari loker hingga seorang siswi yang berdiri di tengah lapangan padahal saat itu hujan deras dan bukan jam istirahat.


Di sini jump scare yang digunakan sangat klasik, semua telah di setting agar di tiap scene ada ruang bagi makhluk misterius itu untuk tampil meskipun hanya sekelibat saja. Contohnya seperti yang terjadi di perpustakaan itu, berawal dari aksi iseng lalu tiba-tiba lampu dipadamkan, tepat di momen itu melintas sosok wanita mengenakan baju putih di belakang seorang siswi. Rasa penasaran penonton terwakili oleh siswi tersebut, mencoba mencari tahu hingga pada akhirnya sebuah buku jatuh dan tiba-tiba sebuah stroller buku bergerak tanpa didorong. Hal-hal seperti itu mewarnai plot yang sejak awal sebenarnya terasa lemah, bahkan terasa kurang menarik di awal tapi justru dibiarkan saja oleh Lee Mi-young.

Itu karena fokusnya memang terkunci pada misteri utama, menggunakan karakter No Eun-hee dan Kim Ha-young sebagai pion, satunya seperti sosok yang tidak asing di daerah tersebut sedangkan satunya lagi merupakan wanita muda yang terbakar api amarah dan siap meledak. Lee Mi-young terus memainkan vibe ganjil dari satu ruangan storage yang dapat diakses melalui lemari itu, dia juga berusaha menjaga agar Eun-hee seperti mencoba misteri itu tetap menjadi misteri, seorang siswi yang memintanya untuk membuka investigasi atas kematian seorang siswi yang membuat sekolah jadi angker ditolak oleh Eun-hee. Sampai di titik ini semuanya belum jelas.


Hingga pada akhirnya narasi tiba di titik di mana Lee Mi-young hendak mengurai misteri penuh kesan ganjil yang ia tebar sejak awal. Dan di sana saya tersenyum saat teringat bagaimana sebuah horror dapat bekerja dengan baik, tentu saja ada banyak faktor salah satunya pondasi utama yang kuat. Niat Lee Mi-young sebenarnya bagus dengan melempar berbagai konflik yang memiliki keterkaitan satu sama lain namun sayangnya dia tidak membangun koneksi yang baik antar bagian plot. Dampaknya tidak ada konflik yang kuat di pusat, pesona juga terpecah belah, tidak heran narasi terasa jumpy akibat upaya Lee Mi-young melakukan tambal sulam agar kesan ganjil tetap terjaga, teror dari horror terus eksis, mempertahankan suasana mencekam.

Jump scare cukup banyak kuantitasnya dan di bagian awal terhitung berfungsi baik pula dalam menggedor jantung penonton dengan menggunakan sistem kejutan, tapi ketika semuanya menjadi repetitif tidak ada elemen lain yang mampu menyokong untuk menjadi spotlight pada cerita. Door knob jadi semacam alat menakut-nakuti dan itu di beberapa momen mampu menghadirkan kejutan, sedangkan penggunaan suara yang ditemani score berjuang keras mempertahankan nafas horor di dalam cerita. Elemen teknis benar-benar berusaha keras mempertahankan atensi penonton karena keterbatasan kualitas yang dimiliki cerita, baik itu dari script dan eksekusi.


Yang kurang di sini adalah penataan lebih teratur terhadap masing-masing bagian cerita, sabar membangun momentum ketimbang mencoba bergerak cepat tapi justru membuat semuanya saling tumpang tindih dan kusut. Konklusinya sendiri mencoba mendorong kejutan lain lewat mental health namun terasa kurang mengigit karena sejak awal elemen supernatural tidak pernah terbentuk dengan baik. Sama seperti urban legends itu, kita tahu maksudnya untuk apa namun tidak pernah menjadi satu momok yang menakutkan. Lee Mi-young terus mengandalkan jump scare membatasi ruang bagi karakter untuk menarik penonton tenggelam di dalam rasa takut yang mereka alami, kesempatan aktor seperti Kim Seo hyung dan Kim Hyun-soo terbatasi.

Overall, ‘Whispering Corridors 6: The Humming (여고괴담 여섯번째 이야기: 모교) adalah film yang kurang memuaskan. Film keenam dari Whispering Corridors film series ini semakin meneruskan laju degradasi kualitas yang dimiliki tiap film sejak film pertama yang punya kualitas memikat itu. Tidak ada yang salah dengan setting cerita urban legends di dalam sebuah sekolah yang menjadi basis utama cerita, tapi sayangnya sejak awal yang cukup oke narasi berkembang menjadi sebuah tumpukan masalah yang bermasalah, kehilangan daya tariknya ketika jump scare mulai terasa repetitif dan tidak disokong oleh ekposisi cerita yang kualitasnya medioker. Padahal trailer-nya lumayan. Ini kusut.







1 comment :