01 January 2017

Review: La La Land [2016]


"I just heard you play and I want to…"

Mungkin karena definisi dari kata cinta yang begitu beragam sehingga pada akhirnya terdapat begitu banyak rupa pendekatan yang dilakukan oleh filmmaker terhadap genre romance, dan tidak semua dari mereka berhasil tampil baik. Dengan konsep utama yang kerap terasa corny genre romance itu sebenarnya tidak ribet tapi dengan syarat filmmaker harus paham “peta” dari genre romance itu sendiri sehingga tahu “twist” semacam apa yang harus ia hadirkan ke dalam formula klasik dan klise tersebut. Sutradara ‘WhiplashDamien Chazelle paham pada "peta" tersebut dan tahu apa yang harus ia lakukan, mengolah kembali corny and classic concept tadi menjadi sebuah feel-good story yang menggabungkan kisah cinta dan musical. It’s like ‘Singin 'in the Rain’ meets ‘The Wizard of Oz’ with lovely modern twist.

Ketika film dimulai pria bernama Sebastian (Ryan Gosling) dan wanita muda bernama Mia (Emma Stone) tentu saja tidak tahu bahwa mereka berdua merupakan perfect couple, namun bersama tarian dan nyanyian perlahan Mia dan Sebastian mulai sadar bahwa mereka berdua seperti tercipta untuk hidup bersama. Pria yang merupakan seorang pianist dan wanita yang sedang mencoba menjadi aktris itu masing-masing memiliki mimpi yang ingin mereka raih tapi ketika jalan untuk mencapai hal itu mulai tampak mereka mulai dihadapkan dengan berbagai problema, dari tentang hidup dan tentu saja tentang cinta.  


First of all dua karakter utama kita sejak awal kemunculan mereka di layar seperti telah menunjukkan kalau mereka itu orang-orang yang menarik untuk diamati sehingga kamu dibuat yakin bahwa mimpi yang mereka punya akan mudah untuk tercapai jika menemukan jalan yang tepat. Tapi sebenarnya itu tidak hanya membuat cerita atau petualangan yang bermula di highway itu sekedar tampak menjanjikan tapi mereka terus tumbuh semakin dan semakin besar ketika durasi semakin jauh berjalan. Saya suka dengan hal tersebut, dua karakter memiliki ambisi tapi kemudian berhadapan dengan pressure, lalu selipkan musik di dalamnya serta berbagai tarian yang menyenangkan sebagai pelengkap. Apa yang dia tampilkan di Whiplash berhasil mengejutkan saya tapi jujur saja kala itu saya tidak pernah membayangkan Damien Chazelle akan membuat another magical film seperti yang dia lakukan di La La Land ini. 


Sebenarnya cerita yang terjadi di antara Mia dan Sebastian jika dinilai secara objektif tidak memiliki kandungan materi yang sangat special tapi seperti yang saya sebutkan tadi script tersebut dilengkapi dengan magic oleh Chazelle. Tidak hanya lewat kata-kata namun musik dan tarian juga membuat penonton semakin jauh tenggelam di dalam dunia milik Sebastian dan Mia, Gosling dan Stone benar-benar menghadirkan pasangan muda yang tampak nyata dengan chemistry mereka yang menawan. Setiap kali mereka bersenda gurau penonton seperti merasakan butterfly di dalam perut mereka, itu adalah bukti bagaimana kesuksesan Gosling dan Stone dalam “menghidupkan” Mia dan Sebastian ke dalam layar. Dari singing dan juga dancing perjalanan kisah cinta mereka terasa sangat ekspresif dan natural, mereka tidak hanya punya charm yang terasa oke saja tapi juga authenticity yang terasa sangat mumpuni. 


Di tangan sutradara lain mungkin komposisi seperti yang saya jelaskan tadi akan berakhir menjadi sebuah kisah cinta yang terasa “jaded” tapi tidak di tangan Chazelle. Di balik tarian dan nyanyian itu tadi kamu dapat merasakan sesuatu yang lebih “thoughtful” di samping hal-hal klasik dan klise dari bagian romance, dari ambisi dan pengorbanan mereka juga menjadi bagian penting cerita La La Land. Hasilnya La La Land punya berbagai rasa yang variatif dan dikombinasikan dengan baik oleh Chazelle, dari yang sweet hingga bitterness mereka berpadu dengan baik untuk membantu Mia dan Sebastian membuat kisah mereka menjadi sesuatu yang untuk dikenang lama. Hal itu Chazelle raih dengan tidak meninggalkan kesan trying too hard di dalam cerita, sama seperti Whiplash semua mengalir layaknya musik jazz yang sepertinya menjadi pedoman dari elemen teknis seperti score, editing, dan cinematography, sama seperti lagu-lagu seperti Audition dan City of Stars mereka semakin lama semakin terasa menyenangkan. 


Chazelle tidak menciptakan sebuah gebrakan baru di genre musical lewat La La Land, dia bahkan pada dasarnya hanya melakukan repackaged pada berbagai elemen klasik dari genre musical dan mengolah kembali mereka dengan sentuhan magis yang ia punya. Yang menarik adalah Chazelle berhasil mendaur ulang formula klasik itu menjadi sebuah sajian yang terasa modern tanpa menghilangkan basis utama. Konsep film ini harus diakui terasa corny tapi Chazelle seolah paham modern twist macam apa yang cocok untuk membuat konsep tersebut menjadi sebuah experience yang menyenangkan bagi penontonnya. Salah satu film terbaik di tahun 2016. Segmented.











7 comments :

  1. Mbak, tinggalnya di luar negeri ya? Film yang belum rilis disini udah direview aja. Jadi iri, hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Btw, ada info gak kapan La La Land masuk Indonesia?

      Delete
    2. Udah Midnight di XXI
      Kira2 anak 6 tahun bisa enjoy ga ya mba? Thanks. hehe

      Delete
    3. Silahkan cek profil blogger penulisnya ya mas Dicky. :)

      Delete
    4. Iya mas rupanya di luar negeri haha. Udah nonton dan emang bagus banget. Gangerti lagi sama orang yang bilang La La Land jelek atau overrated (they said Les Miserables is a better musical)

      Delete
    5. Tidak perlu ngak ngerti karena ngak semua orang suka musical. Dan ngak semua orang suka jazz. :)

      Delete