02 September 2021

Movie Review: No Man of God (2021)

“Normal people kill people.”

Pernah tidak muncul di dalam pikiranmu bagaimana cara yang digunakan oleh para detektif atau polisi misal untuk mencoba menggali informasi dari pelaku kejahatan yang “pintar” dalam bertutur kata? Jika pelaku merupakan orang yang mudah panik tentu proses investigasi akan lebih mudah, mereka tertekan dan akhirnya menyerah, tapi bagaimana dengan mereka di kategori “pintar” tadi? Di film ini seorang FBI agent mencoba untuk mendapatkan informasi terkait sebuah serial killer dengan menjalin hubungan “istimewa” dengan pelaku utamanya, Ted Bundy, pria yang dijuluki the very definition of heartless evil, a sadistic sociopath, ia bahkan menyebut dirinya sebagai the most cold-hearted son of a bitch you'll ever meet. ‘No Man of God’ : an interview with the vampire.


Seorang special agent FBI bernama Bill Hagmaier (Elijah Wood) menjadi sorotan para rekannya ketika ia menawarkan diri untuk menangani sebuah kasus. Roger Depue (Robert Patrick) mengatakan bahwa Deputy Director FBI ingin research interviews lebih banyak lagi sehingga area bermain mereka akan diperluas, kini termasuk kasus pemerkosa berantai, penganiaya anak, dan juga pembunuhan berantai. Salah satu nama yang muncul adalah Ted Bundy (Luke Kirby), seorang American serial killer yang di tahun 1970-an melakukan berbagai aksi penculikan, pemerkosaan, dan juga pembunuhan terhadap wanita dan anak di bawah umur.

Bill Hagmaier menawarkan diri dan dengan rasa percaya dirinya yang tinggi tersebut ia berhasil “diterima” oleh Ted Bundy yang selama ini dikenal tidak suka dengan FBI. Sebelum masuk ke dalam ruang interogasi Bill Hagmaier telah diberitahu oleh salah satu penjaga tentang potensi situasi yang akan ia alami di dalam ruangan tersebut, Ted akan bermain tarik ulur dan mencoba memanipulasi pikirannya. Tapi sejak awal Hagmaier telah mengatakan kepada Ted bahwa he's not looking for evidence, he's looking for understanding. Meskipun itu tidak sepenuhnya benar.

Saya memulai film ini dalam kondisi sudah mengetahui siapa itu sosok pria sadis bernama Ted Bundy, mantan law student tersebut diperankan dengan baik oleh Zac Efron di film ‘Extremely Wicked, Shockingly Evil and Vile’ dua tahun lalu, jadi sudah punya gambaran terkait aksi kejam yang dilakukan oleh Ted Bundy di periode tahun 1970an itu. Tapi meskipun kamu belum tahu Ted dan kasus kejinya itu tidak butuh waktu lama untuk langsung merasa terjebak di dalam dunia kriminal yang sedang menaruh lampu sorotnya tertuju pada Ted Bundy. Amber Sealey piawai membangun pondasi utama, mengundang rasa penasaran terlebih dahulu sebelum membawamu masuk ke babak utama, meja interview.


Ada beberapa hal sederhana yang terasa efektif membentuk image ganjil seorang Ted Bundy, dari para agent yang malas mengambil kasusnya karena merasa akan sia-sia mengingat Ted Bundy yang menolak memberi statement karena he hates feds, hingga ketika Ted meminta Bill Hagmaier menulis surat kepadanya terlebih dahulu sebelum ia berkunjung ke penjara. Pesona ganjil tersebut lantas berkembang dengan cepat ketika Ted Bundy muncul di layar, ia benar-benar merepresentasikan julukan yang ia buat sendiri tadi yakni the most cold-hearted son of a bitch you'll ever meet. Perumpamaan yang ia pakai dengan menggunakan ikan di lautan itu jelas sesuatu yang terasa menyeramkan, menempatkan tekanan di pundak Bill Hagmaier.

