19 March 2020

TV Series Review: I Am Not Okay with This (2020)


“Ugh. They both call each other "babe." Kill me right now.”

Kesuksesan skala besar yang diciptakan ‘Stranger Things’ sejak pertama kali hadir empat tahun yang lalu itu adalah kembali meroketnya hype dan pesona dari kisah coming-of-age yang berkaitan dengan supernatural di mana karakter memiliki kemampuan psikokinetik. Sadar akan keberhasilan itu Netflix memilih untuk kembali menggunakan strategi tersebut, menghadirkan sebuah eksplorasi kisah supernatural dengan sedikit sentuhan superhero origin stories.

Sydney Novak (Sophia Lillis) adalah wanita muda berusia 17 tahun yang tinggal bersama ibunya, Maggie (Kathleen Rose Perkins) dan adik laki-lakinya Liam (Aidan Wojtak-Hissong). Hubungan antara Sydney dan Maggie kurang harmonis terutama dengan kondisi di mana Maggie menolak untuk menceritakan tentang kematian ayah Sydney yang tewas bunuh diri. Terus diliputi amarah Sydney bahkan telah disarankan oleh konselor di sekolahnya untuk menumpahkan emosinya dengan menulis buku harian, saran yang diterima oleh Sydney. Sayangnya permasalah yang Sydney hadapi tidak hanya dari rumah.

Di lingkungan sekolah Sydney juga harus berhadapan dengan berbagai masalah, hal yang kerap membuatnya kesulitan mengendalikan emosi dan amarahnya. Sahabat Sydney, Dina (Sofia Bryant) memutuskan untuk berkencan dengan Brad Lewis (Richard Ellis), sosok popular di sekolah yang tidak disukai oleh Sydney. Suatu ketika Sydney kesal dengan tingkah laku Brad Lewis dan ketika Sydney berusaha menahan amarahnya tiba-tiba hidung Brad mengeluarkan darah. Hal tersebut menimbulkan kepanikan bagi Sydney yang di saat bersamaan juga baru saja berkenalan dengan Stanley Barber (Wyatt Oleff) tetangga yang mencoba berteman dengan Sydney.
Setting waktu di dalam cerita terjadi di masa kini namun di tangan sutradara Jonathan Entwistle “rasa” yang dimiliki ‘I Am Not Okay with This’ dibentuk seolah untuk terus menebar aura tahun 80-an kepada penontonnya. Dari design dan juga kostum hingga referensi film mereka sukses menghidupkan kesan klasik atau vintage tersebut, sesuatu yang tidak terasa mengherankan mengingat ada tim dari ‘Stranger Things’ di jajaran produser sedangkan sang sutradara sendiri adalah sosok yang mengepalai ‘The End of the F***ing World’ season pertama, tv-series yang juga memiliki nafas serupa. Kehadiran mereka di dalam tim ‘I Am Not Okay with This’ sejujurnya merupakan salah satu daya tarik yang membuat series ini tampak menjanjikan.
Dan ketika penonton telah merasakan kesan nostalgic yang kental tersebut tadi kemudian dari dalam cerita hadir premis yang sangat menarik, bahwa karakter utama kita merupakan wanita muda yang memiliki kekuatan supernatural. Sebenarnya ini bukan merupakan sesuatu yang benar-benar baru, sebelumnya telah eksis berbagai tv-series yang mencoba mengangkat premis serupa. Yang membuat ‘I Am Not Okay with This’ terasa menyenangkan diikuti adalah ketika ia berhasil menggunakan premis yang sudah lazim itu untuk membentuk sebuah kisah coming-of-age yang terasa segar. Kuncinya terletak pada berbagai pertanyaan yang bergejolak di dalam pikiran karakter utama, Sydney Novak.
Fakta bahwa Sydney memiliki kemampuan supernatural tidak pernah diumbar oleh Entwistle, mereka sesekali muncul untuk memberi kejutan sembari terus berada di posisi atau tugas utamanya yaitu menggoda penonton. Dampak dari masalah yang dialami oleh Sydney tersebut terasa kuat, sukses menarik penonton untuk merasa ingin tahu dan berjalan bersama narasi dari Sydney di dalam alur penceritaan yang terasa tidak cepat. Entwistle seperti mencoba memberi banyak ruang di mana keraguan serta perasaan tidak aman terus berkecamuk dan tumbuh di dalam diri Sydney. Emosi dari karakter Sydney terasa menarik diamati, ia layaknya sebuah bom waktu yang siap meledak meskipun terus ditemani dengan berbagai konten comic di sekitarnya.
Tidak melulu tentang supernatural, berbagai materi lain yang lebih ringan sukses menjadi penyeimbang yang baik bagi cerita. Sydney punya hubungan yang unik dengan ibunya dan percakapan penuh konfrontasi itu dikemas dengan baik untuk di bagian pertama ini, meskipun sesungguhnya ada potensi yang lebih besar di sana. Konfrontasi yang Sydney hadapi juga terjadi dengan teman sekolahnya, seolah melengkapi gejolak lain seperti discovery of sexuality misalnya. Cerita juga punya Stanley Barber, pria muda yang meskipun perannya tidak didorong terlalu jauh oleh Entwistle ke posisi terdepan namun sukses menciptakan tim yang terasa dinamis bersama Sydney yang akan mengingatkan penonton pada James dan Alyssa di ‘The End of the F***ing World’.
Berbagai materi tadi yang sukses membuat series ini terasa seimbang, dan yeah, terasa cukup compact. Bersama dengan kinerja akting yang mumpuni dari cast terutama Sophia Lillis mereka mampu menjaga daya tarik cerita yang sebenarnya memiliki konflik yang kurang berkembang dan memuaskan. Berbagai masalah yang ada di pikiran Sydney kurang dieksplorasi, mereka lebih condong digunakan untuk menopang narasi ketimbang untuk terus menggali misteri sehingga membuat punch yang dihasilkan terasa kurang kuat. Tidak heran ketika momen akhir di penghujung episode ketujuh itu muncul yang tersisa dari petualangan Sydney adalah bahwa ini hanya sekedar bagian pembuka, meskipun harus diakui kisah Sydney dan mitologi menggunakan supernatural itu punya potensi besar kedepannya.
Overall, ‘I Am Not Okay with This’ adalah series yang cukup memuaskan. Ya, ‘I Am Not Okay with This’ punya potensi yang sangat besar jika dilanjutkan ke season berikutnya, proses pengenalan dan kick-off di season pertama ini terasa oke dengan pondasi baik pada karakter dan cerita yang terasa cukup kuat. Proses self-discovery yang terasa oke itu kini sudah berlalu dan menarik untuk dinantikan apa yang selanjutnya akan dihadirkan oleh tim kreatif di balik kisah Sydney. Semoga saja ada perkembangan yang sangat besar nantinya, tidak hanya sekedar sukses meraih atensi penonton lalu menggoda mereka dengan berbagai twist yang oke namun kurang kuat, sehingga apa yang terjadi di season pertama ini tidak terulang kembali, sebuah kisah coming-of-age yang terasa fresh, compact, dan menawan namun tidak terlalu memorable.











0 komentar :

Post a Comment