12 April 2020

Movie Review: Plus One (2019)


“If you spend your whole life looking for perfect, you wind up with nothing.”

Menjadi seorang perfeksionis pada dasarnya bukanlah sesuatu yang buruk, namun pada beberapa hal menjadi perfeksionis justru mungkin akan membuat hidupmu menjadi sedikit lebih sulit atau rumit. Salah satunya adalah ketika berkaitan tentang cinta dan pernikahan. Ikatan yang menjunjung tinggi janji suci setia sampai mati membuat banyak orang kini memiliki banyak pertimbangan jika berbicara tentang cinta, harus ini dan harus itu pada akhirnya satu atau dua ketidaksesuian kemudian akan membuatnya meragu. Sudah punya pacar belum? Kapan nikah? Nunggu apa lagi? Plus One : a wacky romantic comedy.

Alice (Maya Erskine) dan Ben (Jack Quaid) merupakan dua sahabat yang sudah saling mengenal sejak bangku kuliah, mereka saling membantu satu sama lain dan keakraban sebagai teman yang terjalin di antara mereka membuat munculnya hubungan asmara adalah sesuatu yang sangat mustahil untuk terjadi. Karena rasa nyaman tersebut hingga suatu ketika mereka memutuskan untuk saling membantu terkait acara pernikahan, yaitu ketika “musim menikah” telah tiba Alice dan juga Ben menerima begitu banyak undangan pernikahan yang harus mereka hadiri.

Karena sama-sama sedang tidak memiliki pasangan maka mereka sepakat untuk saling menemani ketika menghadiri acara pernikahan, Alice menjadi teman Ben untuk datang ke acara pernikahan di mana Ben menjadi tamu undangan, begitu pula sebaliknya. Menjadi plus one. Alice dan Ben sepakat bahwa hal tersebut akan mereka lakukan untuk sepuluh undangan pernikahan, lima untuk Alice dan lima untuk Ben. Namun celakanya menghadiri berbagai pernikahan yang tidak semuanya menarik itu membawa babak baru ke dalam hubungan yang terjalin di antara Alice dan Ben.
Apa yang coba dihadirkan oleh duet Jeff Chan dan Andrew Rhymer di debut film layar lebar mereka sebagai Sutradara ini sebenarnya sama sekali tidak rumit, bahkan memiliki kesan klise yang terasa kuat. Di sini cerita yang juga mereka tulis bersama itu mencoba untuk menyampaikan bagaimana terkadang cinta itu tidak sulit untuk ditemukan, asalkan kamu mau mencoba melihat lebih teliti orang-orang disekitar kamu. Itu yang paling sederhana. Di sini kita punya Ben sebagai fokus utama, ia adalah seorang pria yang tampaknya masih belum mau untuk “ditembak” oleh Cupid karena ia merasa masih belum menemukan sosok yang mampu memenuhi apa yang ia harapkan untuk menjadi pasangannya.

Tidak ada yang salah dari keputusan tersebut karena pada dasarnya sebagai manusia kita tentu ingin untuk mendapatkan yang terbaik dari kemungkinan yang ada. Itu sesuatu yang sangat dapat diterima dan dimengerti. Namun sama seperti kalimat yang terletak paling atas itu bahwa ketika seseorang menghabiskan seluruh hidupnya untuk mencari yang sempurna di dalam setiap aspek hidupnya, maka ia dapat berakhir tanpa memiliki apa-apa. Jeff Chan dan Andrew Rhymer meramu dengan cerdik isu tersebut ke dalam bentuk komedi dengan sedikit rasa road trip, menyelipkan pesan utama tadi secara implisit sehingga tidak mengganggu jualan utama mereka, yaitu elemen romance yang kemudian hadir.
Kembali ke karakter Ben. Ada satu isu menarik yang hadir di dalam hidupnya, bagaimana ia menyaksikan teman-temannya kini perlahan sudah melangkah maju ke jenjang berikutnya, yaitu pernikahan, dan membuat dirinya selalu menerima pertanyaan seperti kapan dia akan menikah? Ayah dari Ben juga membawa satu isu yang menarik, bagaimana keputusan yang ia mengambil berhasil membuktikan kekuatan serta makna yang dimiliki oleh cinta di dalam sebuah hubungan asmara, lalu pernikahan. Tidak ada dramatisasi yang terlalu berat menggunakan isu-isu tadi, semua Jeff Chan dan Andrew Rhymer bentuk agar tampil ringan dan santai, namun punch yang mereka hasilkan menariknya terasa kuat dengan pesona yang menarik.

