02 April 2016

Review: My Big Fat Greek Wedding 2 (2016)


"If your knees are open, shut your eyes."

Dengan budget $5 juta pada tahun 2002 My Big Fat Greek Wedding berhasil meraih pencapaian box office sebesar $368.7 juta yang kemudian membuatnya dinobatkan sebagai the highest-grossing romantic comedy of all time. Ya, menghasilkan uang 73 kali lipat dari budget tentu bukan sesuatu yang sembarangan sehingga munculnya sekuel menjadi hal yang wajar. Tapi yang jadi pertanyaan adalah setelah tertidur selama 14 tahun apakah usaha My Big Fat Greek Wedding 2 untuk mencoba membawa kembali Toula dan keluarganya bermain-main di “arena” yang identik itu mampu menghasilkan rasa segar di level yang sama seperti yang pernah dilakukan oleh pendahulunya?

Toula Portokalos (Nia Vardalos) sedang dihantui rasa cemas karena putrinya Paris Miller (Elena Kampouris) sebentar lagi akan masuk ke perguruan tinggi dan meninggalkan keluarganya yang usil. Toula juga harus berhadapan dengan fakta lain bahwa hubungan cinta antara dia dan suaminya Ian Miller (John Corbett) sudah mulai dingin dan mencoba untuk menghidupkan kembali api asmara mereka. Dua buah masalah ternyata belum cukup karena ayah Toula, Gus (Michael Constantine), datang dengan dua masalah lain, yang pertama meminta agar Paris menikah di usia muda, dan yang kedua sebuah kejutan yang berasal dari pernikahannya dengan Maria Portokalos (Lainie Kazan). 



Nia Vardalos yang berhasil mendapatkan nominasi Oscars sebagai penulis script film pertama kini kembali memegang kendali penuh di sektor cerita, dan harus diakui pondasi yang ia berikan di film ini sebenarnya tidak buruk. Saya suka setup cerita, sinopsis oke, cara ia mempertemukan kembali penonton dengan karakter juga berjalan dengan baik ketika mencoba melakukan refresh pada “keunikan” yang dimiliki keluarga Portokalos sembari mencoba memperkenalkan karakter baru. Toula ternyata belum menjadi wanita dan ibu yang matang, ia masih berusaha belajar bahkan terhadap bisnis dan juga pernikahannya dengan Ian. Itu bagus, dengan begitu ada alasan mengapa Toula masih layak mendapat sorotan di cerita meskipun pada dasarnya fokus My Big Fat Greek Wedding 2 sedikit bergeser pada Paris dan mungkin Gus.



Namun hal paling menarik dari My Big Fat Greek Wedding 2 sebenarnya bukan itu melainkan bagaimana Vardalos dan sutradara Kirk Jones di awal membentuk sisi hangat dari pernikahan kembali jadi duduk masalah utama meskipun kali ini lewat berbagai jalur. Refleksi pada kehidupan pernikahan, persiapan pernikahan, hingga merawat pernikahan yang telah lelah, film ini punya banyak tujuan dan meskipun terasa padat dan tampil seperti tidak menjanjikan ada kejutan besar namun pesona karakter mampu membuat penonton untuk tidak merasa jengkel. Tapi dari sana pula sumber masalah muncul, bahwa pesona karakter ternyata tidak lagi kuat dan seiring berjalannya durasi mereka kehilangan pesona. Hasilnya, My Big Fat Greek Wedding 2 berubah dari komedi dengan ide klise namun menarik menjadi komedi setengah matang yang monoton.



My Big Fat Greek Wedding 2 seperti berniat untuk bercerita tentang betapa pentingnya keluarga lengkap dengan kerumitan yang ada di dalamnya, dan untuk mewujudkan itu maka setiap karakter masing-masing seperti punya tugas yang harus mereka lakukan. Hasilnya tidak ada karakter yang benar-benar kuat tampil menarik di sini bahkan Toula tidak hanya bergeser sedikit dari fokus cerita di sini ia terasa seperti karakter sekunder. Hal yang sama juga terjadi di cerita, mereka terasa gemuk untuk pendekatan yang sebenarnya sangat sederhana. Dampaknya narasi tidak punya fokus atau kejelasan kemana ia ingin melangkah meskipun sejak awal kita tahu apa yang ingin ia capai. Sangat disayangkan karena ide cerita bagus tapi bagus tapi waktu untuk mengembangkannya minim jadi bukan hanya terkesan setengah matang tapi dinamika baik cerita dan karakter kurang berhasil konsisten terasa menarik.



Dinamika adalah alasan mengapa My Big Fat Greek Wedding terasa menarik, sebuah “dongeng” yang tampil santai namun tajam dan yang terpenting mereka terasa hidup. My Big Fat Greek Wedding 2 juga tampil santai namun ia tumpul dan tidak hidup, komentar tentang isu yang lahir dari ide cerita mayoritas terasa canggung, punclines tidak kuat, permainan dialog kurang menarik, komedi dan drama situasional juga terasa setengah matang. Karakter juga demikian, mereka malah salah satu alasan mengapa film ini gagal bersinar secara kualitas. Pesona karakter tidak konsisten, di awal oke tapi semakin lama terasa semakin kaku. Seandainya saja My Big Fat Greek Wedding 2 tidak terlalu overscripted mungkin usahanya untuk tampil playful atau impishness bicara menghasilkan kualitas yang sedikit lebih baik.



Setup memang baik tapi yang terjadi setelah itu tidak menghormati apa yang telah dilakukan oleh My Big Fat Greek Wedding, kumpulan lelucon playful dengan pesona dan emosi yang pas. Di awal ada alasan untuk kembali mencintai Toula dan keluarganya yang “unik” di sini namun dengan usaha daur ulang yang mengambil jalan sederhana ternyata My Big Fat Greek Wedding 2 bergerak menjadi romcom yang terasa canggung dan monoton. Tidak perlu menjadi cerdas, tidak perlu memberikan kejutan, My Big Fat Greek Wedding 2 sebenarnya hanya perlu menjadi sekuel yang konsisten terasa hidup dan segar, bukan sebuah komedi yang akhirnya tidak memberikan alasan kuat dan menarik mengapa ia harus kembali eksis.





















Cowritten with rory pinem

0 komentar :

Post a Comment