31 January 2021

Movie Review: Soul (2020)

‘What do you want to be remembered for?’

Bun, hidup berjalan seperti bajingan. Ya, ketika persaingan semakin ketat dan berat serta di mana manusia semakin dituntut untuk dapat cepat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, tidak heran jika semakin mudah pula menemukan mereka yang disebut para “jiwa-jiwa yang hilang”, mereka yang masih kesulitan menemukan arah, tujuan, serta makna hidup mereka serta masih kesulitan pula menemukan “spark” yang dapat membantu mereka. Sama seperti judulnya film animasi terbaru Pixar Animation Studios ini mencoba bercerita tentang “hidup” dalam cakupan yang luas dan ringan, tentu saja dalam baluran animasi cantik ciri khas Disney’s Pixar. ‘Soul’: I'm "mad" at Disney, they tricked me.


Pria bernama Joe Gardner (Jamie Foxx) merupakan satu dari sekian banyak warga New York City yang mungkin masih merasa kesulitan untuk meraih mimpi mereka, atau bahkan untuk sekedar menemukan alasan hidup mereka. Joe sendiri adalah seorang guru musik dan ia memiliki mimpi untuk dapat berkarir di industri musik jazz, meskipun mendapat pertentangan dari sang Ibu, Libba (Phylicia Rashad). Satu hari Joe menemukan info bahwa akan diadakan audisi untuk menjadi opening act bagi legenda jazz yang juga saxophone player, Dorothea Williams (Angela Bassett).

Joe tidak pernah menyangka bahwa audisi tersebut merupakan pintu masuk baginya untuk mengubah jalan hidupnya selama ini. Dengan perasaan bahagia Joe kemudian mempersiapkan diri untuk pertunjukan tersebut, namun celakanya sebuah tragedi justru menimpa Joe. Ketika tersadar Joe mendapati dirinya sedang berada di sebuah tangga panjang menuju “the Great Beyond” bersama para jiwa lainnya. Karena panik Joe kemudian jatuh ke “the Great Before” di mana para jiwa berlatih menemukan ‘spark’ agar dapat memulai hidup mereka di bumi. 22 (Tina Fey) menjadi mentor Joe.

Naskah yang ditulis oleh Sutradara Pete Docter bersama dengan Mike Jones dan juga Kemp Powers sebenarnya mengandung pesan yang tidak sepenuhnya baru, secara global ini mencoba mengangkat isu yang terasa sangat umum dan memiliki akses yang sangat mudah pula untuk menyentuh emosi penontonnya, yakni makna atau arti dari hidup. Coba kembangkan lebih jauh lagi maka ada alasan hidup, bagaimana kamu ingin menjalani hidupmu, serta seperti apa kamu ingin hidup kini yang sedang kamu jalani itu kelak akan dikenang, bukan hanya oleh orang sekitar kamu saja tapi juga oleh dirimu sendiri. Well, very encouraging, huh? Meskipun terasa basic namun di tangan Pete Docter materi, isu, dan pesan tadi tampil menyenangkan.


Hal tersebut tidak lepas dari ide unik yang coba kembali digunakan oleh Pete Docter di sini. Harus diakui memang ketika mendengar nama Pete Docter maka hal pertama yang muncul di tiap karya terbarunya adalah gebrakan macam apa yang coba ia sajikan? Di film ‘Up’ ia menempatkan seorang kakek yang sedang bersedih untuk menemukan rasa bahagia kembali dengan ditemani oleh seorang anak kecil serta rumah yang terbang dengan balon, sedangkan di ‘Inside Out’ penonton dibawa oleh Pete Docter untuk masuk ke dalam pikiran seorang remaja, menyaksikan cara berbagai emosi bekerja mengendalikan tubuh manusia. Di sini ruang bermainnya terasa sedikit lebih luas, yakni real life dan after life.

