12 June 2021

Movie Review: Wrath of Man (2021)

“Kill or be killed.”

Yang harus dilakukan jika punya Jason Statham sebagai cast? Memberinya karakter dengan pesona dark and cool. Ia memang tidak punya fisik seperti Dwayne Johnson tapi pesona pria yang mencuri perhatian lewat film ‘Snatch’ dan kemudian meraih atensi lebih luas lewat film ‘The Transporter’ dan ‘The Italian Job’ itu selalu mampu membuat penonton yakin bahwa karakternya akan “menghabisi” semua rintangan yang mencoba menghadangnya. Guy Ritchie seperti rindu akan hal itu dan dengan menggunakan playbook miliknya memberi Jason Statham “ruang” untuk beraksi. Apakah itu saja cukup? ‘Wrath of Man’ : action thriller film directed by Guy Ritchie.


Sebuah kendaraan lapis baja melintasi pintu keluar dari headquarter Fortico Security dengan membawa uang dalam jumlah besar. Namun tidak jauh dari pintu tersebut kendaraan tersebut dihadang oleh sekelompok bersenjata yang menyamar sebagai pekerja konstruksi. Fortico kemudian mencoba berbenah diri dan seolah mendapat jackpot mereka menemukan “jagoan” baru di dalam diri Patrick Hill (Jason Statham). Pria yang kemudian diberi nickname “H” oleh Haiden "Bullet" Blaire (Holt McCallany) itu memang tampak clumsy meskipun punya referensi dari Orange Delta Security.

Semua berubah ketika satu aksi perampokan kembali terjadi. Aksi tersebut berhasil digagalkan oleh Hill dengan style yang mengagumkan dan membuatnya disegani oleh seisi Fortico Security. Sebuah rencana perampokan ternyata sedang disusun, sekelompok mantan anggota militer yang dipimpin oleh Jackson (Jeffrey Donovan) berencana untuk melakukan sebuah aksi besar ketimbang hanya sekedar merampok kendaraan Fortico di perjalanan. Celakanya mereka harus berurusan dengan Hill yang ternyata memiliki “kekuatan” yang tidak boleh dianggap sepele.  

Bersama dengan Ivan Atkinson dan Marn Davies, Sutradara Guy Ritchie membentuk script dengan kerangka bercerita yang memiliki konsep oke, terhadap cerita yang diadaptasi dari film ‘Cash Truck’ karya Nicolas Boukhrief. Yang saya maksud di sini bukan komparasi antara kedua film namun bagaimana Guy Ritchie menggunakan senjata utamanya. Jason Statham merupakan wajah utama film ini sejak awal dan itu digunakan dengan sangat baik di babak awal, mendorong karakter “H” itu sebagai seseorang bertampang dingin nan misterius. Begitupula ketika proses perkenalan karakter tiba, dengan cepat sosok Hill langsung menebar pesona “tangguh” yang hendak dijual sejak awal.

 

Patut disorot pula bagaimana score gubahan Chris Benstead berperan penting pada intensitas narasi saat bercerita, sejak awal langsung membentuk atmosfir mencekam yang menarik seolah akan terjadi sesuatu yang buruk setelah bencana di awal itu. Satu hal yang menarik di sini Hill seperti ditempatkan sebagai seorang kompeten yang sedang tidak berada di titik atau performa terbaiknya. Ada sejarah atau latar belakang yang diselipkan, mencoba menggiring opini penonton bahwa Hill adalah sosok yang dapat “diandalkan” ketika berurusan dengan keamanan, tapi ada sedikit sentuhan clumsy pada saat test yang membuat rasa ragu itu muncul.

Kentara sekali ada upaya membuat Patrick Hill tidak terlihat terlalu sempurna serta menginjeksi rasa greget pada potensi munculnya kegagalan. Garis pembatas antara antagonist dan protagonist terasa samar, Hill memiliki latar belakang masa lalu yang masuk kategori “kotor” dan di sini ia ditempatkan di posisi ingin memberi pelajaran bagi orang yang telah menyakitinya. Celakanya orang-orang tersebut tadi juga masuk di kategori “kotor” seperti Hill. Alhasil kenikmatan saat mengamati Hill memegang kendali narasi terhenti demi menyediakan ruang bagi konflik lain yang ternyata tidak kecil, sebuah proses revelation tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik cerita yang sudah terlebih dahulu mencuri perhatian penonton dengan baik. 

 

Dan saya kurang suka bagian revelation tersebut, kompak terasa kurang kuat. Latar belakang masalah coba diurai di sana tapi sayangnya narasi kehilangan pesona kuat seperti yang telah disajikan di awal. Karakter Hill yang awalnya sangat mendominasi dengan pesonanya yang dingin itu mundur satu langkah, mempersilahkan beberapa karakter lain yang memiliki “koneksi” dengan dirinya maju untuk memberi tahu kepada penonton apa yang sebenarnya terjadi serta apa yang mungkin akan terjadi. Cukup berhasil mengembangkan cerita dan mengurai konflik tapi sayangnya tidak hadir dalam kualitas yang memikat, saya kehilangan rasa penasaran di bagian ini.

Masalahnya ada pada pacing narasi, seolah tidak ingin menghabiskan banyak waktu narasi terus menggeber konflik dan karakter yang terasa belum matang dan hanya tampil seperti potongan. Nyawa caper sangat kental di sana dan sayangnya terasa terlalu biasa saat menggambarkan proses menyusun rencana hingga eksekusi, tidak ada punch yang kuat di sana. Untung saja itu terbantu oleh action sequences yang berhasil tampil menghibur dengan baik di samping eksposisi cerita yang terasa tipis itu, Guy Ritchie kembali menyajikan ciri khas miliknya di sektor ini dengan baik serta untuk mempertahankan nyawa dan mendorong cerita ke garis finish.

 

Ada upaya membuat semuanya tampak dark and cool, playbook milik Guy Ritchie yang memang membutuhkan kesabaran karena mencoba membangun momentum secara perlahan untuk kemudian menghujam dengan punch kuat. Pola itu berhasil tampil baik tapi hasil akhir terasa kurang maksimal, kilas balik oke tapi tidak terasa compact. Biasanya Guy Ritchie juga mampu membuat banyak karakter yang ia punya bersinar tapi di sini hanya Jason Statham yang meninggalkan kesan memorable, dan itu miris karena di bagian tengah ia justru bertukar posisi dengan karakter seperti Jackson dan Jan yang well, eksistensinya hanya sebatas fungsional saja.

Overall, ‘Wrath of Man’ adalah film yang cukup memuaskan. Konsep kill or be killed itu berhasil ditampilkan dengan baik oleh Guy Ritchie lewat presentasi yang masih serupa dengan playbook miliknya. Underworld, kriminal dengan rencana, lalu narasi bermain bersama kilas balik serta tampil dengan pace yang perlahan, dan itu semua ditutup dengan menggunakan action sequences yang mencoba menghadirkan punch kuat ke hadapan penontonnya. Berhasilkah? Ya, berhasil, tapi sayangnya hadir dalam kualitas yang tidak terlalu kuat, tidak seperti pesona Patrick "H" Hill yang dibentuk Jason Statham juga dengan menggunakan playbook miliknya. Let the painter paint.








1 comment :