17 May 2015

Review: Mad Max: Fury Road (2015)


"I live, I die. I LIVE AGAIN!"

Mad Max: Fury Road merupakan film action yang akan membuat kamu setelah bertepuk tangan kemudian akan terdiam sejenak ketika ia telah selesai, lalu kemudian berpikir hal gila apa yang baru saja selesai kamu saksikan. Merupakan edisi keempat dari Mad Max franchise ini adalah sebuah perayaan penuh totalitas dan percaya diri yang tinggi dari seorang George Miller, panas, dingin, lucu, menegangkan, Mad Max: Fury Road seperti mobil balap Formula One dalam sebuah balapan yang meniadakan pit stop namun dikemudikan oleh pembalap yang ahli dalam mengatur lari kendaraannya, Mad Max: Fury Road ibarat sebuah film action yang dilukis oleh Pablo Picasso. Keren!

Peradaban manusia di bumi telah jatuh akibat nuklir, dunia menjadi lahan kering yang dimanfaatkan oleh Immortan Joe (Hugh Keays-Byrne) untuk menjadi penguasa dengan mengendalikan air dan juga bensin bagi para pengikutnya. Suatu ketika prajurit terpercaya bernama Imperator Furiosa (Charlize Theron) diperintah untuk pergi ke timur menggunakan War Rig untuk mengambil pasokan bensin. Furiosa punya niat lain dibalik kesempatan yang ia peroleh itu, tapi ia dan timnya tidak sendiri karena seorang tawanan bernama Max Rockatansky (Tom Hardy) juga berhasil memanfaatkan rencana Furiosa dalam aksi kejar super gila.



Mad Max: Fury Road seperti sebuah surat cinta dari George Miller kepada sineas film di genre action berisikan sebuah pesan yang begitu sederhana, “action tetap mampu tampil menarik hanya dengan berisikan akar dari sebuah film action: aksi kejar dan ledakan di sana-sini”. Tidak pernah mencoba untuk tampak rumit, kamu tahu kalau Mad Max ingin mencari jalan pulang, kamu tahu ada yang salah dari Immortan Joe sehingga Furiosa melakukan tindakan nakal, dan setelah itu mari masuk ke dalam “pesta” menyenangkan menggunakan kendaraan-kendaraan gila bersama api, peluru, panah, deruan pasir, dan kompatriot unik berupa musik dari seorang gitaris gila. Ya, hanya itu, sejak awal hingga akhir, dan celakanya semua tidak pernah tidak terasa menarik.



George Miller memanfaatkan dengan sangat baik perkembangan teknologi yang terjadi selama 30 tahun dari film Mad Max yang ketiga tahun 1985 lalu. Aksi gila dan deru kendaraan masih jadi pusat tapi di film terbarunya ini ia menjadikan semua tampak “megah” dan “mahal”. George Miller seperti pria tua yang menemukan cara dalam mewujudkan fantasi dan imajinasi yang ia miliki sejak masa muda dahulu lalu memutuskan untuk menumpahkan semuanya tanpa rasa takut. Dari segi visual saja sudah menjadikan dua kali harga tiket masuk sebagai sesuatu yang worthed, visual selalu jadi pemimpin untuk memaku atensi penonton dalam kekacuan pasca apokaliptik yang di bentuk dengan sangat cantik berkat bantuan CGI yang digunakan Miller dengan taste yang asyik dalam menumpahkan ide kedalam sebuah kanvas kosong.

Ibarat sedang melukis Mad Max: Fury Road adalah sebuah kanvas kosong yang menghasilkan produk akhir begitu cantik berkat kemampuan sang pelukis dalam memadukan ide, gambar, dan warna dengan cara yang aneh namun mengagumkan. Elemen teknis film ini terasa ajaib, mimpi buruk berisikan kematian yang ditemani dengan logam yang bergerak cepat selalu berhasil menciptakan kesan artistik yang cantik. Dan itu semakin cantik dengan koreografi memikat dari kombinasi antara stunt dan, again, CGI. Cara Miller memainkan pov dalam mengembangkan cerita akan banyak membuat kamu bergumam mereka gila dan sinting, sinematografi, score, dan editing yang berani selalu berhasil menciptakan power adrenaline yang pas ketika dibutuhkan untuk mempertahankan fokus utama Mad Max: Fury Road sebagai aksi kejar penuh kekerasan epik, dan tempo narasi juga begitu ketat meskipun dari isi cerita Mad Max: Fury Road tidak kuat.


Mad Max: Fury Road semakin terasa seperti petualangan kotor namun cantik yang aneh karena pada dasarnya ini merupakan aksi kejar dengan dasar yang begitu sederhana. Aneh, mengapa selama dua jam saya bisa terus tertarik pada cerita yang mayoritas diisi aksi kejar lalu perlahan merasa peduli pada karakter yang memperkenalkan diri dengan sangat tipis. Skenario bahkan tumbuh lewat visual! Ya, itu misteri dari kemampuan magis yang dimiliki oleh George Miller, menampilkan sebuah parade action namun tetap mempertahankan kedalaman yang begitu manis pada cerita dan karakter sehingga penonton tanpa sadar ikut terlibat secara emosi. Penampilan cast juga punya andil sama besar, Tom Hardy menjadi jangkar dari masalah utama dan Charlize Theron secara mengejutkan diberi tugas memegang kemudi utama, tugas yang ia jalankan dengan sangat baik.




Seperti sebuah rollercoaster, ada alur naik, ada alur turun, namun ketika ia selesai kamu akan tersenyum bahagia karena telah puas berteriak bahagia ketika mengendarainya. Begitulah Mad Max: Fury Road, sebuah film action dengan basis sederhana yang mampu bersenang-senang dan juga membawa penonton ikut bersenang-senang dengan sepenuhnya bertumpu pada parade aksi kejar gerak cepat yang ditemani acting, sinematografi, score, CGI, koreografi, dan editing yang menghipnotis lalu meninggalkan impresi aneh bagi penonton, bagaimana bisa semua terasa megah dengan basis yang sederhana. Ya, itu kekuatan magis dari visi George Miller, dan semoga pria 70 tahun itu masih punya fantasi dan imajinasi liar lainnya meskipun kini ia telah menciptakan standar baru bagi genre action. (rg)












Cowritten with rory pinem

0 komentar :

Post a Comment