02 February 2017

Movie Review: Split [2017]


"The beast is real."

Berhasil mencetak hit lewat ‘The Sixth Sense’ serta ‘Signs’ selama kurang lebih satu dekade M. Night Shyamalan seperti bertemu dengan tembok besar yang menghalangi setiap karyanya untuk bersinar, ‘Lady in the Water’ punya pencapaian box office setara dengan budget sedangkan the one and only ‘The Last Airbender’ punya score mentereng sebesar 6% di Rotten Tomatoes. Dua tahun lalu sutradara yang terkenal dengan plot twists itu berhasil kembali menciptakan hit lewat ‘The Visit’ dan tahun ini ia telah berada di jalan untuk kembali mengulangi pencapaian tersebut bersama dengan ‘Split’, sebuah psychological horror thriller tentu saja dengan kental rasa M. Night Shyamalan.

Urusan bagi Claire (Haley Lu Richardson) belum selesai ketika pesta ulangtahunnya usai, masih ada Casey (Anya Taylor-Joy) yang tidak memiliki tumpangan untuk pulang. Bersama sang ayah dan juga Marcia (Jessica Sula) Claire mengantar Casey pulang namun kemudian mereka diculik oleh seorang pria misterius bernama Kevin Wendell Crumb (James McAvoy) yang kemudian mengunci mereka di sebuah ruangan tanpa jendela. Seorang pria yang aneh Kevin memiliki therapist bernama Dr. Fletcher (Betty Buckley), sosok yang selama ini mencoba berbicara dengan 23 kepribadian yang Kevin punya serta mendengar peringatan dari Kevin perilhal kedatangan monster yang ia sebut “the Beast.”  


Seperti yang disebutkan di awal tadi ketika kamu mendengar nama M. Night Shyamalan maka hal yang paling sering untuk mudah muncul di pikiran adalah dia seorang sutradara yang indentik dengan plot twists. Hal tersebut kembali menjadi andalan Shyamalan di sini, jika kamu perhatikan sinopsis di atas sangat mudah untuk kemudian mempertanyakan apa yang akan terjadi selanjutnya pada tiga gadis muda tersebut, lalu siapa sebenarnya sosok aneh bernama Kevin itu. Eksekusi Shyamalan di sini tidak baru, masih tradisional, tapi cara dia menyusun eksploitasi dari misteri yang kemudian mengundang tanya itu berhasil berada di level memuaskan. ‘Split’ banyak mengingatkan saya pada karya Shyamalan sebelumnya, Unbreakable, perpaduan antara possibility dan juga limits dengan suspense yang terasa intriguing dan juga engaging. 


Dengan adanya kata menculik di sinopsis tadi maka mudah untuk menilai bahwa gore dan aksi brutal akan menjadi bagian utama ‘Split.’ Proses hunting memang ada namun menariknya Shyamalan tidak mencoba mengedepankan dua hal tadi, dengan cara licik dan licin dia menciptakan sebuah hunting game di mana pemburu dapat menjadi sosok yang diburu. Sama seperti Casey penonton berada di posisi mengamati aksi yang dilakukan oleh Kevin, melihat hubungan antara korban dan penculik yang kemudian berisikan konfrontasi. Kevin sendiri merupakan salah satu kesuksesan terbesar yang Shyamalan ciptakan di sini, karakter dengan 23 kepribadian dia sukses menjalankan keinginan Shyamalan akan sebuah suasana sinister di cerita. Dibantu oleh cinematography yang oke Shyamalan berhasil membuat ruang bermain yang terasa chilling untuk mengeksekusi script yang terasa confident bermain dengan misteri itu. 


Ini pada dasarnya adalah kisah tentang good melawan evil, rasa dari cerita banyak mengingatkan saya pada 'The Silence of the Lambs’ dengan serial killer menjadi bahan yang mendominasi pikiran penontonnya. Salah satu hal yang membuat apa yang Shyamalan coba lakukan di sini berhasil bekerja dengan baik adalah dia memberi kesempatan agar hal-hal yang mampu mencengkeram penonton untuk melakukan tugas mereka. Atmosfir cerita terasa oke tapi senjata utama Shyamalan di sini selain script juga terletak pada para aktor yang dia punya. Dia memberi kesempata yang cukup besar bagi Kevin Wendell Crumb aka “The Horde” dan itu digunakan dengan baik oleh McAvoy untuk menghadirkan sebuah karakter yang terasa haunting dan misterius namun tetap jelas. Hal yang sama juga berasal dari Anya Taylor-Joy (The Witch) sebagai remaja yang dengan loneliness yang Casey punya menjadi penyeimbang sikap “liar” yang dimiliki Kevin. 


Pesona yang Kevin dan juga Casey punya harus diakui mampu mempertahankan pesona yang dimiliki sektor lain dalam hal ini yaitu cerita. Dari masalah tentang kesehatan mental dengan sedikit bumbu “fantasi” di dalamnya script Shyamalan memang berhasil membuat penonton tertarik dan kemudian bertanya-tanya, tapi itu tidak terasa kuat di semua bagian. Hal itu juga dapat dikatakan merupakan efek atau dampak dari durasi sebesar 117 menit, terasa cukup besar untuk cerita yang tidak begitu “lebar” itu. Cerita sendiri mengandung berbagai ide yang Shyamalan coba tampilkan dalam berbagai situasi uncomfortable bagi penonton bersama karakter, dari tentang human hingga society, mayoritas dari mereka berhasil tiba di garis finish dengan kualitas yang oke namun di sana juga tertinggal beberapa impresi yang terasa superficial bahkan mungkin saja silly (not with that good cameo).  


M. Night Shyamalan kembali melakukan apa yang penonton kenal dari sebuah film karya M. Night Shyamalan, misterius dan mengundang tanya lalu kemudian bertemu dengan kejutan, dan ‘Split’ seolah menjadi pembuktian dari Shyamalan bahwa “dog days” yang pernah ia rasakan itu perlahan mulai berlalu. Setelah ‘The Visit’ di sini Shyamalan kembali berhasil menyajikan sebuah petualangan misterius yang menarik, sebuah psychological horror yang uncomfortable dan juga efektif dalam menebar aura ketidakpastian. Menggunakan penculikan sebagai jalan lalu kemudian disambung kesehatan mental atau disorder dengan bumbu “fantasi” di dalamnya ‘Split’ berhasil meninggalkan penontonnya dengan tanda tanya, sebuah petualangan yang manipulatif, lucu, dan juga agresif bersama performa memikat dari James McAvoy. Segmented.











2 comments :