12 May 2020

Movie Review: The Hunt (2020)


“What is this Avatar shit?”

Delapan tahun lalu film The Hunger Games muncul dan sukses mencuri perhatian berkat ide cerita yang ia miliki. Kala itu penonton dibawa menyaksikan perjuangan Katniss Everdeen yang mencoba bertahan hidup di dalam sebuah permainan, sebuah permainan gila di mana kemenangan merupakan tanda bahwa peserta adalah manusia terakhir yang berhasil bertahan hidup. Ide dan konsep yang terasa keji tersebut coba dimodifikasi oleh film ini, bagaimana jika manusia-manusia terpilih harus berusaha mempertahankan hidup mereka di dalam sebuah arena buatan rekan mereka sesama manusia? ‘The Hunt’ : an idealist satirical horror thriller.

Di sebuah group chat yang beranggotakan beberapa elites sedang terjadi percakapan yang berujung pada pertukaran lelucon berbahaya. Salah satu hal yang ikut disinggung adalah Manorgate (Pizzagate?) yang kemudian menuntun diskusi tersebut ke garis akhir. Setelah itu kemudian muncul sebelas manusia yang ketika terbangun dari tidur mereka tampak bingung dengan lingkungan yang ada disekitar mereka. Salah satu dari mereka adalah Yoga Pants (Emma Roberts (We're the Millers, Nerve)) yang kemudian tampak ragu ketika sebuah kotak yang berada di padang rumput luas itu coba dibuka oleh seorang pria.

Kotak tersebut berisikan beragam jenis senjata dan tidak lama kemudian hadir berbagai hujaman peluru ke arah sebelas manusia tadi. Sebelas orang tersebut ternyata merupakan kontestan di dalam sebuah permainan yang sudah dirancang oleh Athena Stone (Hilary Swank) dan juga teman-temannya. Mereka ingin agar sebelas orang yang mereka pilih berdasarkan perilaku masing-masing di dunia maya itu terus berlari, menjadi target yang siap dimangsa. Di antara sebelas orang itu ada Crystal Creasey (Betty Gilpin), seorang wanita dengan dasar militer yang tampaknya jauh lebih “siap” menjalani permainan itu ketimbang kontestan lainnya.
‘The Hunt’ ini adalah film yang sangat-sangat idealis. Konsep sendiri bagus dan ya, akan mengingatkan kita pada ‘The Hunger Games’ dan sedikit kebelakang ada ‘Battle Royale’, menggunakan arena bermain layaknya sebuah survival games yang dikemas secara liar. Mungkin kesan keji yang dimiliki cerita terasa sedikit lebih kecil dari dua judul film tadi, karena yang terlibat di dalam permainan ini tidak hanya sebatas sebelas manusia “terpilih” tadi. Namun hal tersebut tidak membuat kesan mengerikan dari cerita yang ditulis oleh Nick Cuse dan Damon Lindelof (Lost, Star Trek Into Darkness) itu menjadi lemah, karena di balik kesan misterius cerita eksekusi yang ia tampilkan Craig Zobel sendiri berhasil menciptakan berbagai thrill yang oke.

Ya, at least untuk paruh pertama. Yang paling mencolok dari presentasi di paruh awal adalah cara Craig Zobel (Compliance, Z for Zachariah) mengemas tekanan yang dimiliki cerita, hal yang penting untuk dimiliki sebuah film dengan aksi survival sebagai senjata andalan utama. Permainan itu tampak dan terasa sangat liar, serta sedikit spoiler bahwa semua kontestan seolah dapat mati kapan saja. Tidak ada kesan takut dan “menjaga” eksistensi karakter di sini, yang dibutuhkan Craig Zobel tampaknya adalah bagaimana caranya menciptakan aksi berburu yang mampu untuk terus mengumbar kesan keji dari aksi para elite tadi karena dari sanalah sumber social satire yang coba dihadirkan oleh ‘The Hunt’.
Tapi menariknya hal terakhir tadi ditampilkan secara implisit. Jelas bahwa ‘The Hunt’ mencoba mempermainkan persepsi penonton dengan menunjukkan bahwa ini merupakan aksi penindasan dari si kaya melawan si miskin, namun ternyata ini sedikit lebih rumit. Nick Cuse dan Damon Lindelof membuat porsi politik cukup besar di dalam cerita, identitas politik di dunia maya mencuat menjadi sorotan yang mengejutkan. Group chat di awal tadi merupakan sebuah kunci penting dan menarik, ia merupakan sumber dari konflik utama, permusuhan online yang kemudian dieksplorasi secara sangat implisit di sini sehingga harus diakui terasa sulit untuk menjangkau banyak penonton yang lebih berfokus pada survival games sebagai arena utama.

