23 April 2021

Movie Review: Mank (2020)

“This is a business where the buyer gets nothing for his money but a memory.”

Sebuah film hitam putih yang berkisah tentang proses pembuatan film Hollywood dengan setting tahun 1940-an? Well, adalah sesuatu yang wajar jika banyak dari penonton yang merasa “kurang tertarik” dengan film ini, sekalipun berkisah tentang proses dibalik terbentuknya script film Citizen Kane (1941), salah satu film yang sering mengisi baris atas “best film of all time” di berbagai survey dan list. Tapi ada nama David Fincher sebagai Sutradara, mastermind di balik ‘The Social Network’ dan ‘Gone Girl’ yang, fun fact, tidak pernah menulis screenplay film yang ia sutradarai. ‘Mank’ : a good story of a very good story.


Orson Welles (Tom Burke) diberi kebebasan oleh RKO Pictures untuk “menyusun” project film yang ia inginkan dan dalam proses penulisan script Welles merekrut Herman J. Mankiewicz (Gary Oldman). Pria dengan nama panggilan Mank itu sedang dirawat, ia mengalami patah kaki akibat kecelakaan mobil. Mank kemudian menulis naskah bagi project Welles tersebut, ia mendikte dan sekretarisnya Rita Alexander (Lily Collins) yang menulis. Rita sendiri merasa bahwa ada kesamaan antara main character di dalam cerita yang sedang disusun itu dengan sosok di kehidupan nyata bernama William Randolph Hearst (Charles Dance), businessman kaya raya.

Mank memiliki koneksi dengan William berkat bantuan Marion Davies (Amanda Seyfried), seorang aktris yang disebut merupakan kekasih William. Mank kembali bertemu Wiiliam ketika di tahun 1933 bersama istrinya Sara (Tuppence Middleton) ia diundang ke acara ulang tahun Louis B. Mayer (Arliss Howard). Dari sana Mank menyusun cerita dengan William sebagai pusat, script yang diragukan banyak orang dapat selesai tepat waktu, seperti Produser John Houseman (Sam Troughton) yang cemas dengan style nonlinear Mank, serta adiknya Joseph L. Mankiewicz (Tom Pelphrey) yang takut William akan tersinggung dengan cerita yang ditulis oleh Mank.

‘Mank’ merupakan film yang unik karena ini sangat sangat segmented. Mengapa bisa demikian? Karena screenplay yang ditulis oleh Jack Fincher, mendiang Ayah dari Sutradara David Fincher, menaruh fokus pada proses penulisan cerita bagi film ‘Citizen Kane’, merupakan salah satu film yang sering mendominasi posisi atas pada berbagai daftar film terbaik sepanjang masa. Apa ‘Citizen Kane’ memang “sebagus” itu? Well, itu juga segmented mengingat meskipun memiliki kualitas teknis yang menawan serta storytelling yang powerful dan exciting, kala itu ‘Citizen Kane’ justru kalah dari ‘How Green Was My Valley’ di 14th Academy Awards kategori film terbaik.


Itu yang lantas membuat ‘Mank’ terasa menarik karena sebagai penonton kamu coba dibawa menyaksikan perspektif dari penulis cerita film ‘Citizen Kane’, bagaimana pondasi bagi presentasi yang menawan itu lahir. Di sini David Fincher menunjukkan keahliannya, ia paham pada komposisi script yang ia punya dan kemudian menata agar narasi yang berjalan non-linear itu punya pesona kuat dengan kesan misterius yang kental. Sebagai penonton yang telah menyaksikan ‘Citizen Kane’ rasa ingin tahu saya terhadap proses penulisan script itu tumbuh konstan dari awal hingga akhir, ada runtutan yang menarik untuk diikuti terutama pada sosok Mank itu sendiri.

Alhasil penonton punya dua hal menarik untuk diamati yakni karakter Mank serta proses penulisan script itu sendiri. Yang coba dijual oleh David Fincher di sini ialah semangat yang dimiliki oleh Mank pada proses tersebut, bagaimana Mank bertarung melawan berbagai “rintangan” sembari mengatasi berbagai kekecewaannya terhadap Hollywood yang dapat kamu rasakan tumbuh perlahan. Proses kreatif di balik film ‘Citizen Kane’ tidak melulu mendominasi, ada proses lainnya berupa examination terhadap industri perfilman itu sendiri. Untuk ini penonton memang dituntut sabar dalam mengikuti narasi yang mengalir dengan baik itu. Harus sangat sabar malah.


Lantas bagaimana bagi yang belum pernah menyaksikan ‘Citizen Kane’ sebelumnya? You’ll be bored. Ya, kamu akan mudah merasa bosan. Dari karakter sendiri, David Fincher mengarahkan dengan baik para aktor yang ia punya, mereka selalu mampu menarik atensi penonton yang mungkin di beberapa momen akan kehilangan fokus karena narasi yang memang bergerak dengan pace lambat. Amanda Seyfried dan Lily Collins tampil cantik baik itu dari segi penampilan serta saat menjalankan peran karakter mereka, sedang Charles Dance memikat sebagai Hearst. Bintang utamanya Gary Oldman dan ia sangat sukses menyeimbangkan sisi ringan dan dark dari Mank.

Permasalahannya adalah pola yang dipilih oleh David Fincher membuat ia tampak seolah fokus memoles karakter, bukan cerita. Narasinya tidak buruk, mengalir baik malah and not hard to follow, tapi eksposisi yang dibentuk script lebih sering terasa seperti menunjukkan saja tanpa berusaha “menjelaskan” lebih dalam atau detail. Itu mengapa yang belum pernah menonton ‘Citizen Kane’ mudah untuk “hilang” ketika mengikuti Mank berputar-putar menyusun script, perjalanan yang disamping kurang mampu menyajikan pertunjukkan emosi dengan punch yang sangat kuat namun juga kurang mampu membuat cerita terasa engrossing in a powerfully irresistible way. Just compelling.


Bagus, tapi untuk standard film-nya David Fincher ini terasa biasa saja. Sepanjang film saya justru kerap lebih sering tertarik menikmati visualisasi yang disajikan oleh tim teknis, dari design dengan detail klasik yang sangat impresif, costum design juga sama manisnya, hingga score dari Trent Reznor dan Atticus Ross yang memberikan suntikan nyawa di banyak momen pada cerita. Yang tidak kalah mencuri perhatian adalah cinematography arahan Erik Messerschmidt yang banyak mengingatkan saya pada bagaimana cara ‘Citizen Kane’ dalam “memprovokasi” cerita lewat sajian visual yang menawan. Fincher menata dengan baik elemen ini, salah satu pertunjukkan visual paling menyenangkan tahun lalu.

Overall, ‘Mank’ adalah film yang memuaskan. Diperuntukkan bagi mereka yang telah menonton ‘Citizen Kane’ kisah tentang proses kreatif penulisan script ini memiliki pesona yang menarik terutama dengan kualitas dari elemen teknis yang cantik serta kinerja akting yang solid. David Fincher menata dengan baik tiap komponen meski sayangnya ia tidak disokong dengan script yang kuat sehingga minim pertunjukkan emosi dan hanya menghasilkan punch ukuran mini. A good story. Segmented.







1 comment :

  1. "You cannot capture a man's entire life in two hours. All you can hope is to leave the impression of one."

    ReplyDelete