17 May 2021

Movie Review: The Day I Died: Unclosed Case (2020)

“Can I live as I did before?”

Seperti kebanyakan drama misteri Korea pada umumnya film ini merupakan sebuah kemasan yang rumit, menggunakan formula yang sebenarnya normal untuk film di genre ini berisikan proses penyelidikan kasus kematian, namun disertai selipan isu dan pesan yang ternyata di luar ekspektasi saya. Butuh interpretasi yang sedikit lebih “jauh” bagi saya untuk pada akhirnya mengetahui makna yang terselubung di balik proses investigasi itu, sebuah kisah kasus kematian yang ternyata menjadi sebuah penggambaran dari upaya kebangkitan. ‘The Day I Died: Unclosed Case’: the process of life reinstatement.


Detektif Kim Hyeon-soo (Kim Hye-soo) sedang dalam proses untuk kembali bekerja setelah sebuah peristiwa membuatnya harus beristirahat dan diminta oleh pimpinan (Kim Jung-young) untuk menyelesaikan kasus menghilangnya seorang anak bernama Se-jin (Roh Jeong-eui). Diduga melakukan bunuh diri dengan loncat dari tebing saat sedang terjadi topan, Se-jin meninggalkan sebuah catatan dan kematian didasarkan atas sepatu yang ditemukan di tepi tebing. Kim Hyeon-soo datang ke rumah yang sebelumnya ditempati oleh Se-jin bersama pria bernama Hyeong-joon (Lee Sang-yeob) dan sang Istri.

Konklusi dari kematian Se-jin bersifat penting karena dia adalah salah satu saksi dari kasus korupsi yang menimpa Ayahnya, sehingga ia menetap di rumah yang terletak di pulau terpencil itu sebagai upaya perlindungan. Setiap geraknya kala itu diawasi oleh CCTV, yang kemudian file-nya digunakan oleh Hyeon-soo untuk menganalisa. Ekspresi wajah Se-jin ternyata sama seperti yang sedang dirasakan oleh Hyeon-soo dan membuatnya yakin bahwa ini bukan sekedar kasus kehilangan. Hyeon-soo terus mencari petunjuk dan bertemu dengan Suncheondaek (Lee Jung-eun), wanita bisu yang dikenal anti-social oleh para penduduk pulau tersebut.

‘The Day I Died: Unclosed Case’ tidak menampilkan secara kontras dan langsung apa yang ingin ia sampaikan, narasi seolah menempatkan kamu di posisi ikut mengamati upaya karakter utama untuk mencari jawaban atas misteri kematian seorang anak perempuan yang tampaknya berasal dari keluarga kaya namun justru disebut mati bunuh diri di sebuah pulau yang sangat terpencil. Dari sana saja kesan ganjil telah eksis terlebih dengan fakta lain bahwa kasus kematian tersebut seperti ingin segera ditutup saja oleh banyak pihak, baik dari kepolisian hingga dari keluarga Se-jin itu sendiri. Kamu pada akhirnya akan sama seperti Kim Hyeon-soo : merasa curiga.


Rasa curiga itu yang kemudian dipermainkan oleh Sutradara Park Ji-wan di debut penyutradaraannya ini. Ada permainan misteri yang terasa cukup oke di sini, meski memang sedikit kekurangan bumbu dan pesona dari genre misteri dan drama tapi narasi tetap mampu membentuk sebuah proses di mana penonton mereka hanyut bersama Hyeon-soo. Sangat mudah untuk merasakan bahwa karakter utama wanita kita itu punya aura yang tangguh tapi saat ini kondisinya sedang rapuh, ada masalah personal seperti kasus perceraian yang tampaknya punya power cukup kuat untuk merundung pikiran dan perasaan Hyeon-soo. Investigasi saat sedang labil emosi.

Gejolak yang berlangsung di dalam diri Hyeon-soo pada akhirnya menjadi pusat bagi narasi berputar, ia terus mencari jawaban atas misteri yang membuatnya penasaran itu, menempatkannya di posisi merasa tidak rela jika kasus tersebut harus ditutup dengan konklusi berupa Se-jin mati bunuh diri. Park Ji-wan sangat bertumpu pada bagian ini, terus berputar di lingkaran tersebut sehingga muncul degradasi kualitas dalam kuantitas yang kecil. Ada titik di mana saya bertanya apa yang sebenarnya ingin Ji-wan sampaikan di sini, karena sebagai sebuah misteri sendiri narasi bermain terlalu santai, tidak ada urgensi yang kuat untuk terus “memompa” tensi misal.


Ternyata ada maksud terselubung yang telah dipersiapkan Ji-wan sejak awal, yakni menempatkan sebuah isu tentang makna menjadi bahagia dalam menjalani hidup. Kita punya tiga karakter wanita yang sangat mencolok dan ternyata mereka adalah penggambaran dari kehidupan yang telah “mati” dan mencoba untuk hidup kembali. Karakter Suncheondaek punya “masalahnya” sendiri, tapi ia jembatan yang kuat bagi dua karakter lain serta Ji-wan untuk menampilkan kekompakan di antara wanita. Penyebabnya apa? Perlakuan tidak adil yang mereka terima sehingga memutuskan untuk lari dan menemukan “identitas” baru.

Ini yang saya maksud di awal tadi, bagaimana proses recovery itu bersembunyi di balik proses investigasi, karakter yang putus asa mencoba menemukan lagi harapan. Tiga karakter wanita itu adalah penggambaran dari manusia-manusia yang terbuang, bertarung dengan batin yang sakit, membutuhkan tangan hangat untuk merangkul mereka. Sebuah teknik merangkai narasi yang cerdik memang dari Park Ji-wan, ada sensitifitas yang oke meskipun tidak menghasilkan punch yang memukau. Ada rasa puas ketika fakta sesungguhnya terungkap, meski lagi-lagi tidak menyajikan kejutan yang kuat pula namun mampu menjadi penutup yang baik, manis malah bagi pesan terhadap isu sesungguhnya yang diusung sejak awal.


Satu hal menarik lainnya adalah film ini punya durasi cukup panjang, berputar di dalam lingkaran investigasi dengan urgensi yang mini, sangat mudah bagi film tipe seperti itu untuk jatuh monoton dan membuat penonton merasa bosan. Menariknya film ini tidak, karena kita punya karakter yang menarik. Kim Hyeon-soo diperankan dengan baik oleh Kim Hye-soo terutama dalam menampilkan rasa sakit dan gejolak yang sedang terjadi di dalam pikiran dan hatinya. Roh Jeong-eui tampil oke sebagai Se-jin namun MVP bagi saya di sini justru Lee Jung-eun (Parasite), Suncheondaek dia bentuk menjadi misterius namun memiliki dramatic dan komedi role yang seimbang.

Overall, ‘The Day I Died: Unclosed Case (Naega Jugdeon Nal)’ adalah film yang cukup memuaskan. Seandainya strategi Park Ji-wan dalam menempatkan “kejutan” di akhir itu gagal bekerja dengan baik, mungkin nilai film ini akan jelek di mata saya, karena otomatis proses investigasi yang “terlalu biasa” itu menjadi hal paling memorable dari film ini. Tapi ternyata permainan misteri dengan tone dan atmosfir oke tersebut punya sesuatu yang lebih “kuat” ketimbang jawaban atas kasus kematian, sebuah proses pemulihan kehidupan dengan permainan emosi dan sensitifitas mumpuni. Segmented.








1 comment :