30 April 2015

Review: Child 44 (2015)


Mengubah novel menjadi sebuah film dengan durasi kisaran dua jam tentu saja bukan sebuah pekerjaan yang mudah, tapi disisi lain bukan pula pekerjaan yang susah. Ada yang menyebut mereka sebagai sesuatu yang tricky, ketika penulis dan sutradara tidak perlu lagi memikirkan bagaimana menciptakan bahan dan bentuk bagi cerita yang ingin mereka sampaikan, tapi disisi lain ia juga punya tugas agar bahan yang telah tersedia tadi dapat di bentuk atau dimasak menjadi sebuah hidangan yang pas, hidangan yang “tepat”. Child 44 bertemu dengan ambisi yang besar dalam hal tadi, yang sayangnya menghasilkan boomerang baginya.

Tahun 1950, seorang agen rahasia Rusia bernama Leo Demidov (Tom Hardy) bertugas untuk memburu musuh negaranya, bekerja tanpa pandang bulu karena seorang pembunuh berbahaya sedang berkeliaran dengan bebas dimana banyak anak mati menjadi korban. Namun celakanya pria yang berada dibawah komando Jenderal Mikhail Nesterov (Gary Oldman) ini mulai menemukan gejolak didalam batinnya terhadap kasus pembunuhan brutal tersebut, yang kemudian bersama rasa putus asa mencoba memecahkan misteri untuk menemukan si pembunuh. Yang menjadi masalah adalah keputusan tersebut membawa Leo kedalam resiko yang sangat besar, termasuk sang istri Raisa (Noomi Rapace) yang ikut membantunya. 



Adegan awal yang ia berikan akan membuat kamu merasa tertarik terutama karena pada bagian tersebut kita memperoleh clue terkait identitas si pembunuh, tapi dengan durasi dua jam lebih ternyata Child 44 hanya menjadi sebuah kisah misteri yang tenggelam dalam kompleksitas tanpa ditemani sensasi yang mumpuni. Sangat disayangkan terlebih dengan tiga cast mumpuni yang ia miliki Daniel Espinosa justru menjadikan Child 44 sebagai film thriller yang miskin sensasi, materi tentang kejahatan terus ia sajikan dengan aksi memeriksa yang terasa berantakan dan kusam, narasi yang mampu membuat penonton bingung tapi tidak stabil untuk membuat mereka terus tertarik menemukan konklusi, hingga kesalahan terbesar ketika sebuah film tentang kejahatan kurang mampu membuat penonton memandang mereka sebagai sesuatu yang menakutkan.



Cinematography bukan hanya menjadi masalah paling mengganggu disini, tapi aksi kontradiktif yang Child 44 berikan ketika memperlakukan penontonnya, terlebih pada mereka yang tidak membaca novel karya Tom Rob Smith itu. Menyaksikan Child 44 seperti tersesat mencari jalan keluar tanpa ditemani petunjuk arah yang sesungguhnya mampu membuat kamu terus bersemangat mencapai titik akhir. Kita seperti sengaja di biarkan tenggelam dalam misteri, Daniel Espinosa dan Richard Price seolah sengaja menahan agar semua tidak berlalu begitu cepat ketika ia mencoba menciptakan dunia yang brutal itu, tapi aksi menolak untuk tampak sederhana itu tidak ia sertai dengan urgensi yang mumpuni. Cerita terasa stuck, karakter juga tidak berkembang, dan itu belum menghitung timing yang menyebabkan dinamika cerita membuat penonton merasa frustasi.



Satu-satunya hal menarik dari film ini adalah kinerja para pemerannya, meskipun kualitasnya tidak dapat dikatakan mengagumkan. Tom Hardy cukup berhasil menciptakan dua sisi dari karakternya, sisi keras dan sisi lembut, walaupun aksen yang ia tampilkan tidak mulus. Rapace juga begitu, tugasnya sebagai penyuntik rasa cemas kedalam cerita juga oke meskipun harus dihalangi oleh karakterisasi Raisa yang misterius sehingga hasil yang ia berikan terasa pasif bagi cerita. Oldman cukup oke meskipun perannya sendiri didalam cerita juga tidak begitu penting. Tapi usaha yang diberikan para pemeran tidak mampu untuk membawa Child 44 ketempat yang lebih tinggi, dan bersama score yang terlalu sentimental rasa frustasi dan paranoia yang mereka tampilkan jatuh ke titik soulless.



Terasa menggelikan memang ketika sebuah film yang mencoba membuat penonton terjebak lalu menemukan jalan buntu lantas mencari jalan keluar justru mengalami situasi dari rencana yang ia miliki itu. Sebagai sebuah thriller dengan balutan misteri apa yang disajikan oleh Child 44 terasa kurang memuaskan, perkembangan kasus yang berbelit-belit tanpa disertai dengan urgensi, hal yang sesungguhnya dapat menjadikan perputaran kompleks yang coba ia sajikan itu sebagai sebuah hiburan dengan sensasi yang menarik dan menyenangkan.







0 komentar :

Post a Comment