Dan harus diakui pula bahwa satire terkait sosial, politik dan online itu pengemasannya juga terasa kurang kuat. Kata “whoops” yang digunakan salah satu karakter ketika waktu yang ia punya telah habis merupakan sebuah ending yang mewakili perasaan saya, rasa “oh, tidak buruk ternyata” ketika ia berakhir namun juga merasakan bahwa ada sesuatu yang hilang dari apa yang baru saja saya saksikan. Ide yang ia punya memang berhasil ditampilkan dalam konteks yang menarik tapi tanpa didukung dengan eksploitasi yang dapat memancing dan “membakar” argumen penonton terhadap isu utama. Contohnya seperti apa yang terjadi pada Crystal, kesalahpahaman yang merugikan dirinya itu sebenarnya sebuah satire yang menarik.
Tapi sayangnya punch yang tercipta justru datar. Tapi apakah memang niat awalnya hanya seperti itu? Melempar berbagai isu menarik yang kemudian bekerja untuk mempermainkan persepsi penonton secara sederhana. Bagi mereka yang “bersedia” mungkin tidak masalah, namun bagi penonton yang lebih menaruh perhatian pada “kesederhanaan” yang diusung narasi di mana fokusnya adalah menyaksikan karakter berpetualang mencari jalan keluar tentu hasil akhir ‘The Hunt’ akan terasa cukup kosong. Dan faktanya memang demikian, tanpa didampingi dengan satire yang juga hit and miss itu kulit luar cerita memang terasa biasa saja dan tidak berhasil menggigit.

Cukup disayangkan memang karena jika melihat karakter utama, Crystal Creasey, sebenarnya ia punya peluang untuk menghadirkan sebuah perlawanan yang lebih memikat lagi. TIdak perlu terlalu jauh ke Katniss, ambil saja contoh seperti Cecilia Kass di The Invisible Man yang mencoba melawan sosok yang “mengganggu” dirinya. Seperti ada batasan yang diberikan pada Crystal walaupun harus diakui berkat kinerja akting yang oke dari Betty Gilpin (GLOW) ia berhasil menjadi jangkar yang kuat untuk membuat ‘The Hunt’ tidak jatuh boring. Hilary Swank juga cukup oke dalam menjalankan perannya dengan baik sebagai salah satu otak di balik konflik utama, walaupun sayangnya ia ditempatkan pada posisi menunggu.
Overall, ‘The Hunt’ adalah film yang kurang memuaskan. ‘The Hunt’ tidak mencoba terlalu keras untuk tampak misterius sebenarnya, ia justru mencoba menghadirkan penggambaran tentang berbagai isu sosial dan politik dalam sebuah permainan mengerikan yang terasa liar. Ada thrill yang oke dari sana, namun sayangnya ‘The Hunt’ justru tampil idealis sehingga tidak mencoba menggali pertanyaan yang lebih besar dari isu-isu tadi, tidak membakar penonton dengan argumen yang lebih menarik namun hanya sebatas menggoyang persepsi mereka tanpa disertai pemeriksaan lebih lanjut. Celakanya ending film ini justru sangat tergantung pada hal terakhir tadi. Segmented.












0 komentar :

Post a Comment