22 July 2016

Review: Free State Of Jones (2016)


“I’m gonna die so they can get rich.”

Satu dari sekian banyak hal positif yang dimiliki oleh sebuah film adalah kemampuannya “menginspirasi” penontonnya. Ketika awal mengenal film saya juga merasa janggal dengan kata tersebut tapi seiring berjalannya waktu kemudian sadar bahwa ada tipe film yang membawa isu dan pesan yang menarik dengan after impact yang tidak kecil. Film tipe seperti itu memiliki dua kelas, pada akhirnya mampu menginspirasi atau hanya menjadi sebuah kelas dengan presentasi penuh “ceramah” yang kurang dan bahkan tidak menginspirasi. From the director of ‘The Hunger Games’ here comes ‘Free State of Jones’, a palpable but pale war drama. Alright alright alright?

Tahun 1862, Jones City, Mississipi, seorang tentara konfederasi bernama Newton Knight (Matthew McConaughey) mengalami shock ketika melihat remaja pria tewas bersimbah darah di medan perang. Hal tersebut membuat Knight mulai mempertanyakan apa alasan dan untuk siapa ia berperang yang menurutnya hanya menguntungkan pemilik perkebunan kaya raya untuk mendapatkan para budak. Bersama warga lokal dan mantan budak Knight berniat untuk melakukan pemberontakan melawan Konfederasi untuk merebut kembali kebebasan yang selama ini direnggut dari mereka. Di sisi lain Konfederasi tidak tinggal diam, mereka telah siap untuk “menghancurkan” para pemberontak.


Sinopsis di atas tadi tidak terasa ringan bukan? Newton Knight adalah seorang pria yang percaya bahwa semua orang terlepas dari ras yang mereka miliki are equal, oleh sebab itu freedom harus ditegakkan. Bermain di tahun ketika Civil War berlangsung ‘Free State Jones’ tidak sepenuhnya “tidak menarik” sejak awal, punya urutan yang oke ini terasa baik dalam menangkap motivasi karakter serta nuansa “dingin” dari konflik utama. Itu memudahkan penonton untuk langsung tertarik pada berbagai ide tentang "inequality" yang coba disampaikan oleh Gary Ross (Big, Dave, Pleasantville, Seabiscuit, The Hunger Games), bersama beberapa elemen kekerasan yang oke rasa sakit yang dialami para budak tersaji dengan baik di layar, kesan horror dari situasi yang mereka alami juga oke. Namun ketika bahaya membawamu perlahan mendekat menuju ke tragedi impact emosi yang dihasilkan film ini tidak pernah terasa maksi.


‘Free State Jones’ sering stagnan bahkan sesekali kehilangan daya tariknya. Hal utama yang ingin ia capai kita mengerti tapi dengan durasi 139 menit berbagai isu yang ia punya berputar-putar di lingkaran yang sama. Niat Gary Ross baik, ia seperti berusaha mengingatkan penonton pada isu yang masih eksis hingga saat ini tapi kesan yang tercipta lebih seperti sebuah kelas perkuliahan ketimbang sebuah war drama penuh gairah yang menawan. Mayoritas waktu digunakan untuk mengeksplorasi tumbuhnya usaha pemberontakan, mengamati upaya Knight untuk membela kaum bawah dan melawan pemerintah. Tapi kesan kepahlawanan Newton Knight yang tidak pernah kuat bersama "isi" dialog yang repetitif membuatnya lebih tampak seperti pria yang mencoba pamer saja. Yup, saya tidak mendapat gairah kepahlawan yang menawan dari Newton Knight.


Seandainya fokus lebih kuat atau lebih mumpuni sehingga cerita terasa lebih padat hasil akhir ‘Free State Jones’ mungkin akan lebih baik. Ini seperti sebuah presentasi yang awalnya menarik tapi mencoba melakukan terlalu banyak hal sehingga kehilangan daya tarik dari fokus utamanya. Point utama clear tapi seperti kehilangan beberapa elemen penting untuk menyokongnya agar mampu menciptakan dampak yang maksimal. Alhasil ‘Free State Jones’ kerap terasa seperti menyaksikan show tentang sebuah upaya, miskin kedalaman emosi sehingga rasa peduli maupun rasa simpati pada apa yang karakter hadapi, lakukan, dan ingin mereka capai selalu timbul dan tenggelam. Ini bukan berarti saya tidak suka war drama yang terlalu "ambisius" dan “kompleks” namun usaha untuk tampil seperti itu harus dibungkus menjadi kemasan yang tetap padat dan tidak overweight.


Dan mungkin saja api dengan begitu semangat perjuangan yang ditampilkan dapat terasa lebih menawan, tidak kering di dalam narasi yang sudahlah predictable terasa preachy pula. Sangat disayangkan hal tersebut terjadi karena dengan demikian ‘Free State Jones’ tidak membawa kinerja akting pemeran utamanya menjadi maksimal. Meskipun narasi terasa lemah Matthew McConaughey masih punya beberapa momen oke meskipun selebihnya yang ia lakukan seperti Robin Hood dengan ekspresi yang mencoba show off. Pendalaman terhadap karakter memang oke tapi McConaughey kerap membuat Newton Knight jadi terasa seperti karakter karikatur, semangat “pemberontakan” tidak selalu terasa membara. Sementara Gugu Mbatha-Raw dan Keri Russell tampil oke sayangnya karakter mereka tidak “terlibat” secara dominan, sedangkan Mahershala Ali (Moses Washington) sesekali mampu mencuri perhatian.


Ketika selesai menonton ‘12 Years a Slave’ beberapa tahun lalu saya merasa apa yang disajikan film tersebut merupakan sesuatu yang kejam dan berharap hal seperti itu tidak kembali merusak dunia modern. Ketika selesai menonton ‘Free State Of Jones’? Terasa seperti baru selesai mengikuti kelas sejarah berdurasi dua jam dengan fokus sederhana tapi mencoba melakukan banyak hal kurang menarik sehingga terasa gembung dan mengapung. Elemen action mampu menghadirkan kekerasan yang berdarah namun narasi kurang berhasil menghasilkan dramatisasi yang konsisten menarik untuk membuat penonton tidak hanya sebatas mengerti apa yang ingin dicapai tapi juga peduli dengan konflik dan eksistensi karakter di dalamnya. It’s not super dull, but obviously a too “pale” war drama. Segmented.










1 comment :

  1. Kritik yang terlalu kering. Film sejarah apalagi dalam periode perang tidak harus selalu meletus suara letusan. Pahlawan tidak selalu super hero. Film ini teramat bagus, penuh filosofi kehidupan yang hakiki. Seharusnya menginspirasi penonton, mereka yang masih hidup dalam penjajahan atau bisa dibaca korupsi, kecuali anda sudah cukup nyaman atau kaya dari mereka yang miskin.

    ReplyDelete