17 October 2014

Movie Review: Strawberry Surprise (2014)


Banyak konsep dalam mencintai seseorang. Ada yang menilai cinta dapat membuat seseorang menjadi bodoh, menjadi buta sehingga akan rela melakukan apa saja untuk memiliki dan selalu berada disamping orang yang ia cintai, tapi ada pula yang menerapkan cinta itu sebagai salah satu materi untuk menyokong kehidupan asmara agar tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih baik, tidak hanya sebatas “akan kulakukan semua untukmu.” Bukan hanya itu, masih banyak, dan tidak ada diantara mereka yang secara mutlak dapat dikatakan sebagai sesuatu yang salah, asalkan dipergunakan dengan tepat. Strawberry Surprise, a "sour" love story.

Aggi (Acha Septriasa) dan Timur (Reza Rahadian) merupakan sepasang kekasih yang tampak bahagia, tapi ibarat sebuah strawberry kisah asmara ternyata tidak sepenuhnya hanya berisikan hal-hal manis saja, ada kisah asam yang eksis didalamnya. Sumbernya adalah Aggi, wanita dengan ego tinggi yang tidak jauh dari kesan childish ketika bersikap. Seperti kebanyakan wanita yang lebih menggunakan perasaan, Aggi mengalami dilemma ketika ia merasa bahwa Timur bukanlah sosok yang tepat untuknya, ia merasa tidak dapat melanjutkan hubungan tersebut, dan memutuskan untuk berpisah dengan Timur. 

Perasaan menjadi alasan utama, sehingga gelora asmara yang Aggi rasakan tidak cukup mampu membuatnya yakin pada Timur, meskipun ia masih sayang padanya. Itu pula alasan mengapa ia mengajukan sebuah permintaan pada Timur, dimana jika lima tahun kemudian mereka berdua masih single, Aggi meminta pria yang berprofesi sebagai fotografer itu untuk datang ke Yogyakarta menemuinya. Pada akhirnya Timur memang mewujudkan permintaan tersebut, tapi kondisi diantara mereka tidak lagi sama, terlebih dengan keberadaan Inda (Olivia Jensen) diantara mereka.


Kisah yang diadaptasi dari buku berjudul The Strawberry Surprise karya Desi Puspitasari ini memang ringan, terasa santai malah, dan itu bukan menjadi sesuatu yang aneh jika anda tahu sejak awal ini memang di set untuk dapat menciptakan sebuah ruang dimana penonton akan bermain-main dengan isu paling dasar tentang cinta, mencoba menawarkan manis dan asam yang dimiliki oleh cinta layaknya sebuah strawberry. Itu bagus, konflik utama yang simple itu juga berhasil dibentuk dengan sama baiknya, dari naskah yang ditulis ulang oleh Oka Aurora dan Adi Nugroho, hingga bagaimana Hanny R Saputra menciptakan pesona dari cerita dan karakter di tahap awal itu. Bagian ini terasa kuat, sekalipun penonton tahu ia tidak menawarkan sesuatu yang benar-benar segar tapi cara mereka memutar hal-hal klasik itu tidak terasa menjengkelkan.

Nah, masalahnya adalah sebagai penonton yang tidak membaca The Strawberry Surprise sebelum menyaksikan film ini, setelah bagian awal yang manis itu hadir sebuah kejutan yang sangat tidak terduga. Dari manis ini berubah menjadi asam, tidak salah memang asalkan ia dapat kembali menjadi manis untuk terasa variatif, tapi masalahnya Strawberry Surprise tidak berhasil untuk kembali menjadi manis. Secara perlahan ini terus menjadi asam, pesona yang berhasil memberikan hook tadi mulai terasa palsu, alur mulai terasa kasar, dan daya tarik dari cerita yang seperti di jaga untuk tidak bergerak terlalu “bodoh” itu juga tergerus secara bertahap. Saya kehilangan ketertarikan pada Aggi dan Timur setelah mereka berpisah, bagian pembuka yang terasa kacau itu dapat memberikan sensasi yang menyenangkan, namun ketika ia mulai bergerak dalam alur yang stabil, ia tidak lagi menyenangkan.

Hal tersebut yang menyebabkan konsep yang ia bawa terkait cinta itu tidak berhasil konsisten tampil menarik hingga akhir. Strawberry Surprise di set untuk menjadi sebuah penceritaan cinta yang dewasa, dari narasi tampak jelas ia tidak mau tampil berlebihan, tapi yang saya rasakan justru sebaliknya, ini kurang dewasa dan terasa berlebihan dalam membangun konsep “fool for love” itu. Perputaran cerita dengan plot maju dan mundur yang dimaksudkan untuk semakin memperdalam empati dan simpati penonton pada kisah asmara dua karakter utamanya juga berakhir tumpul, isu tentang ego dan pandangan dalam cinta yang mengikutsertakan mimpi dan pekerjaan kedalamnya itu juga tidak mampu menghasilkan keintiman yang dapat membuat penonton merasa terlibat didalam permasalahan Aggi dan Timur, dan itu semakin kacau karena darisana isu utama sendiri pada dasarnya tidak lagi mengalami perkembangan yang signifikan.

Yap, stuck, mondar-mandir dengan terus menekankan rasa ragu yang dialami oleh karakter pada sikap yang harus mereka ambil, hal yang jika dicermati justru menggerus tingkat kedewasaan kisah ini dalam menggambarkan makna cinta itu sendiri. Hey, ingat, “fool for love”!! Ya, ya, tapi dengan kombinasi visual yang baik serta musik yang mengganggu itu perlahan cerita tidak lagi menggambarkan kondisi dimana “cinta yang kuat mengalahkan manusia yang kuat”, tapi “manusia yang lemah kalah oleh cinta yang sama lemahnya”. Rasa jengkel mungkin tidak mendominasi, namun hal tersebut memberikan kesan canggung dan mengganggu yang terasa besar, dan kehadirannya stabil hingga akhir, sehingga meskipun beberapa pemeran seperti Reza Rahadian yang tampil mumpuni hingga Olivia Jansen yang kurang di eksplorasi, rasa manis dari Strawberry Surprise perlahan terus menurun hingga akhir cerita.


Overall, Strawberry Surprise adalah film yang kurang memuaskan. Jika anda merupakan penonton yang masih berpegang teguh dengan konsep pertama di paragraph pembuka tadi, film ini mungkin dapat mengaduk-aduk anda dengan nada ringan yang ia terapkan, sehingga kuantitas dari rasa manis cinta pada cerita mungkin akan lebih besar. Namun jika tidak, maka bersiaplah untuk mendapatkan kondisi dimana anda akan kehilangan pesona dan daya tarik dari cerita serta karakter yang perlahan menurun, dan kesan canggung yang akan melakukan hal sebaliknya. Rasa manisnya terlalu sedikit, rasa "asamnya" terlalu banyak. 








0 komentar :

Post a Comment