24 November 2015

Review: Secret in Their Eyes (2015)


"The truth lies in the most unexpected places."

Judul yang mereka miliki dalam bahasa Inggris memang hanya berbeda di the pada bagian depan, tapi perbedaan hasil yang diberikan oleh film ini dengan The Secret in Their Eyes (El secreto de sus ojos) cukup besar. The Secret in Their Eyes merupakan sebuah crime thriller yang menjadi wakil Argentina di ajang 82nd Academy Awards di mana ia berhasil menjadi film berbahasa asing terbaik. Secret in Their Eyes? Ini merupakan drama misteri dengan bumbu romance yang mencoba “menipu” penontonnya.

Pasca peristiwa 11 September, Ray (Chiwetel Ejiofor) dan Jess (Julia Roberts) bertugas untuk melakukan patroli untuk mencegah teroris kembali beraksi. Namun suatu hari Jess menemukan tubuh seorang remaja putri di dalam tempat sampah. Untuk memecahkan masalah tersebut mereka meminta bantuan pengacara bernama Claire (Nicole Kidman), meskipun sayangnya kesulitan menemukan pelaku kasus tersebut perlahan hilang. Tiga belas tahun kemudian Ray kembali berpikir bahwa ia telah menemukan pelaku dari kasus pembunuhan tadi. Walaupun begitu untuk memperoleh hasil yang ia inginkan tidak mudah, karena di sisi lain ada pihak yang tidak ingin pembunuh tersebut ditemukan. 



Sutradara film ini, Billy Ray, boleh dibilang bukan sosok sembarangan di industry film, Breach, State of Play, Billy pernah menjadi bagian dari Captain Phillips di mana ia meraih nominasi Oscars untuk kategori screenplay, ia juga menjadi bagian dari film pertama The Hunger Games di sektor yang sama. Di sini Billy Ray seperti seorang penulis yang sedang terjebak di sebuah perpustakaan, mulai membaca banyak buku, muncul ide tapi kurang tertata sehingga tulisannya jadi berantakan dan tidak fokus. Fokus utama di film ini adalah kisah pembunuhan, saat awal ia terasa oke namun perlahan Secret in Their Eyes ternyata justru berubah jadi kisah romansa malu-malu yang menjemukan. Itu akibat Ray yang kurang oke mewarnai cerita meskipun cukup baik menetapkan dasar cerita yang tidak jauh berbeda dengan sumbernya.



Prosedural dan prosedural, itu yang jadi ketertarikan utama film ini untuk bercerita. Secret in Their Eyes punya misteri dengan potensi konspirasi, ia juga mencoba memainkan waktu dengan melompat mundur dan maju dalam rentang waktu 13 tahun tadi, tapi sejak bagian pembuka saya merasakan ketegangan yang sangat miskin dari cerita, terutama plot utama tentang kasus pembunuhan tadi. Penyebabnya adalah karena film ini lebih sibuk mengurusi plot untuk terkesan kompleks, dan perhatian ke karakter jadi terasa minim. Seharusnya Secret in Their Eyes bermain sedikit lebih licik dengan coba memberikan kedalam pada karakter karena jarak waktu 13 tahun mencerminkan ini adalah masalah masa lalu yang tertinggal, penderitaan pribadi, dan itu akan menarik jika dibantu emosi yang baik, kekurangan yang sangat terasa dari film ini.



Tidak heran jika akhirnya Secret in Their Eyes menjadi thriller tipis yang tumpul karena sibuk menciptakan rutinitas plot. Cerita memang tampak cukup kompleks, tapi karakter terasa sangat tipis sehingga cukup sulit untuk terpikat dengan berbagai tikungan dan belokan yang film ini berikan. Kejutan terbesar datang dari romance yang terasa frontal ketika mencuri perhatian penonton dari kasus kejahatan yang jadi fokus utama. Rasa monoton yang bisa saja berubah jadi frustasi bagi penonton banyak di pengaruhi oleh “kisah” antara Ray dan Claire yang perlahan mekar. Aneh, kasus pembunuhan tapi tampak asyik merawat eksplorasi di hal-hal yang seharusnya Cuma dijadikan bumbu penyedap. Hal tersebut memberikan kerugian yang besar bagi Secret in Their Eyes karena fokus dan motivasi miliknya jadi terasa lemah dan kurang menarik.



Secret in Their Eyes sebenarnya punya ide yang bagus, membawa penderitaan pribadi dari karakter utama, berusaha mencari jalan untuk menyelesaikan masalah dan menghapus penderitaan tadi, lalu dibumbui dengan kisah persahabatan dan kisah lain. Yang menyebabkan mengapa akhirnya ini terasa cukup monoton padahal ia punya genre misteri, crime dan thriller adalah ide tadi tidak hadir seimbang. Secret in Their Eyes sibuk menyulam cerita dan perkembangan plot tapi ia lupa merawat karakter yang sebenarnya dari konflik miliknya punya peran yang tidak kalah penting. Hasilnya, thriller miskin sensasi, misteri miskin ketegangan,  cerita dan karakter seperti kurang akur sehingga tidak peduli sekuat apa tiga pemeran utama yang tampil oke membuat karakter mereka bernafas di dalam cerita film ini selalu kesulitan bernafas dengan bahagia dan leluasa.













Thanks to: rory pinem

0 komentar :

Post a Comment