07 July 2015

TV Series Review: High Society - Part 2


Sinopsis: Jang Yoon-ha merupakan putri bungsu dari salah satu keluarga kaya dan terkemuka di Korea, namun ternyata status tersebut tidak menjadi sesuatu yang menarik bagi wanita muda itu. Meskipun menjadi ahli waris dari keluarga kaya Yoon-ha justru memutuskan untuk menyembunyikan identitas aslinya dan bekerja sebagai karyawan paruh waktu di pasar makanan. Wanita yang sejak kecil telah haus kasih sayang dari keluarganya itu memiliki dua tujuan, ia ingin hidup mandiri dengan menggunakan pendapatan sendiri, dan berikutnya menemukan seorang pria yang mencintainya sebagai Yoon-ha wanita biasa, bukan ahli waris dengan tahta dan harta.



[Spoiler Alert]



Episode 5 (22/06/15)


Episode lima benar-benar murni menjadi kelanjutan dari episode empat, tapi disini saya berbicara tentang bagaimana High Society meninggalkan penonton menggantung di level yang sama dengan episode terakhir. Ketimbang memberikan sebuah perkembangan yang signifikan episode lima justru masih menaruh fokus utama mereka untuk menjadikan cerita sibuk berputar-putar pada ruang yang sama. Narasi masih samar, permainan antara karir dan kebahagiaan seolah masih terlalu lezat untuk ditinggalkan bagi penulis dan sutradara, dan hasilnya penonton masih bermain-main dengan dua karakter utama yang terus berusaha begitu keras menjadikan apa yang ada di pikiran mereka tampak misterius.

Mode menunggu seperti itu memang sesuatu yang wajar tapi seharusnya dapat dikemas dengan rasa yang lebih atraktif. Episode lima terasa hambar, penonton dibiarkan menunggu dan menyaksikan progress yang begitu lamban baik itu dari cerita maupun karakter, dua karakter utama di biarkan terperangkap dalam romantisme yang monoton, dan ancaman dari tokoh antagonis juga terasa lemah perkembangannya. Hal yang paling menjengkelkan disini adalah karakter Joon-ki dimana motivasi yang ia miliki perlahan seperti kehilangan daya tarik untuk di ikuti, hal yang juga dialami oleh karakter Yoon-Ha dengan segala sikap naif untuk meraih kesuksesan yang selama ini ia impikan serta menghapus dahaga kasih sayang dan kesedihan.


Untung saja High Society memiliki Yoo Chang-soo dan Lee Ji-yi, dua karakter yang ironisnya sejak awal menyandang status supporter bagi karakter utama. Pertumbuhan dari second lead couple ini benar-benar menarik, misi mereka untuk menjadi contoh bagaimana sebuah hubungan yang sehat ketika cinta tidak dinilai dari harta dan tahta berkembang dengan baik tapi disisi lain daya tarik mereka perlahan justru menggusur main couple yang stuck di mode menunggu. Interaksi yang dibangun oleh Park Hyung-sik dan Lim Ji-yeon terasa manis, hadir kesan alami diantara mereka yang kemudian membuat penonton tidak hanya merasa dekat dengan karakter namun juga menaruh rasa peduli pada apa yang terjadi diantara mereka, segala materi klasik dan cheesy yang sering anda temukan di drama Korea masih terasa menarik ketika ditampilkan oleh mereka.

Ibarat bumi dan langit, ada dua sisi berbeda dari episode lima. Di satu sisi pada bagian konflik utama tidak ada progress yang menarik, sedikit hal menarik yang terjadi baik itu dari hubungan antara Joon-ki dan Yoon-Ha begitupula dengan karakter pendukung minor lainnya. Motivasi masih di tampilkan ambigu dan penonton dibiarkan kembali berada dalam mode menunggu. Tidak buruk, tapi sayangnya hal tersebut perlahan menjadikan daya tarik di bagian utama cerita memudar yang juga menjadi awal mula dari hadirnya kesempatan dari second lead couple mencuri atensi penonton dengan interaksi santai namun manis yang mereka berikan.

