14 August 2016

Movie Review: The Last Princess [2016]


Salah satu tipe film Korea yang sedikit lebih sulit untuk dapat membuat saya enjoy ketika menontonnya adalah film yang mencoba bercerita tentang sebuah sejarah masa lalu yang telah terjadi sebelumnya, period drama yang settingnya di kerajaan dengan menggunakan dialog baku di jaman itu. Alasannya sederhana, mereka sering terasa seperti sebuah "kelas" perkuliahan dengan durasi waktu sekitar dua jam. Personal memang dan itu mengapa The Last Princess (Deokhye-ongju) terasa impresif, sebuah kisah tentang the last princess of the Joseon Dynasty yang dipaksa untuk mempertahankan agar jiwa dan emosinya tetap berada di kondisi normal atau “waras”. It’s a "cliché" but heartbreaking drama.

Yi Deok-hye (Son Ye-jin), atau Princess Deok-hye, merupakan putri satu-satunya dan anak bungsu dari King Gojong (Baek Yoon-Sik), Raja terakhir Joseon. Ketika Kerajaan Joseon diduduki Jepang Deok-hye dikirim ke Jepang pada usia 13 tahun ditemani handmaiden bernama Bok-soon (Ra Mi-ran). Di sana ia merindukan tanah kelahirannya sembari terus menjadi “alat” politik bagi Jepang. Suatu ketika Kim Jang-han (Park Hae-il) yang telah memiliki koneksi dengan Deok-hye sejak kecil muncul di Jepang, menyamar sebagai tentara. Jang-han membawa misi untuk “menyelundupkan” Deok-hye dan membawanya kembali ke Joseon.  


Bukan pekerjaan yang mudah untuk membuat penonton merasakan emosi yang dialami oleh karakter secara natural, dan itu pencapaian terbaik dari film ini. Sutradara Hur Jin-ho berhasil membuat setup cerita yang oke dari kisah yang mengambil dasar dari novel berjudul Princess Deokhye karya Kwon Bi-young, ia buat kamu merasakan "feel" dari sejarah di dalam cerita tapi pendekatan yang ia berikan lebih modern dan tidak kaku. Itu yang membuat saya merasa mudah untuk klik, ini mengangkat salah satu kisah menyakitkan dari sejarah yang dimiliki Korea tapi mengapa kisah perjalanan dari Princess Deokhye terasa menarik hingga akhir karena yang film ini jual tidak melulu tentang sejarah, ini seperti kombinasi antara history story dengan melodrama rasa modern, a not so typical "heavy" drama tentang pendudukan Jepang di Korea.


Teman saya mengatakan ini merupakan kombinasi kisah nyata dengan sedikit elemen fiksi, sepertinya itu mengapa kisah ini jadi terasa menyenangkan untuk diikuti. Saya suka cara Hur Jin-ho mengemas cerita di sini, tentu saja ada pesan patriotisme tapi fokus kita sebagai penonton lebih diarahkan pada rasa sakit yang dialami Princess Deok-hye. Kisah tentang sejarah tetap clear tapi Hur Jin-ho bumbui dengan elemen fiksi yang berhasil membuat sisi sensitif yang dimiliki cerita jadi bersinar. Klasik sebenarnya, melodrama yang mencoba mengundang air mata penontonnya, tapi itu tidak terasa menjengkelkan karena mereka tidak terasa dipaksa. Ya, seperti yang disebutkan tadi pencapaian terbaik film ini adalah menyentuh emosi penonton dengan cara yang terasa natural, and Hur Jin-ho playing on it till the end. 


The Last Princess terus mencoba membuat kamu merasa empati pada sakit yang dirasakan Deok-hye dengan cara manis, menyajikan dramatisasi yang oke dan tidak berlebihan. Ini unik meskipun bukan merupakan orang Korea di beberapa momen di film ini saya merasa haru biru pada apa yang dialami oleh Deok-hye. Itu karena selain unsur sejarah di cerita Hur Jin-ho membuat semuanya terasa universal, menjahit kisah tentang kasih sayang dengan emosi yang halus tapi terasa nendang. Meskipun begitu walaupun menjual drama film ini juga tidak melupakan elemen di luar emosi dan empati tadi yang sedikit lebih thrilling. Ketika Kim Jang-han muncul kamu akan bertemu dengan sebuah action thriller yang oke, usaha dan pengabdiannya untuk melindungi Deok-hye menjadi sisi lain yang mampu membuat rasa patroitisme menjadi sedikit lebih tebal tapi tidak mengganggu drama utama.


Tapi seperti disebutkan di awal tadi pencapaian terbaik film ini menampilkan emosi yang terasa natural, Hur Jin-ho mampu membentuk agar karakter punya kesempatan mengeluarkan emosinya dan tentu saja kesuksesan itu juga akibat kinerja dari aktor dan aktris itu sendiri. Bintang utamanya tentu saja Son Ye-jin yang menampilkan kedalaman emosi yang cantik dari penderitaan yang dialami oleh Deok-hye, menyajikan sensitifitas yang memikat dari kondisi bingung dan patah hati, rasa lelah terpancar manis di ekspresi dan tatapan matanya. Park Hae-il juga berhasil menjadi pendamping yang oke, ia menampilkan kasih sayang dan loyalitas dari Kim Jang-han kepada Deok-hye secara seimbang, ketika berurusan dengan bagian action ia menyuntikkan rasa intens tapi di bagian drama ia juga mampu menampilkan emosi yang cukup berwarna. Ra Mi-ran dan Kim So-hyun juga berhasil mencuri perhatian. 


The Last Princess (Deokhye-ongju) berhasil menggambarkan penderitaan yang dialami oleh masyarakat Joseon ketika berada di bawah pendudukan Jepang, tapi itu bukan satu-satunya hal menarik dari film ini. Di tangan Hur Jin-ho ini merupakan sebuah kisah tentang pengorbanan, perjuangan, dan kasih sayang dengan memasukkan mereka ke dalam penderitaan yang menyakitkan, bermain dengan emosi dan air mata tapi tidak pernah terkesan memaksa dan berlebihan. Terasa natural, itu hal paling impresif dari film ini buat saya, meskipun klasik but there's a heartbreaking emotions at the end of the story. Segmented. 








0 komentar :

Post a Comment