25 June 2016

Review: Popstar: Never Stop Never Stopping (2016)


“Sometimes you’re up, sometimes you’re down.”

Saya tidak tahu bagaimana kehidupan seorang bintang besar lengkap dengan power dan tekanan yang mereka punya namun berdasarkan berbagai berita yang beredar sangat mudah untuk memahami bahwa kehidupan seorang superstar tidak selamanya indah. Kehidupan seperti roda yang berputar dan usaha mempertahankan sesuatu lebih sulit jika dibandingkan dengan usaha ketika kamu hendak meraihnya. Dibantu oleh Judd Apatow hal tersebut coba ditampilkan oleh The Lonely Island di Popstar: Never Stop Never Stopping, sebuah mockumentary comedy dengan nafas musical dan parodi, sebuah satir terhadap budaya modern yang tampil dengan energi menular. Breaking News from CMZ: Taylor Swift was arrested for murder. Beware, Bieber.

Hip-hop trio ‘The Style Boyz’ yang beranggotakan Conner Friel (Andy Samberg), Lawrence Dunn (Akiva Schaffer), dan Owen Bouchard (Jorma Taccone) bubar meskipun mereka masih dikenang berkat hits ‘Donkey Roll.’ Penyebabnya adalah Conner menjadi lebih populer daripada anggota lain sehingga Lawrence memutuskan untuk keluar, Conner tampil dengan stage name Conner4Real, dan Owen beralih menjadi staf Conner sebagai DJ dengan iPod andalannya. Album pertama Conner4Real sukses besar namun albumnya yang kedua tidak, hal yang kemudian membawa Conner4Real menyadari kesalahan yang selama ini telah ia lakukan baik di dalam industri maupun di kehidupannya sehari-hari.


Dibentuk sebagai sebuah film documenter palsu Popstar: Never Stop Never Stopping berhasil menjadi salah satu hiburan segar di summertime ini. Berawal dari sinopsis sederhana dan konsep tipis tentang proses jatuhnya seorang artis yang kemudian menyadari kesalahannya sendiri ini berhasil menjadi sebuah satir terhadap industri dan insan musik lengkap dengan kedangkalan dan ego di dalamnya. Dengan meniru gaya film documenter milik Justin Bieber dan Katy Perry meskipun tidak mencoba menggali terlalu dalam namun banyak materi satir yang berhasil ditampilkan oleh film ini dengan oke tanpa terkesan frontal dan tetap terasa fun. Contohnya, bagaimana power di media sosial lebih menjamin kesuksesan ketimbang kualitas musik dan kepribadian yang dimiliki seorang superstar, Donkey Roll merupakan lagu dengan kualitas medioker tapi sukses menjadi hit, 'Equal Rights' dinyanyikan oleh Conner untuk mendukung gay marriage hanya untuk menarik perhatian media.



Tapi itu tidak menandakan bahwa Popstar: Never Stop Never Stopping terkunci dan disibukkan oleh usaha menampilkan berbagai isu yang ia bawa. Akiva Schaffer dan Jorma Taccone yang di sini menjadi sutradara memanfaatkan dengan baik naskah standar yang terasa “bebas” itu, setiap segmen dibentuk dengan rasa SNL tapi tetap mempertahankan busur utama cerita yang terletak di Connor. Tidak heran meskipun Popstar: Never Stop Never Stopping memilih tampil konyol dari lelucon visual hingga penyampaian lewat lirik lagu ciri khas The Lonely Island ia juga punya warm things yang ketika muncul secara implisit di samping berbagai kekonyolan yang ditampilkan berhasil memberikan kejutan yang manis. Kemampuan Akiva Schaffer dan Jorma Taccone menyeimbangkan materi konyol dan materi serius merupakan kejutan tersendiri dari film ini, di awal tidak ada ekspektasi akan mendapatkan sebuah komedi yang tampil playful dan absurd namun juga memiliki emosi yang tidak terasa murahan.



Semakin menarik karena pencapaian tadi lahir dari presentasi yang bergerak cepat. Durasi film ini tidak sampai satu setengah jam namun tidak peduli seberapa standar dan longgar materi dan cara bermain yang ia tampilkan output dari Popstar: Never Stop Never Stopping terus terasa menarik. Kuncinya ada dua, konsistensi dan keep it simple. Saya suka konsistensi alur cerita, meskipun terkadang bergerak acak dan sedikit lemah di paruh kedua tapi cerita tidak pernah kehilangan momentum, lelucon walaupun tidak semuanya hit namun mayoritas hadir dalam kualitas yang pas. Ya, kualitas komedi dan sedikit drama terasa pas karena mereka dibuat agar tetap simple. Di sini The Lonely Island berhasil menghindar dari salah satu penyakit mockumentary yaitu terasa annoying, mereka mengatakan apa yang ingin mereka katakan tanpa terlalu berlebihan sehingga elemen satir yang mereka tampilkan juga tidak terasa menjengkelkan.



Bagaimana bisa merasa jengkel ketika setiap menit durasi berjalan kita menemukan berbagai kejutan, salah satunya dari cast dan tentu saja musik. Popstar: Never Stop Never Stopping punya sangat banyak cameo yang mayoritas hadir lewat interview, mereka dimanfaatkan dengan maksimal untuk membuat penonton tersenyum hingga tertawa. Tapi walaupun kuantitasnya besar fokus kita tidak pernah terkunci pada mereka semua berkat kinerja yang tidak kalah baiknya dari The Lonely Island dan cast lainnya. Bintang utamanya adalah Andy Samberg yang menampilkan “pesona” superstar dengan baik, sementara Akiva Schaffer dan Jorma Taccone selalu hadir di waktu dan momen yang tepat. Sama halnya dengan soundtrack, lagu-lagu seperti Donkey Roll, I’m So Humble, Finest Girl (Bin Laden Song), Mona Lisa, hingga Incredible Thoughts terasa absurd tapi catchy, lagu dimanfaatkan dengan baik bukan hanya untuk menyindir dan bersuara tapi juga membangun serta mempertahankan energi adiktif cerita.



Popstar: Never Stop Never Stopping adalah bukti bagaimana formula dan konsep klasik serta klise masih selalu mampu tampil menarik jika dieksekusi dengan tepat. Popstar: Never Stop Never Stopping punya energi yang adiktif, konsistensi pada eksekusi yang seimbang dan tepat guna, comedic performances yang oke lengkap dengan cameo yang sukses memberikan kejutan, dan walaupun menjadi arena mocking terhadap pop-star culture dan current music business ini juga menghasilkan kehangatan yang pas terhadap isu persahabatan dan sikap rendah hati. Meskipun terasa longgar di cerita dan tidak semua lelucon menghasilkan hit maksimal kisah sederhana yang dirajut seperti kumpulan sketsa komedi bersama fokus utama yang kuat sebagai pusatnya ini berhasil menjadi sebuah hiburan comedy mockumentary yang menyenangkan. It's Good4Real. Doink de doink! Patrick Stewart money!













Cowritten with rory pinem

0 komentar :

Post a Comment