13 August 2016

Movie Review: Cart (2014)


Salah satu dari sekian banyak isu sosial yang menarik adalah bagaimana sistem yang kaya semakin kaya dan yang miskin tetap miskin tetap menjadi sesuatu yang populer. Memang wajar bahwa siapa yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan berantakan namun situasi David melawan Goliath seperti itu begitu lezat untuk diekploitasi oleh para pemilik kekuasaan yang berujung pada kerugian para kaum bawahan. Itu merupakan isi dari film ini, mencoba bercerita tentang ketidakadilan sistem kerja termasuk perlakuan kasar terhadap pekerja. Cart: an edgy drama.

Kegiatan di sebuah supermarket bernama The Mart terlihat berjalan normal, dari staff hingga kasir dan petugas kebersihan dan pekerja paruh waktu yang dijanjikan status full employment jika dapat mempertahankan prestasi mereka. Namun suatu ketika perusahaan yang pekerja didominasi kaum wanita itu mengalami gejolak besar. Para pekerja mendapat informasi bahwa hubungan kerja antara mereka dan perusahan akan dihentikan. Perusahaan tampak memiliki alasan yang jelas terhadap tindakan tersebut namun para pekerja tidak terima dengan perlakuan tidak adil yang mereka alami, situasi yang kemudian melahirkan usaha pemberontakan yang dipimpin Han Sun-hee (Yum Jung-Ah) dengan tujuan utama agar perusahaan memenuhi janji yang telah mereka tetapkan sebelumnya.

Han Sun-hee berada di fase akhir untuk dapat menjadi pekerja tetap di The Mart, seorang pekerja panutan yang ingin membelikan anaknya sebuah handphone baru. Namun celakanya usaha yang ia lakukan bersama Hye-Mi (Moon Jeong-Hee), Soon-Rye (Kim Young-Ae), Mi-Jin (Chun Woo-Hee) dan rekan pekerja lainnya mendapat respon “dingin” dari pengurus The Mart. “Pertarungan” itu perlahan naik ke level yang lebih berbahaya, perusahaan tidak tertarik untuk membuka perundingan dengan para wanita yang tetap berusaha untuk mendapatkan hak yang seharusnya mereka peroleh itu, dari mencoba memberikan suap hingga situasi di mana 'The Mart' yang mendapat “support” dari media dan polisi juga mencoba cara lain untuk menghentikan usaha pemberontakan itu: menggunakan kekerasan.  


Cerita yang disebutkan mengambil dasar dari sebuah kisah nyata di Korea pada tahun 2007 ini merupakan sebuah drama khas Korea. Sederhananya ini tipikal drama Korea, ia punya konflik yang sejak awal memiliki niat utama untuk membawa penonton masuk ke dalam masalah yang dihadapi oleh karakter, ia punya karakter yang dibentuk untuk meraih simpati dari penonton sehingga ikut mendukung usaha yang mereka lakukan, lalu bungkus mereka dengan nada cerita yang mellow dan mencoba menyentuh emosi penontonnya. Klasik memang tapi hal tersebut berhasil Boo Ji-young olah dengan baik untuk menjadi sebuah pertarungan yang diwarnai dramatisasi yang terasa manis. Apa yang dialami Han Sun-hee dan rekan-rekannya sederhana tapi api amarah dengan rasa sakit yang mereka hadapi serta rasakan berhasil ditampilkan dengan baik di dalam layar.

Memang hal tersebut banyak terbantu oleh premis cerita yang memang mudah kita temukan di kehidupan sehari-hari, penguasa yang bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya, tapi drama seperti ini sesungguhnya juga punya potensi besar untuk terasa monoton dan menjemukan. Cart tidak pernah masuk ke dalam zona tersebut, terus hadir emosi yang hangat hingga panas ketika menyaksikan perlakuan kasar yang dialami para pekerja itu, dan tentu saja sebuah keuntungan besar bahwa mayoritas karakter merupakan para wanita. Boo Ji-young cerdik dalam memainkan irama cerita sehingga gelora yang dihasilkan kisah sederhana ini terasa nikmat, ketika penonton sudah dibawa merasakan situasi merugikan yang dialami pekerja akibat perlakukan The Mart ia selipkan bagaimana pandangan dari masyarakat luar terhadap kondisi pada pekerja. Akibatnya Cart dipenuhi dengan “gesekan” yang menarik. 


