30 April 2015

Review: The Water Diviner (2014)


Penonton mana yang tidak suka ketika mereka dibawa berjalan oleh sebuah film untuk kemudian bertemu dengan banyak warna variatif, dari gelap menuju terang kemudian bertemu dengan warna yang sedikit sendu. Tapi hal tersebut tidak lantas justru membuat film tersebut merasa santai dan tenang karena keputusan untuk menjadi tampak berwarna harus ia sokong pula dengan tanggung jawab agar semua warna tadi dapat bercampur dengan baik dan saling mendukung satu dengan lainnya, karena kesalahan kecil dapat menghasilkan dampak yang signifikan. Nah, itu yang akan kamu temukan pada The Water Diviner.

Joshua Connor (Russell Crowe) sedang berada dalam situsi berduka ketika kehilangan tiga putra yang ia sayangi ketika Perang Dunia I. Joshua bertekad untuk membawa tubuh putra mereka menuju makam sang istri dan memakamkan mereka tepat disampingnya. Untuk mewujudkan hal tersebut petani asal Australia ini berangkat menuju Turki yang celakanya masih dihuni oleh ribuan tentara pasca perang, awal dari berbagai masalah lain seperti birokrasi hingga satu masalah dengan pejabat militer, meskipun disisi lain ia memperoleh bantuan dari wanita bernama Ayshe (Olga Kurylenko). 




Russell Crowe tampaknya punya banyak ide yang ingin ia terapkan disini, ia seperti ingin agar penonton terkunci didalam perjuangan Joshua yang berdiri di pusat cerita tapi disisi lain ia juga ingin agar cerita tampil tidak menjadi sebuah hiburan monoton. Cerita yang ditulis oleh Andrew Anastasios dan Andrew Knight digunakan dengan baik oleh Crowe dalam hal bagaimana membuat kamu jatuh hati pada karakter Joshua, dan tidak bisa dipungkiri kualitas akting yang ia berikan kepada karakter juga banyak membantu hadirnya nilai positif tadi, tapi jika harus menggambarkan film ini kedalam sebuah kalimat The Water Diviner adalah sebuah film yang mencoba terlalu keras namun tidak mampu dengan baik membagi fokus sehingga akhirnya tiap bagian kecil jatuh menjadi canggung.




Ambil contoh misalnya hal pertama yang terlintas dari sinopsis: sebuah perjuangan tak kenal lelah dari seorang ayah, tapi bukannya menaruh fokus pada bagaimana agar kita para penonton terus terpaku pada perjuangan tadi disini Crowe mewarnainya dengan berbagai subplot dengan eksekusi yang lemah. Kesan ambigu sering kali hadir dari cerita, tidak ada nada yang benar-benar kuat sebagai pusat, kamu akan dibawa menuju cerita berbalut misteri dengan modus investigasi, sedikit kilas balik, lalu ada komedi, hingga yang paling menjengkelkan upaya memasukkan romansa yang tampil dengan rasa yang dapat mewakili film secara keseluruhan: canggung. Tidak berhenti disana, karena hal-hal tadi seperti sebuah lingkaran yang episodik.




Kesalahan utama memang tidak layak sepenuhnya berada dibebankan kepada Crowe karena pada dasarnya cerita yang The Water Diviner miliki juga tidak istimewa, tapi bagaimana cara Crowe membangun cerita sehingga kerap kehilangan momentum itu yang menjadi kendala utama bagi The Water Diviner untuk membuat penonton terus meledak hingga akhir. Kisah yang seharusnya penuh dengan tekad kuat dari karakter utama serta intimitas yang menarik perlahan membuat penonton mempertanyakan apakah mereka masih harus merasa peduli dengan perjuangan yang dilakukan Joshua, gairah yang ditawarkan cerita perlahan menurun, perlahan luntur sehingga rasa frustasi Joshua perlahan juga bergeser menuju penonton.




Russell Crowe terlalu sering tenggelam dalam ide-ide yang miliki untuk membuat film ini “cantik”, yang sayangnya justru menjadikan The Water Diviner hanya berada di level okay. Potensi untuk menjadi film sebuah perjuangan dengan latar berlakang perang penuh intimitas dan semangat yang menarik gagal diraih oleh The Water Diviner. Tidak buruk memang, terlebih dengan kualitas akting yang diberikan oleh Crowe secara individu meskipun chemistry yang ia bangun dengan karakter lain tidak sama baiknya, tapi ibarat sebuah dinamit The Water Diviner adalah sebuah dinamit yang ketika api sudah melahap habis sumbu yang ia miliki tidak menghasilkan sebuah ledakan.









0 komentar :

Post a Comment