31 May 2016

Review: Love & Friendship (2016)


"Lady Susan Vernon will destroy every comfort of our life."

Sebelum jaman menjadi modern seperti sekarang ini bumi sebenarnya pernah dipenuhi dengan manusia-manusia yang berlomba-lomba untuk menjadi yang terhebat dengan cara yang bermartabat, meskipun sejak dahulu kompetisi telah diisi dengan manipulasi bersama dua sisi yang juga sama seperti sekarang, ada si baik dan ada si jahat. Manipulasi bukan sebuah aksi yang menyenangkan namun di tangan Whit Stillman itu ditampilkan dengan manis kedalam sebuah kisah kejahatan yang lucu, ceria, dan menyenangkan. Love & Friendship adalah romantic comedy yang, istimewa.

Lady Susan Vernon (Kate Beckinsale) adalah wanita licik dan manipulatif yang baru saja menjanda dan banyak dipergunjingkan. Agar rumor yang sedang hangat tentang dirinya dapat mereda, Susan menyusun "rencana" bersama sahabatnya Alicia Johnson (Chloë Sevigny) untuk mengunjungi saudara iparnya Charles Vernon (Justin Edwards), dan istrinya, Catherine Vernon (Emma Greenwell) yang tahu karakteristik “berbahaya” Susan. Rencana Susan adalah untuk segera menemukan suami baru agar masa depan keuangannya dapat kembali aman, dan sasarannya adalah adik laki-laki dari Catherine, Reginald deCourcy (Xavier Samuel), sementara di sisi lain Susan juga berusaha menjodohkan putrinya Frederica Vernon (Morfydd Clark) dengan pria kaya namun bodoh bernama Sir James Martin (Tom Bennett).


Meskipun baru menonton dua film yang ia sutradarai, Last Days of Disco dan Damsels in Distress, satu hal yang mencolok dari Whit Stillman adalah ia merupakan sosok yang handal dalam membentuk dialog dalam bentuk prosa yang witty. Di awal sempat muncul sedikit rasa ragu apakah gaya tersebut dapat klik dan menghasilkan dialog yang menarik dan maksimal mengingat setting cerita Love & Friendship ada di tahun 1790an, era di mana percakapan masih terasa kaku demi menjunjung martabat. Boom, sebuah pukulan telak hadir tidak lama setelah film ini mulai berjalan, kehandalan Whit Stillman klik dengan sangat manis kedalam kisah yang mengambil dasar dari novel Jane Austen ini. Bukan hanya cocok, kombinasi mereka terasa sangat sangat manis, sebuah perpaduan antara serius dan santai yang terus membuat penonton tersenyum sembari terpesona.



Ya, terpesona, Love & Friendship punya pesona yang sangat sangat besar pula. Ini pada dasarnya merupakan sebuah drama namun cara film ini bercerita seperti memadukan banyak genre kedalam satu kesatuan, dan di situ letak keindahannya. Penindasan feminine jadi fokus utama, sebuah usaha memuaskan nafsu dengan cara yang licik dan manipulatif digunakan sebagai jalan, dan semua ditampilkan dengan menggabungkan sikap sopan dan sikap terbuka secara bersama untuk menggambarkan perasaan karakter. Ini cantik, bagaimana sebuah kisah tentang upaya jahat justru tidak pernah berhenti membuatmu tersenyum karena ditampilkan dengan penuh rasa ceria dan lelucon kecil yang menggelitik. Love & Friendship seperti sebuah drama yang mencoba tetap menjunjung tinggi ciri khas klasik namun di mix and match dengan sentuhan visi modern, menampilkan intrik dan gairah dipenuhi dengan kepekaan yang menawan.



