06 June 2021

Movie Review: Plan B (2021)


“One little mistake can ruin the rest of your life.” 

Film ini dibuka dengan menyaksikan dua karakter utama mengawali hari mereka, yang satu ketika bangun langsung mengambil foto tubuhnya yang ia anggap seksi sedangkan satu karakter lain menggeser boneka gajah di samping tempat tidurnya agar tidak dapat melihat buku biologi yang sedang ia baca, berisikan gambar dari penampang tubuh manusia berjenis kelamin pria. Hasrat seksual para remaja yang sedang beranjak dewasa menjadi spotlight utama, kontrasepsi darurat kemudian berperan sebagai konflik. ‘Plan B’ : a raunchy but crunchy comedy.


Dari penampilannya saja sangat mudah untuk menilai Sunny (Kuhoo Verma) sebagai seorang nerd atau kutu buku, tidak heran jika pada akhirnya bersama dengan Lupe (Victoria Moroles) mereka ada di kategori “minoritas” di lingkungan sekolah yang berisikan para remaja wanita rupawan. Tidak seperti Lupe yang sedang dekat dengan seseorang bernama Logan meski takut ketahuan sang Ayah yang merupakan seorang Pastor, Sunny tidak punya pengalaman sama sekali tentang percintaan. Padahal dia sedang mengalami perubahan hormone yang gairah seksual miliknya menjadi tinggi.

Ketika sang Ibu pergi ke luar kota, Sunny memutuskan untuk mengadakan pesta di rumahnya dengan niat agar dapat berhubungan seks dengan pujaan hatinya, Hunter (Michael Provost). Di pesta itu juga hadir Kyle (Mason Cook), seorang remaja religius. Rencananya tersebut memang membawa Sunny mendapatkan satu hal yang ingin ia raih tapi celakanya hubungan seks itu tidak seperti yang ia harapkan. Kondom yang digunakan “tertinggal” dan membuat Sunny dirundung rasa panik. Bersama dengan Lupe ia kemudian memutuskan untuk segera mencari kontrasepsi darurat, Plan B pill.

Di pusatnya ‘Plan B’ akan terasa sangat cheesy, script yang ditulis oleh Joshua Levy dan Prathi Srinivasan hanya mencoba mendaur ulang kisah yang sudah umum dari para remaja yang sedang beranjak dewasa. Berangkat dari rasa ingin tahu yang lalu berujung pada potensi “bencana” karakter kemudian dipaksa segera menemukan solusi agar dapat menggagalkan bencana tersebut. Solusi itu hadir dalam wujud Plan B pill di sini, menempatkan Sunny dan Lupe dalam perjalanan yang lantas membawa mereka bertemu dengan berbagai macam hal-hal gila. Ya, klasik memang tapi tidak berhenti di sana.


Yang terasa klasik tidak hanya kerangka dan setting saja tapi juga materi cerita yang saling silih berganti mencoba mendorong narasi maju. Saya suka dengan cara yang digunakan Sutradara Natalie Morales di bagian awal, ia membentuk cerita agar tidak terlalu lama berputar di dalam proses perkenalan dua karakter utama. Termasuk di dalamnya masalah yang masing-masing mereka sedang hadapi, terutama Sunny. Itu menghasilkan energi yang terasa oke, banter antara Sunny dan Lupe terasa mumpuni membuat penonton seolah telah lama mengenal mereka. Saya juga suka dengan tone cerita high school yang dibentuk, ada craziness dalam kadar yang oke di sana.

Ya, di balik hal-hal positif tadi hal yang paling mencolok dari ‘Plan B’ ini adalah cara Natalie Morales membentuk jokes atau lelucon nakal yang berulangkali hadir untuk menggelitik penonton. Seolah tidak mau membatasi diri agar dapat bergerak leluasa berbagai macam lelucon nakal didorong ke hadapan penonton, layaknya para remaja yang di fase pubertas di sini Sunny dan Lupe dipaksa untuk terus tancap gas, dari party itu persahabatan mereka juga diuji di samping berupaya segera mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi Sunny. Bagian ini dikemas oke, tidak ada kesan terlalu memaksa tapi terasa efektif dalam menyampaikan tujuan utamanya.


Salah satunya tentang coming of age yang lengkap dengan berbagai problematika di dalamnya, dari jati diri hingga responsibilities yang menjadi bagian penting di masa early adulthood. Disampaikan dengan baik oleh Natalie Morales tapi sayangnya tidak terlalu kokoh untuk terus berdiri di pusat cerita. Tidak heran ketika narasi mencoba untuk menyajikan sedikit selingan dengan menggunakan lelucon yang beberapa di antaranya tidak takut untuk tampil lebih frontal, ‘Plan B’ kehilangan sedikit pesona menarik yang ia punya di awal tadi. Beberapa kesempatan yang dimiliki lelucon juga terasa sedikit overstretched dan terasa kering.

Hal tersebut membuat cerita tidak terlalu dinamis sejak awal hingga akhir, memiliki beberapa buat pit stop di mana konflik, isu, dan pesan coba dibentuk pondasinya agar dapat tersampaikan dengan baik di bagian akhir. Yang terakhir tadi terasa oke memang, berbagai macam isu dan pesan klasik dari masa adolescence tersampaikan dengan efektif meski jika berbicara kualitas punch yang mereka punya harus diakui tidak ada yang terasa kuat. Mungkin sejak awal tidak ada rencana untuk terlalu jauh mendorong isu dan pesan, tapi jika demikian maka seharusnya beberapa bagian di dalam cerita yang mencoba “menggali” pesan dan isu tersebut dapat dipersingkat.


Durasinya memang hanya 107 menit tapi ada beberapa bagian yang durasinya terasa sedikit terlalu lama dari batas menjadi efektif. Dan beberapa di antara mereka pula yang menimbulkan lelucon overstretched tadi. Untung saja itu tidak membuat narasi sampai kelihangan momentumnya, memang jatuh jadi terasa tidak dinamis tapi konflik utama terus bergulir dengan baik hingga akhir. Mungkin hal itu juga dampak dari kemampuan dua pemeran utama dalam menampilkan karakter, kepanikan Sunny dibentuk dengan baik oleh Kuhoo Verma sedangkan Lupe dengan internal issue miliknya ditangani dengan baik oleh Victoria Moroles. Banter mereka terasa menyenangkan untuk diikuti.

Overall, ‘Plan B’ adalah film yang cukup memuaskan. Menyaksikan ini mengingatkan saya pada coming-of-age teen comedy film seperti ‘Superbad’ misal, sebuah buddy comedy di mana karakter utamanya masuk ke dalam sebuah petualangan gila yang kemudian membawa mereka “melepaskan” beban yang selama ini membelenggu. Ya, satu kelas dengan ‘Booksmart’ dan di sini Sutradara Natalie Morales beserta duet penulis berhasil menciptakan dunia baru dari materi daur ulang yang klasik, meski memang ada beberapa bagian yang terasa kurang dan membuat ‘Plan B’ berakhir tidak potensi tertingginya. Good one. 








1 comment :