Setting tersebut yang membuat proses interview itu menjadi menarik, karena ada permainan saling menyakiti namun juga saling sembunyi layaknya kucing dan tikus. Conducting interview merupakan bagian penting dari sebuah proses investigasi dan di sana kamu bisa lihat script yang ditulis oleh Kit Lesser terasa rapi dalam memberi ruang bagi konflik untuk berkembang secara perlahan tanpa harus kehilangan atensi penontonnya. And as the investigation progresses, new information emerges, proses profiling kemudian berkembang menjadi sengit di mana dua karakter utama seperti mencoba untuk masuk dan menguasai isi pikiran lawan bicaranya. Dramatisasinya tidak berlebihan tapi friksi yang muncul terasa menyenangkan.


Satu hal lain yang saya suka dari ‘No Man of God’ adalah tidak ada upaya glorifying terhadap aksi keji yang telah dilakukan oleh Ted Bundy. Mungkin pertanyaan timbul terkait apa yang ingin dicapai oleh Bill Hagmaier jika faktanya Ted sendiri mengakui perbuatannya tersebut? Yang ia permainkan adalah jumlah korban, angka pasti dari total korban. Sutradara Amber Sealey membuat proses interview tersebut menjadi semacam perang terselubung penuh intrik, meski image dari seorang Bill Hagmaier selalu tampak positif di sana sedangkan di sisi lain ada itikad baik yang ditunjukkan oleh Ted Bundy yang bersikap kooperatif pula. Kamu dibuat menunggu hingga satu jawaban sederhana itu tiba.

Tentu ada alasan mengapa judul yang digunakan adalah ‘No Man of God’ yang jika diterjemahkan berarti bukan seorang hamba Tuhan. Kasus Ted Bundy memang keji dan tidak ada alasan yang tepat untuk mengatakan ia tidak bersalah, tapi justifikasi bermain di sana dalam bentuk sebuah penyesalan. Kita tahu Hagmaier di sana untuk “membuka” mulut Ted Bundy yang sangat pintar berkilah itu, tapi ternyata proses itu digunakan oleh Hagmaier untuk membuka mata hati seorang Ted Bundy. “How am I going to explain all this to God?” begitu bunyi salah satu kalimat yang terucap dari mulut Ted, momen yang saya rasa menjadi puncak penyesalan yang ia rasakan, sesuatu yang selama ini justru ia tutup rapi di balik senyum kejinya itu.


Cinematography bermain dengan baik dalam menangkap suasana dingin dan unik di dalam ruang interogasi, sedangkan score sangat efektif kinerjanya pada momen di mana ia dibutuhkan untuk menabuh tensi semakin kencang, dan editing juga oke dalam membantu agar narasi tidak sampai terasa monoton. Tapi tentu saja kinerja akting Elijah Wood dan Luke Kirby perannya ada di atas itu semua, bagaimana Luke Kirby membentuk seorang psycho terasa oke, ia tidak berlebihan namun cenderung membuat penonton geram bahkan takut pada Ted Bundy secara subtle. Sama seperti Elijah Wood, terasa subtle dan membuat sulit bagi penonton untuk tidak terikat pada perjuangan yang sedang dilakukan oleh Bill Hagmaier.

Overall, ‘No Man of God’ adalah film yang memuaskan. Pola utama yang digunakan banyak mengingatkan saya pada The Mauritanian meski memang spotlight jelas berbeda. Kisah nyata Ted Bundy sendiri sebenarnya sudah mengerikan dan di sini bertumpu pada proses interogasi penuh interview, Amber Sealey bersama Kit Lesser berhasil membentuk materi tersebut menjadi sebuah crime drama yang engaging. Diperankan dengan baik oleh para aktor terutama dua pemeran utama, ‘No Man of God’ adalah sebuah penggambaran bagaimana selalu ada pintu yang terbuka untuk sebuah penyesalan and salvation has to come from within first. Because God is wiser, His understanding no one can fathom. Segmented.







1 comment :