Score: 6/10




Episode 6 (23/06/15)


Ada dua hal menarik dari episode enam, yang pertama ia berhasil menjadikan saya memutuskan untuk bergesar dan menaruh fokus pada second lead couple, dan yang kedua ini menjadi titik awal dimana High Society akhirnya resmi mendapatkan label tv-series yang super manipulatif. Mari bahas nomor dua terlebih dahulu. Ketika episode enam selesai saya bertemu dengan senyuman, bukan hanya karena bagian penutup yang oke itu tapi juga disebabkan oleh begitu banyak hal menarik dari episode ini jika dibandingkan episode sebelumnya yang terasa hambar itu.

Joon-ki dan Yoon-Ha akhirnya bergerak sedikit lebih maju, tidak besar tapi progress signifikan yang penonton nantikan dari episode terakhir hadir disini. Itu mendasari dari label manipulative tadi, karena episode enam seperti membawa penonton untuk menyadari bagaimana penulis seperti sengaja membuat penonton jengkel di satu episode untuk kemudian memberikan mereka sajian yang manis di episode berikutnya. Ya, episode enam merupakan kemasan yang manis, banyak hal menarik yang terjadi disini dan itu tidak hanya terjadi di seputar karakter utama. Saya suka dengan apa yang terjadi di keluarga Yoon-Ha, hubungan antara ayah Yoon-Ha dengan istrinya, kehadiran kakak Yoon-Ha, begitupula dengan kontribusi dari wanita nomor dua dari ayah Yoon-Ha, komposisi yang mereka miliki didalam cerita terasa pas di episode ini.


Tapi hal paling menarik adalah bagaimana second couple perlahan mulai mengancam main couple. Chang-soo mengalami perkembangan paling menarik disini diantara karakter lain, dari bagaimana ia mulai terperangkap jeratan cinta yang di bangun dengan polos oleh Lee Ji-yi, begitupula dengan rasa percaya yang ia miliki terhadap Joon-ki. Episode enam merupakan bukti bahwa segala sesuatu yang dibangun dengan menerapkan progress yang sehat selalu berhasil tampil lebih menarik dan enak untuk di ikuti ketimbang mereka yang terus menerus berusaha keras untuk tampil misterius tanpa di iringi progress yang sehat. Bukan hanya Chang-soo yang memperoleh hasil dari konsep tadi, Lee Ji Yi juga mendapatkan hal yang sama, bahkan mulai muncul praduga dibalik konsep polos yang ia miliki.

Meskipun berhasil menjadi episode yang manis bukan berarti episode enam memberikan loncatan yang begitu besar dari segi kualitas. Masih sama dengan episode sebelumnya ini tetap berada didalam pola bumi dan langit, ia punya hal-hal menarik yang terus membuat penonton bersedia menanti kelanjutan cerita tapi disisi lain ia tetap meninggalkan hal negatif yang mudah di identifikasi. Contohnya adalah episode ini merupakan bukti bagaimana karakter utama di tulis dengan kurang baik, Sung Joon dan Uee tidak diberikan materi yang dapat mereka gunakan untuk mempertahankan likability dari karakter, chemistry lemah, emosi terasa palsu. Bukankah menjadi pertanda yang berbahaya ketika anda menyaksikan sebuah tv-series dan perlahan mulai menaruh harap agar karakter utama berakhir tidak bahagia?

Score: 6.75/10




Episode 7 (29/06/15)


Yang hilang dari episode tujuh adalah momentum, dan dampaknya sangat besar. Hadir beberapa bagian menarik dari episode ini, tapi secara keseluruhan episode tujuh terasa kurang dinamis, kurang berhasil meneruskan gempita dari episode enam. High Society seperti senang bermain di kondisi santai dan kemudian membuat penonton menunggu dengan tenang ketimbang membangun sebuah konflik yang benar-benar tajam. Penutup yang menarik di episode sebelumnya ternyata berakhir dengan sangat lemah, bukannya memberikan sebuah “fight” yang oke semua berdamai dengan cepat. Bukan pilihan yang salah tapi hal tersebut seperti membuang percuma potensi untuk memberikan “excitement” bagi masing-masing karakter.