‘Plus One’ merupakan sebuah rom-com yang penuh warna, kita dibuat tertawa namun di sisi lain ia memiliki amunisi emosi yang tidak kalah kuatnya. Ketika momen itu tiba emosi yang berputar di sana terasa menarik dengan kuantitas yang terasa tepat, penonton yang sedari awal seperti telah merasa terikat dengan dua karakter utama dapat ikut merasakan gejolak dan rasa sakit yang hadir di sana. Jeff Chan dan Andrew Rhymer juga berhasil meramu atmosfir dan mood dari cerita, ritmenya terasa oke dengan perpindahan yang terasa halus, dari momen yang kocak dan lucu hingga ketika dua karakter utama akhirnya bertemu dengan dampak dari rasa ragu yang perlahan menggelayuti pikiran mereka itu, semuanya terasa manis dan tepat sasaran.
Cerita bergerak dengan irama yang halus dan natural serta setiap bagian agar hadir dalam komposisi yang tepat sasaran dan tidak berlebihan membuat hal-hal klise yang dimiliki ‘Plus One’ tidak punya power untuk mengganggu. Penggunaan berbagai wedding speech sebagai jembatan penghubung juga merupakan sebuah trik yang manis dari Jeff Chan dan Andrew Rhymer, dari yang benar-benar lucu, dipaksa lucu, hingga sama sekali tidak lucu. Family photo sebagai sebuah konfirmasi simple? Itu juga oke. Mereka juga berhasil menciptakan transisi di dalam diri masing-masing karakter yang di titik awal merupakan tipe orang yang fokus mencari personal happiness saja, sebuah penggambaran menarik bagaimana tidak ada sebuah hubungan yang sepenuhnya sempurna.

Jeff Chan dan Andrew Rhymer berhasil mengendalikan isu tadi dengan baik, begitu pula dengan dua pemeran utama mereka yang notabene juga menjadi tulang punggung cerita. Isu klise yang berhasil dibentuk kembali menjadi materi yang segar belum tentu akan mampu bekerja dengan baik jika tidak dieksekusi oleh pemeran secara tepat. Maya Erskine dan Jack Quaid berhasil mengeksekusi dengan baik cerita, secara individu mereka membuat Alice dan Ben menjadi karakter yang menarik, satu single yang tampak perfeksionis sedangkan satunya lagi single yang baru saja disakiti dan masih dirundung kesedihan. Chemistry yang terjalin di antara mereka juga terasa menyenangkan terutama ketika berurusan dengan banter komedi.
Overall, ‘Plus One’ adalah film yang memuaskan. Tidak mencoba menawarkan sebuah terobosan baru Jeff Chan dan Andrew Rhymer tetap menerapkan template klasik dari sebuah romantic comedy di sini. Namun yang membuatnya terasa segar adalah kemampuan mereka meramu cerita yang tipikal rom-com dan dipenuhi klise itu menjadi sebuah tontonan ringan dengan pesona dan chemistry yang menyenangkan. Dengan emosi yang menarik di dalam cerita serta narasi yang predictable berisikan provokasi serta berbagai momen lucu dengan “keanehan” yang menarik, ‘Plus One’ berhasil menghantarkan isu tentang cinta dan hubungan asmara dengan cara yang menyenangkan.









1 comment :