Namun meskipun fokus utama terletak pada bagaimana menampilkan rasa sakit karakter ‘Cart’ tidak terlena ketika menjual hal tersebut. Ini sebuah melodrama yang mellow tapi dengan komposisi yang terasa manis, kondisi yang banyak terbantu kemampuan Boo Ji-young dalam membentuk setiap elemen dalam porsi yang pas. Di sini penonton juga punya isu menarik untuk diamati, bagaimana kualitas social society yang kini diterapkan di dalam berbagai industri. Sekali lagi, ini bukan sesuatu yang baru tapi kisah tentang humanity ditampilkan dengan baik oleh Boo Ji-young sehingga hal klasik itu terasa segar. Boo Ji-young memberi ruang dan kesempatan bagi karakter dan cerita untuk mekar, dari pekerja yang akhirnya mundur hingga kesulitan yang dialami oleh pengelola The Mart untuk dapat “menang” dalam pertarungan itu, Boo Ji-young gunakan mereka untuk menciptakan perpaduan hitam, putih, dan abu-abu yang terasa menarik.

Ya, itu yang membuat ‘Cart’ berhasil berayun dengan menarik meskipun ia memiliki script yang tidak special, kombinasi yang berwarna dan mempersilahkan karakter serta konflik memiliki kesempatan untuk bernafas. Set up di bagian awal terasa baik, momen ketika para wanita bercerita tentang latar belakang mereka dan betapa berharganya pekerjaan mereka saat ini bagi keberlangsungan hidup masing-masing terasa simple namun tajam. Ketika para wanita tampak seperti telah menjadi satu kesatuan yang saling memahami satu sama lain kemudian muncul gejolak tadi, menempatkan para wanita seperti debu yang harus dibersihkan dari The Mart tidak peduli seberapa sulit mereka untuk dihapus, bahkan dengan menggunakan water cannons sekalipun. Dan hal yang tidak kalah penting adalah pencapaian Boo Ji-young dalam menciptakan “feel” dari apa yang terjadi di layar, terasa “believable” sesuatu yang wajar karena situasi tersebut cukup familiar, tapi relatable dalam kualitas yang cukup kuat? Itu cukup mengejutkan. 


Kesuksesan tersebut juga berkat kinerja para cast yang tampil meyakinkan dalam menyampaikan gejolak emosi yang mereka alami. Yum Jung-ha yang menjadi bintang utama berhasil menampilkan transformasi dari seorang ibu yang lemah lembut menjadi seorang wanita yang “strong” serta mampu menarik simpati dan empati namun dipenuhi rasa ragu. Moon Jeong-Hee berhasil menampilkan dengan baik seorang wanita dengan sikap sabar yang kecil ketika bahaya mulai mengancamny lengkap dengan tindakan tidak terduga yang terasa oke. Kim Young-ae yang lebih banyak berperan sebagai pendukung juga mampu membuat karakternya untuk mendorong maju perjuangan para wanita sembari menjaga “panas” dari konflik utama. Sementara itu Chun Woo-hee yang berperan sebagai wanita muda di posisi kasir mampu menjadi salah satu gesekan yang oke lewat situasi yang akan ia alami jika harus kehilangan pekerjaannya kini. 


Overall, Cart adalah film yang memuaskan. Mengambil dasar dari sebuah kisah nyata tentu merupakan sebuah keuntungan tersendiri bagi ‘Cart’ namun itu bukan penyebab utama ia berhasil menjadi sebuah dramatisasi materi klasik yang tampil menarik. Menyoroti ketidakadilan yang terdapat di dalam sistem yang dimiliki sebuah perusahaan Boo Ji-young mampu mengolah materi yang ia miliki dengan tepat, dari drama yang mencoba menyentuh emosi, kisah keji yang mengundang amarah, tampilkan mereka dengan pacing yang manis serta perpaduan hitam, putih, dan abu-abu yang menarik serta kinerja cast yang memikat. Itu membuat terlepas dari seberapa sederhana dan predictable cerita dan karakter ‘Cart’ mampu menyajikan sebuah aksi mengamati terhadap isu sosial yang edgy and engaging.













Note: This movie is not eligible for PNMA6.  

0 komentar :

Post a Comment