Sama seperti yang pernah ia lakukan di ‘Inside Out’ dulu di sini Pete Docter menaruh fokus lebih besar pada perjuangan jiwa seorang Joe untuk menemukan jalan kembali di real life. Ada proses yang harus dilalui oleh Joe dan di sana kemudian diletakkan berbagai macam pesan menarik tentang kehidupan dan menjadi manusia dengan pengemasan yang menarik. Pete Docter bersama Mike Jones dan juga Kemp Powers sebenarnya membentuk cukup banyak potongan cerita di sini namun dikembangkan dengan baik untuk mendorong serta memoles ide cerita untuk semakin bersinar. Saya sendiri suka dengan apa yang terjadi di the Great Before yang telah berganti nama menjadi the You Seminar, banyak isu dan pesan menarik tersimpan di sana.


Menyenangkan menyaksikan jiwa seorang Joe mencoba belajar kembali tata cara serta aturan yang “benar” tentang hidup, di sana banyak terkandung punch yang oke terkait hidup bagi para lost souls di kehidupan sekarang ini. Makna hidup, tujuan hidup, isu semacam ini sangat mudah jatuh menjadi sesuatu yang terkesan menggurui para penonton jika tidak dikemas dengan rapi dan elegan, tapi di sini Pete Docter justru mengutak-atik materi tersebut dengan membuat narasi bergerak lincah antar tiap bagian dengan cara yang ringan. Point menariknya tidak ada eksploitasi yang berlebihan terhadap konflik, fokus tertuju pada menyampaikan isu dan pesan dengan cara yang sederhana namun membawa dua hal tadi tiba di garis akhir dengan baik dan benar.

Alhasil narasi bergerak cepat dan membuat excitement terus berkembang menjadi semakin menarik. Untuk yang satu ini Pete Docter banyak terbantu dari keputusan untuk menempatkan Joe dan 22 di posisi terdepan, banter mereka di after life itu terasa menyenangkan diikuti serta mengingatkan saya pada kombinasi Russell dan Mr. Fredricksen di film ‘Up.’ Hubungan mereka yang terasa dinamis cukup menolong alur cerita yang dipenuhi bumpy roads bagi karakter serta membantu pula bagian lain dari cerita yang mencoba mengulik dalam kadar yang tepat terhadap isu latar belakang budaya dari karakter Joe yang merupakan seorang musisi jazz keturunan African-American.


Dari segi teknis seperti visual tidak ada kejutan, animasi cantik dengan komposisi yang manis, sama seperti balutan musik jazz dari Jon Batiste yang berpadu bersama score electronic dari Trent Reznor dan Atticus Ross, salah satu score film terbaik tahun lalu yang banyak membantu konsistensi tone dan mood pada narasi. Untuk yang terakhir tadi juga mendapat pengaruh positif dari kinerja voice acting dari para aktor. Jamie Foxx dan Tina Fey tentu merupakan duo yang berada di posisi terdepan, secara individual menjadikan karakter mereka hidup tapi juga menampilkan ikatan pertemanan yang menyenangkan untuk diikuti di antara Joe dan 22, humor yang menjadi penyeimbang bagi cerita mayoritas berasal dari mereka.

Overall, ‘Soul’ adalah film yang memuaskan. Saya terkesima dengan cara Pete Docter menyampaikan pesan tentang hidup yang familiar dengan tampak mudah tapi tetap tajam untuk menemani sajian visual yang cantik itu. Berbicara tentang hidup dengan cara yang ringan namun tetap padat, ‘Soul’ jelas merupakan sebuah pembuktian terbaru bahwa Pete Docter merupakan seorang yang kreatif dalam melakukan tweak terhadap isu sederhana dan mengubahnya menjadi petualangan manis penuh makna yang menyenangkan. Meskipun jika dibandingkan dengan ‘Up’ dan ‘Inside Out’ ini berada di “kelas” yang berbeda. So what do you think you'll do? How are you gonna spend your life?






0 komentar :

Post a Comment