17 March 2016

Review: Rams [2015]


Jika kamu mendengar kalimat berikut mungkin akan terkesan sedikit aneh, unik, bahkan beberapa akan menilainya konyol, tapi nyata adanya bahwa selalu ada hal positif dibalik setiap masalah yang semua orang hadapi. Bagaimana caranya terdapat hal positif dari masalah yang pada dasarnya merupakan hal negatif? Rams (Hrútar) yang menjadi wakil negara Islandia di kategori Best Foreign Language Film pada 88th Academy Awards yang lalu ini mencoba menampilkan kondisi tersebut, ada hal positif dibalik setiap masalah, menggunakan dua pria tua dengan masalah berumur empat abad ditemani domba-domba kesayangan mereka.

Tempat tinggal dan peternakan mereka mungkin hanya sepelemparan batu saja, tapi kakak beradik Gummy (Sigur∂ur Sigurjónsson) dan Kiddi (Theodor Júlíusson) telah menjalani “perang dingin” sejak lama. Dua pria yang memiliki peternakan domba itu tidak saling sapa selama lebih dari 40 tahun meskipun satu sama lain telah mengerti bahwa dirinya tidak boleh kalah dari saudaranya dalam kontes tahunan domba yang diadakan di lembah pedesaan mereka. Pada kontes terbaru Kiddi menjadi pemenang, namun Gummi berusaha menggagalkan kesuksesan saudaranya itu. Gummi menemukan bahwa kawanan domba milik Kiddi terinfeksi scrapie, tapi celakanya hal tersebut menjadi boomerang karena pihak berwenang mengambil keputusan bahwa semua domba di wilayah tersebut harus dibunuh. 



Dari tampilan luar Rams mungkin tampak sederhana, kita bertemu dengan dua pria tua, lalu domba, tapi dibalik kulit itu ternyata tersimpan sebuah drama tentang manusia yang begitu hangat. Tidak seperti setting latar yang cantik itu sulit untuk menyatakan Rams sebagai sebuah drama yang cantik karena tidak ada perasaan luar biasa ketika ia telah berakhir, namun ketika ia tampil di hadapan kamu Rams berhasil menjadi sebuah studi karakter yang begitu menyenangkan. Sama seperti objek domba yang ia gunakan sang sutradara Grímur Hákonarson ini membawa penontonnya menyaksikan sisi lembut dan sisi kasar dari domba dalam wujud kehidupan dua bersaudara tadi, domba memang terlihat lucu namun ia dapat menyeruduk dengan tanduk di kepalanya.



Begitulah Rams, sepintas tampak sederhana tapi ternyata memiliki tumpukan pesan tentang manusia yang menarik. Sisi lucu dari domba di sini hadir lewat humor, menetapkan jangkar pada dua karakter untuk memeras tawa penonton lewat aksi absurd yang terasa ganjil. Kita tidak diberi informasi latar belakang dari karakter tapi di tangan Sigur∂ur Sigurjónsson dan Theodor Júlíusson dua pria bersaudara itu berhasil menciptakan interaksi yang warna-warni, menciptakan ketegangan tapi menariknya gesekan di antara mereka menghasilkan output yang lucu. Itu alasan mengapa Rams terasa cerdik, dialog memang minim tapi cerita memainkan trik sederhana yang berhasil “menipu” penontonnya.



Rams banyak memperoleh keuntungan dari cara Grímur Hákonarson memainkan irama. Sangat suka dengan irama cerita, cara ia mencair mungkin terkesan lambat dengan menaruh fokus pada membuat kita memperhatikan quirkiness dua karakter utama, tapi dari sana pula awal mula ia mendorong drama yang sukses membuat penonton yang tadinya tertawa menjadi diam terpana. Dua karakter utama memang konyol tapi mereka tidak di set untuk membuat kita jengkel, justru sebaliknya, masalah mereka penonton juga rasakan, penonton sayang pada mereka, dan dengan eksekusi yang rapi trik untuk menyimpan drama pedih dibalik komedi berhasil dilakukan dengan tepat oleh Grímur Hákonarson, tarik ulur pada “hati” yang dimiliki oleh Rams berhasil menciptakan kesan otentik yang manis.



Ya, dibalik kisah sederhana itu Rams ternyata menyimpan “hati” di dalam konflik tapi penggunaannya memang tidak frontal, seperti sebuah senjata untuk menggoda penonton. Bukan sekedar dari komedi menjadi drama biasa, Rams berubah menjadi drama yang tentang sisi "suram" manusia yang ditampilkan dengan gelap namun tidak berlebihan. Rasa di mana karakter seolah telah dekat dengan penonton juga menyebabkan konflik di dalam cerita terasa nyata, seperti domba ia akan menyeruduk kamu dengan kepedihan yang menggaung keras. Secara bertahap Rams memperdalam hubungan antara Gummy dan Kiddi, ia tidak pernah terasa terburu-buru maupun terlalu pelan sehingga monoton, setiap adegan terasa mengalir dengan alami, sisi komedi memberikan hit yang tepat sasaran tapi di sisi lain unsur drama juga secara bertahap membangun emosi dari karakter dan juga konflik.



Perpaduan antara gelap dan terang yang terus ditampilkan penuh warna, dari terkadang gelap, terkadang konyol, hingga terkadang menyentuh emosi menyebabkan Rams (Hrútar) berhasil meninggalkan penonton sebuah perasaan yang segar. Awalnya kamu akan menilai ini sebagai sebuah komedi, dan itu mudah karena Rams juga terang-terangan di sektor ini, tapi hati-hati karena di sisi lain juga hadir sebuah drama yang tersembunyi namun perlahan secara alami keluar dan mencuri atensi, secara kuat. Dari masalah keluarga, domba, dua pria memerika hubungan mereka, kerasnya lingkungan, masyarakat, hingga warisan, Rams berhasil menjadi sebuah drama yang menghibur dengan menggabungkan lelucon konyol bersama sebuah tragedi "suram" secara seimbang dan segar. Segmented. 














Thanks to: rory pinem

0 komentar :

Post a Comment