Ya, kembali harus memulai paragraph ini dengan kata terpesona. Drama tipe seperti ini sering kali jatuh menjadi presentasi yang kering, ambil contoh Miss Julie, tapi Love & Friendship sejak awal hingga akhir tidak pernah kering namun justru terasa nyaman memainkan berbagai materi yang ia punya. Itu unik karena isu yang film ini bawa mengandung seks dan bahagia di dalamnya tapi ditampilkan terbuka penuh keterusterangan sehingga berhasil menggambarkan isu provokatif tersebut dengan penuh semangat dan bergairah. Benar, bergairah, penonton dapat merasakan gairah yang dimiliki Susan untuk meraih kebahagiaan yang berpadu dengan unsur persahabatan, tapi hal tersebut tidak tampil sebagai sebuah penggambaran yang berteriak untuk meraih atensi dari kamu, ia seperti flirting dengan pesona dan semangat yang konsisten sehingga membuat penonton terus tergoda dan terjebak semakin dalam bersamanya.



Plot cerita sendiri tidak luar biasa, sedari sinopsis dapat dikatakan generik, namun fungsi mereka di sini hanya sebatas menciptakan arena bermain bagi anti-hero yang penuh pesona itu. Tidak hanya nada yang playful saja tapi Love & Friendship juga penuh dengan kejutan. Ketika kamu merasa Susan sudah keterlaluan ia kembali mendorong limit yang baru saja ia ciptakan, dan selalu menarik karena tidak pernah muncul kesan murahan pada apa yang Susan lakukan. Unik memang, Whit Stillman ingin berbicara tentang “equality” namun dengan cara yang tidak biasa yaitu dengan menggunakan seekor ular yang lovely, seorang wanita penuh nafsu untuk bahagia yang memiliki tatapan mata memikat dan tutur kata yang menyengat. Sebuah langkah yang berani, mengadaptasi sastra tanpa memberikan pendekatan tradisional yang terlalu kental, disokong dengan desain produksi, sinematografi, dan editing yang mumpuni berusaha mengangkut penonton menyaksikan “kebanggaan” palsu penuh aksi manipulatif.



Kesuksesan tadi juga berkat kinerja cast yang begitu menawan. Emma Greenwell dan Morfydd Clark berhasil menjadi “pendamping” Susan yang simpatik tanpa terkesan lemah, Xavier Samuel menampilkan sisi positif si gagah Reginald dengan baik, Chloë Sevigny membuat Alicia punya kontribusi yang terasa pas di dalam cerita, Tom Bennett menampilkan cluelessness Sir James menjadi sesuatu yang lucu setiap kali ia hadir. Bintang utamanya adalah Kate Beckinsale. Beckinsale sukses membuat penonton terpesona dengan kelicikan yang Susan miliki, namun di sisi lain ia sukses pula memancarkan gairah yang kuat dari niatnya untuk bahagia. Susan adalah wanita yang menggunakan pesona dan kecantikannya dengan cerdas, dan itu tampil manis berkat kinerja akting dari Beckinsale di sini penuh perhitungan yang presisi. Beckinsale menampilkan sisi naif dan sisi nakal karakternya secara seimbang dan saling mengisi satu sama lain sehingga aksi flirting yang Susan lakukan tidak pernah terasa monoton.



Love & Friendship merupakan adaptasi yang berani, mencampur elemen "klasik" bersama sentuhan modern dengan keterlibatan unsur-unsur yang lebih provokatif di dalamnya. Dipenuhi dengan dialog yang witty, cerdas, dan menggigit sejak awal hingga akhir penonton dibawa menyaksikan seorang wanita berusaha untuk meraih kebahagiaan dengan cara yang nakal, licik, menggoda, dan manipulatif. Whit Stillman sekali lagi berhasil menggambarkan berbagai isu sosial dari cinta, status, hingga persepsi terhadap sesama dengan cara yang ceria, sebuah perpaduan drama, romance, dan comedy yang lucu dan menyenangkan. Ketika ia hadir ia mempesona, ketika ia selesai dan pergi penonton tetap terpesona. Itu Love & Friendship, engaged from start to finish. Segmented.























Thanks to rory pinem

1 comment :

  1. wah, kalo kak rory udah kasih 8, berarti harus ditonton banget....up

    ReplyDelete