19 March 2020

Movie Review: Guns Akimbo (2019)


“Yeah, get angry at me. Let's do this.”

Jika ada konten yang menarik di social media sekarang kita tinggal mencari ikon yang kemudian mengarahkan kita untuk membagikan foto tersebut, lalu re-posting, lalu kembali re-posting, dan kembali re-posting. Namun bagaimana jika konten tersebut merupakan sesuatu yang negatif? Ya, di jaman sekarang ini dengan bantuan teknologi yang semakin canggih manusia semakin mudah untuk berbagi dengan sesamanya, dari berbagai informasi, bantuan, support, kegembiraan, namun juga berbagi hal-hal negatif serta berbahaya. ‘Guns Akimbo’ : a good ultra-violent party.

Di Shrapnel City kini telah eksis organisasi kriminal Skizm yang memperoleh kesuksesan besar dengan mengadakan sebuah permainan real time yang berisikan para penjahat dan psikopat. Kematian di dalam permainan itu adalah nyata dan disiarkan secara live-streaming ke seluruh penjuru kota sehingga semua orang dapat menyaksikan pertandingan tersebut dengan sangat mudah. Termasuk Miles (Daniel Radcliffe), seorang programmer komputer yang menjalani hidup seolah tanpa visi yang jelas akan masa depannya.

Masih terbelenggu akan masa lalu bersama mantan kekasihnya Nova (Natasha Liu Bordizzo), Miles yang juga merupakan seorang penggemar video game dan trolling di internet suatu ketika masuk ke dalam Skizm. Tujuan utama Miles adalah untuk menghina para pemirsa Skizm dan ia tidak merasa takut karena anonimitas yang dimiliki komputernya. Celakanya hal tersebut menjadi boomerang bagi Miles, berawal dari aksi gembong kriminal dan psikopat bernama Riktor (Ned Dennehy), Miles mendapati dua tangannya telah terkunci pada pistol dan ia harus berhadapan dengan Nix (Samara Weaving), sosok yang tidak ingin dihadapi oleh semua kontestan.
Tidak banyak yang bisa diketahui dari seorang Jason Lei Howden mengingat sebagai sutradara ia baru menghasilkan satu buah film layar lebar yang rilis lima tahun lalu, sebuah komedi dengan balutan horror yang menyenangkan berjudul 'Deathgasm'. Di film yang juga diisi dengan elemen action tersebut Jason Lei Howden seolah ingin menciptakan sebuah “pesta”, itu tercapai dan coba ia ulangi kembali di film ini. Menciptakan sebuah paket yang dipenuhi dengan “teror unik” sepertinya menjadi style yang digemari oleh Howden, cerita yang kembali ia tulis sendiri ini kembali bermain di action dan komedi dengan menggunakan permasalahan terkait cyberbullying sebagai pondasi utamanya.

Kembali dipenuhi dengan adegan action dosis tinggi, ‘Guns Akimbo’ merupakan sebuah dark comedy yang mengusung premis menarik. Permasalahannya film ini terletak pada script yang seolah tidak ragu untuk bersentuhan langsung dengan hal-hal klise dari survivial subgenre. Dari segi cerita kisah yang coba menyentil penonton terkait bagaimana kini manusia seolah terikat dengan teknologi ini tidak akan mengejutkan penonton, upaya bertahan hidup yang dilakukan Miles tidak ditemani dengan inovasi-inovasi baru yang terasa segar. Karena memang Howden sepertinya tidak tertarik melakukan itu, ‘Guns Akimbo’ ia kemas oleh dengan tetap menggunakan berbagai materi klasik dari survivial subgenre.
Memang pada akhirnya tidak ada kesan terasa segar dari film ini namun keputusan Howden tersebut di sisi lain justru membuat ‘Guns Akimbo’ terasa padat. Jason Lei Howden kembali berhasil membangun sebuah “pesta” di mana karakter utama masuk ke dalam sebuah permainan yang gila, sebuah usaha bertahan hidup yang sukses menangkap atensi penonton sejak awal dan kemudian membawa mereka “menari” bersama dengan berbagai kekacauan yang menyenangkan. Dibantu editing yang oke ritme cerita terasa oke, setiap rintangan yang harus Miles hadapi dibentuk oleh Howden layaknya level dalam permainan yang di sini diinjeksi dengan berbagai action ultra violence.

Satu-satunya bagian dari film ini yang terasa halus adalah bagaimana script mencoba menghadirkan komentar terkait teknologi layaknya tamparan kecil di wajah. Sama seperti backstories pada karakter, dari cerita yang mencoba menghadirkan critical look terkait viral videos beserta “kekerasan” yang terkandung di dalamnya hingga dampak dari kebebasan media social, mereka terasa kecil kuantitas meskipun secara kualitas terasa oke. Tidak terasa lemah memang terlebih dengan bagaimana kondisi yang Miles harus hadapi penonton secara tidak langsung disadarkan tentang bagaimana sistem yang ada kini semakin keras, salah satunya akibat teknologi yang sukses menjadi semacam power yang berbahaya.
Dan sisanya? Howden mengajak penonton bermain-main bersama kegilaan yang terasa goofy dan blood-soaked, penuh maskulinitas yang terasa toxic dengan berbagai ledakan yang menarik. Berjalan mondar-mandir Howden seperti mencoba untuk membuat agar tidak banyak bagian yang dapat membuat penonton bernafas lega, terus memborbardir mereka dengan feel yang mungkin akan membuat beberapa dari penonton teringat pada ‘Hardcore Henry’. Howden juga tergolong berhasil membentuk dan menggunakan senjata utamanya, yaitu karakter Miles, ia sukses menjadi semacam pahlawan di dalam permainan yang juga memiliki beberapa momen slow-mo oke serta penggunaan musik yang menarik.

Last but not least adalah kinerja akting yang juga menjadi salah satu kunci dari terbentuknya “pesta” yang menyenangkan ini. Howden berhasil menciptakan script yang baik untuk masing-masing karakternya dan mereka berhasil membentuk pesona dari karakter tersebut. Sangat menyenangkan menyaksikan Daniel Radcliffe (Harry Potter, Swiss Army Man, Now You See Me 2) di sini, ‘Guns Akimbo’ semakin menambah panjang daftar penampilan impresif yang ia miliki serta membuktikan bahwa ia tidak lagi hanya sebatas Harry Potter belaka. Daniel Radcliffe mencoba untuk menjadi aktor yang versatile, hal yang juga dibuktikan oleh Samara Weaving (Ready or Not) di film ini, bad girl persona yang ia hadirkan di karakter Nix terasa menarik sedang chemistry yang ia bangun bersama Daniel Radcliffe terasa kuat.
Overall, ‘Guns Akimbo’ adalah film yang cukup memuaskan. Ini adalah film di mana ‘Hardcore Henry’ ingin capai beberapa tahun lalu, sebuah sajian action yang agresif dengan pesona yang terasa impresif. Tidak menawarkan sesauatu yang baru atau benar-benar segar memang, ceritannya klise dan build-up juga terasa klise, namun konsep dan premis yang unik dan klise tadi itu ditata dengan baik oleh Jason Lei Howden untuk menciptakan sebuah “ultra-violent party” yang cukup menyenangkan untuk dinikmati. Segmented.










0 komentar :

Post a Comment