01 April 2020

Movie Review: The Way Back (2020)


I made a lot of bad decisions.

Selalu senang rasanya jika berhasil menemukan film yang berhasil membawa para penontonnya masuk ke dalam perjuangan yang sedang dihadapi oleh karakter di dalam cerita, lalu merasa terikat dan ikut larut di dalam perjuangan tersebut, merasakan berbagai ledakan emosi namun dengan cara yang halus. Hal terakhir tadi bukan hal yang mudah untuk dicapai, teriakan keras di sana-sini belum tentu membuat sebuah cerita memiliki kualitas emosi yang menarik. 'The Way Back' : Ben Affleck with his best ever performance.

Merupakan seorang pekerja di bidang konstruksi pria bernama Jack Cunningham (Ben Affleck) selalu membawa sebuah botol minuman di dalam genggaman tangannya, botol yang ia isi dengan minuman favoritnya, yaitu alkohol. Setelah bercerai dengan istrinya Angela (Janina Gavankar), Jack masih terjebak di dalam kehidupan yang kelam, di malam hari menghabiskan waktu dengan minum alcohol hingga teler di bar pria yang dahulu merupakan siswa berprestasi di bidang olahraga itu masih dirundung rasa sedih akibat kematian anaknya bersama Angela.

Suatu ketika kesempatan tiba bagi Jack untuk merubah hidupnya. Tim Basketball Bishop Hayes kehilangan pelatih kepala dank arena dahulu pernah menjadi pilar penting mantan sekolahnya Jack kemudian dimintai tolong untuk menjadi pelatih kepala. Meskipun tidak dibebankan dengan target yang berat namun Jack awalnya ragu mengambil tawaran itu karena Tim Basket Bishop Hayes berisikan para pemain dengan skill seadanya, ia tidak punya pengalaman melatih, dan tentu saja ia masih berjuang dengan kecanduan alkohol serta rasa sedih akan masa lalunya. 
Formula dari cerita yang ditulis oleh Brad Ingelsby ini sebenarnya klasik, yaitu kisah tentang underdog yang kemudian mendapatkan suntikan “doping” sehingga mereka mengalami perubahan yang positif lalu menghadirkan pembuktikan dengan kemenangan. Kali ini arenanya adalah lapangan basket di mana sebuah tim dengan segala keterbatasannya itu serta ambisi yang kecil justru coba diubah menjadi lebih baik oleh seorang yang merupakan pecandu alkohol. Sementara di sisi lain pecandu alcohol tersebut juga sedang berusaha untuk mengatasi problema hidupnya sendiri, menghasilkan dua arena dengan masalah yang berbeda coba dikombinasikan di sini di bawah arahan Gavin O'Connor (Warrior, Jane Got a Gun, The Accountant).

Kombinasi dua konflik tersebut terasa mantap. Pencapaian tersebut tidak lepas dari kemampuan Gavin O'Connor membentuk bagian pembuka yang menciptakan kesan kuat baik itu pada cerita maupun karakter Jack. Kondisi “kelam” di dalam kehidupan Jack terasa kuat tanpa diberikan sentuhan dramatisasi yang terlalu mencolok, penonton dengan cepat dapat merasakan atmosfir gloomy pada karakter utama kita. Perlahan hal tersebut dibawa bergerak maju oleh Gavin O'Connor, tidak hanya pada konflik cerita saja namun juga rasa simpati penonton terhadap karakter utama. Jack punya pesona menarik yang kuat dan meskipun aksi yang ia lakukan selalu negatif namun ada rasa ingin dari penonton agar ia dapat berubah dan menjadi bahagia.
Dari sana kemudian kita bertemu dengan sedikit sentuhan drama di dalam kehidupan Jack. Kondisi bahwa ia masih sedih dengan kematian anaknya dieksploitasi dengan baik oleh Gavin O'Connor, begitupula dengan problema lain yang datang dari karakter Angela. Rasa sedih yang dimiliki Jack berkembang semakin besar tapi di sisi lain kita juga melihat bahwa di arena lain Jack juga menunjukkan perkembangan positif dalam hidupnya. Perubahan ke arah positif yang dialami oleh Tim Basketball Bishop Hayes tidak lepas dari andil Jack, itu digunakan oleh Gavin O'Connor dengan baik di mana ia mendorong perkembangan positif tadi untuk seolah tarik menarik dengan rasa sedih dari Jack tadi. Hasilnya adalah sebuah character study drama yang terasa menyenangkan untuk diikuti.

Pertandingan basketball ditampilkan secara efisien di sini, mayoritas mereka berupa penggalan yang menunjukkan bahwa Bishop Hayes terus berkembang, namun fokus utama justru pada gejolak di dalam jiwa seorang Jack. Menjadi seorang pelatih Jack seolah menemukan semangat hidupnya kembali, dan sama seperti pep talk ketika menyemangati anak asuhannya bahwa mereka dapat memenangkan pertandingan, Jack sendiri juga semakin bersemangat untuk memenangkan “pertandingan” lain di dalam dirinya sendiri. Dari cara ia memberikan instruksi, cara ia mengungkapkan kekesalannya dengan luapan emosi dan kata-katak kasar, akhirnya pria murung itu keluar dari cangkangnya.
Gavin O'Connor menata dengan baik proses tersebut tadi. Ia tidak membuat cerita berisikan hal-hal yang mencoba membawa masalah yang sedang dihadapi Jack langsung ke depan hidung penonton, tanpa ekploitasi yang berlebihan serta tidak terkesan menggurui ia menaruh sepenuhnya kendali pada karakter yang terus menerus tampak muram dengan secercah optimisme. Excitement dari cerita uniknya terasa sangat stabil, dibantu dengan permainan fokus yang manis pada camerawork dari Eduard Grau serta score yang simple namun terasa provokatif dari Rob Simonsen (Foxcatcher), penonton terus terpaku menyaksikan Jack bertarung dengan rasa sakit dan kesedihannya yang ia rasakan.

And yes, meskipun dari segi cerita dan juga eksekusi Gavin O'Connor berhasil membuat sports drama ini terasa menyenangkan, namun mereka pada dasarnya tidak berada di level special. Satu-satunya elemen special dari film ini adalah kinerja akting dari seorang Ben Affleck (Argo, Gone Girl, Batman v Superman). Pelakon Batman ini dengan cepat di bagian langsung membuat penonton melihat dirinya sebagai seorang pria yang memiliki masalah bernama Jack Cunningham, karakter tersebut ia bentuk dengan emosi yang cantik sehingga terasa authentic. Kesan rapuh dari Jack terasa sangat oke, sedangkan ambisinya untuk keluar dari kehidupan kelam terasa engaging, Affleck membuat karakter Jack memiliki pesona dan karisma yang terasa subtle dan memikat. His best ever performance.
Overall, ‘The Way Back’ adalah film yang memuaskan. Menggabungkan sebuah character study ke dalam sebuah sports drama, Gavin O'Connor berhasil menciptakan “arena” bermain yang efektif untuk mengeksekusi cerita yang juga terasa simple namun efektif itu. Tertata dengan baik, dari ketika berurusan dengan perjuangan tim basketball serta perjuangan dari karakter Jack melawan gejolak di dalam dirinya itu, Gavin O'Connor membuat fokus terus menyorot tajam pada karakter Jack tidak peduli seberapa menariknya pertandingan basketball itu berhasil dikemas, membawa penonton menyaksikan gejolak emosi yang terasa authentic itu dengan kedalaman emosi yang menawan dari seorang Ben Affleck. Good sports drama.









2 comments :