18 December 2016

Review: Bleed for This [2016]


"I’m gonna fight again."

Beberapa tahun terakhir ini film dengan bertemakan tinju seperti menemukan udara segar dan semakin banyak yang worth viewing, mundur ke awal 2010s ada ‘The Fighter’, lalu disusul ‘Reel Steel’, setelah itu muncul ‘Grudge Match’ (yeah, sorry), dari India hadir ‘Mary Kom’ dan tahun lalu terdapat dua film bertemakan boxing,Southpaw’ dan ‘Creed’. Tahun ini kembali hadir dua buah film bertemakan boxing, yang pertama adalah ‘Hands of Stone’ lalu yang terbaru adalah film ini, Bleed for This, sebuah kisah tentang apa yang mereka sebut sebagai "the greatest comeback in sports history". Not groundbreaking but it's still a quite absorbing sports drama.

Vinny Pazienza (Miles Teller) merupakan seorang petinju kebanggaan Rhode Island yang perlahan mulai mencuri perhatian, berkarakteristik cepat dan kuat Vinny berhasil menjadi petinju kedua dalam sejarah dunia tinju yang mampu meraih world champions di dua kelas yang berbeda yaitu lightweight dan junior middleweight. Vinny bukan sosok tanpa kelemahan, ia pria yang sloppy dan itu menjadi rintangan baginya ketika dirinya mengalami sebuah kecelakaan yang tidak hanya meninggalkan luka fisik saja tapi juga mengancam kemampuan fungsional tubuh Vinny. Menariknya Vinny menolak untuk menyerah dan bersama pelatihnya Kevin Rooney (Aaron Eckhart) ia berusaha agar dapat kembali ke dalam ring tinju.  


Dengan statusnya sebagai sports drama berdasarkan sebuah kisah nyata ‘Bleed for This’ tidak mencoba tampil berbeda dengan film-film biografi pada umumnya. Ben Younger mencoba mengajak kamu menyaksikan kisah hidup Vinny langsung ke dalam point penting yang berkaitan dengan jualan utamanya yaitu big comeback yang dilakukan oleh Vinny. Sejak awal ‘Bleed for This’ sudah punya satu hal penting dari film biografi yaitu karakter utama yang terasa menarik untuk diikuti dan diamati. Vinny punya charm yang terasa oke, dia pria yang "sloppy" tapi punya determinasi yang tinggi, terasa arogan dan punya masalah lain di luar tinju Vinny seperti hewan buas yang jatuh namun berusaha kembali bangkit. Itu menjadi daya tarik film ini bagaimana menyaksikan pria yang “buas” itu harus jatuh ke dalam perangkap yang membuat ia tampak seperti sosok yang jinak. 


Setelah berhasil membuat penonton root pada karakter Ben Younger kemudian mencoba memadatkan cerita menjadi tiga bagian: kejayaan awal Vinny, kejatuhannya, lalu kebangkitannya. Klasik memang dan faktanya ‘Bleed for This’ juga menggunakan formula yang sama di mana hero berubah menjadi underdog dan berusaha kembali menjadi hero. Oleh karena itu kuncinya tinggal terletak pada cara Ben Younger menciptakan dramatisasi di dalam kisah Vinny dan itu ia lakukan dengan cukup baik. Terasa routine memang tapi penekanan pada semangat yang Vinny punya berhasil menjadi materi yang dijual dengan baik oleh Ben Younger. Rintangan yang harus Vinny taklukkan tidak mudah tapi itu justru yang membuat perjuangannya menjadi terasa cukup absorbing, secara fisik dia lacking tapi isi pikirannya terasa crushing. 


Point menarik dari ‘Bleed for This’ terletak pada dramatisasi terhadap Vinny, usahanya untuk menjaga agar karirnya tetap hidup dengan menjalani latihan keras tapi di sisi lain kamu dibuat juga mengerti mengapa orang-orang di sekitar Vinny meragukan bahwa ia dapat kembali ke ring tinju. Younger berikan berbagai isu menarik di dalam perjuangan Vinny dalam melewati rasa sakitnya itu dengan salah satu tujuan terletak pada pertarungan melawan Roberto Duran, sosok yang merupakan karakter utama di film ‘Hands of Stone’. Menariknya adalah unsur drama di film ini terasa lebih dominan ketimbang unsur sports, setelah Vinny mengalami tragedi daya tarik film ini lebih kuat pada sisi medis terutama ketika Younger mencoba mengeksplorasi rasa frustasi yang Vinny rasakan. Tidak heran jika bagian berisikan medical perlahan justru terasa lebih menarik ketimbang boxing. Memang unsur drama berhasil menampilkan perjuangan Vinny menghadapi potensi paralysis tapi ketika unsur sports itu kembali muncul hype dan power di sana jadi tidak terasa luarbiasa. 


Hal paling krusial di dalam cerita tidak terletak pada bagian akhir tapi pada bagian sebelum bagian akhir, hasilnya examination pada Vinny agar sembuh terasa lebih menarik ketimbang agar Vinny dapat menang kembali sehingga pesonanya sebagai petinju di bagian akhir terasa sedikit loose ketimbang bagian awal. Ketika training kembali dimulai tensi cerita kembali naik tapi tidak peduli seberapa besar clarity dari camera dalam menghasilkan perjuangan Vinny namun yang hadir setelah itu tidak punya punch sekuat momen ketika Vinny struggle di bagian medical. Kualitasnya tidak jatuh drastis apalagi dengan performa akting dari Miles Teller yang berhasil menghadirkan “splash” di dalam kehidupan Vinny serta Aaron Eckhart yang tampil kuat sebagai sebuah “mess” yang di sini berhasil menjadi Mickey bagi Rocky, cara dia membakar semangat Vinny untuk terus berlari mengejar targetnya terasa oke. 


Dengan durasi 117 menit ‘Bleed for This’ tidak membawa sebuah gebrakan baru ke dalam sports drama khususnya boxing genre, masing menggunakan formula yang sama dengan berbagai kelemahan yang klasik, di sini contohnya terletak pada excitement serta fight sequences yang terasa repetitive. Namun di sisi lain Ben Younger berhasil membawa ‘Bleed for This’ untuk mencapai target yang ia punya yaitu menggambarkan sebuah comeback yang mereka sebut sebagai "the greatest comeback in sports history", memiliki up and down namun overall berhasil mengikat atensi penonton hingga akhir, dari direction hingga performa akting dua karakter utamanya ‘Bleed for This’ punya kualitas “heart” dan charm yang terasa oke sehingga membuat perjuangan Vinny yang juga menjadi perayaan terhadap determinasi ini menjadi terasa absorbing. Segmented.












0 komentar :

Post a Comment