Ya, excitement, dan episode tujuh kehilangan itu lewat kehadiran dua hal yang terasa menjengkelkan. Adegan di rooftop itu terlalu lama, awalnya menarik namun perlahan berubah menjadi monoton dan canggung. Dan yang kedua adalah perubahan pada karakter. Tidak semua menjengkelkan memang, saya suka perkembangan dari karakter Jang Ye-Won yang terasa spot on, hal yang juga dilakukan oleh karakter Min Hye-Soo, begitupula dengan Jang Won-Sik dan Jang So-Hyun yang disini berhasil menyampaikan hal “lucu” itu dengan sangat baik, tapi hal-hal manis tadi tidak terjadi pada Yoon-Ha, ia punya banyak momen dan kesempatan di episode ini namun sedikit yang mampu meninggalkan impresi kuat, bahkan di bagian penutup ia kalah telah dari Ji Yi ketika turun dari mobil mewah itu.


Hal utama yang mengecewakan dari Yoon-Ha disini adalah twist yang ia berikan justru semakin menghancurkan image yang ia miliki. Sejak awal kita tahu bahwa ia merupakan wanita muda yang ingin sukses dengan caranya sendiri, namun sebuah kejutan yang ia berikan justru terasa menjengkelkan karena tidak mampu ia dampingi dengan alasan yang meyakinkan bagi penonton. Apa yang saya inginkan dari Yoon-Ha adalah ia keluar dari dukacita dan memberikan pembuktian kepada keluarga dengan meraih kesuksesan menggunakan “cara” yang sejak awal ia inginkan. Disini ia justru berubah menjadi easy woman, di awal ia mudah jatuh cinta, dan kini ia mudah pula mengubah pendirian.

Bagaimana dengan Joon-ki? Tidak ada yang menarik darinya di episode ini untuk di bahas lebih jauh, dan untungnya porsi yang tidak begitu besar menjadikan rasa jengkel pada kondisi stuck dari karakter utama itu juga tidak begitu besar. Selain Yoon-Ha tiga major character lain memang tidak memperoleh progress yang mumpuni, tapi meskipun kehilangan momentum dan tidak mampu meneruskan excitement dari episode sebelumnya saya suka dengan cara penulis mulai membawa masuk apa yang terjadi di sekitar empat karakter tadi untuk berkontribusi pada cerita, terutama pada keluarga Yoon-Ha yang disfungsional itu.

Score: 6/10




Episode 8 (30/06/15)


Berada di titik tengah dari 16 episode, apa yang saya rasakan dari High Society mungkin dapat digambarkan oleh sebuah kata sederhana dari Chang-soo, “so childish.” Bukan berarti mengharapkan sesuatu yang serius dari High Society tapi segala bentuk romance dan konflik “childish” yang standard namun potensial itu seperti dipermainkan dengan childish oleh penulis dan sutradara. Sesuatu yang menjengkelkan ketika anda mengikuti sebuah tv series dan ketika sampai di titik tengah belum juga merasa yakin apa tv series tersebut ingin gambarkan kepada anda, semuanya masih abu-abu dengan tingkat atraktif yang juga abu-abu.

High Society sesungguhnya punya potensi untuk menjadi penggambaran hubungan antara cinta dan strata sosial, tapi kadar yang kuat di awal pada hal tersebut justru perlahan memudar dan di titik tengah ini sudah sulit untuk menemukan eksistensinya. Sangat disayangkan memang karena pada dasarnya High Society punya dua arena bermain untuk memutar tema chaebol yang ia usung, tapi lama kelamaan mengapa ini justru tampak seperti sekumpulan karakter “cacat” yang bingung dengan apa yang harus mereka lakukan, bukan hanya empat karakter utama tapi hampir mayoritas karakter seperti tenggelam dalam sikap naif dan insecure yang mereka miliki.


Di beberapa episode sebelumnya High Society mampu membuat penonton merasa jengkel dengan karakter tapi disisi lain tetap mampu mempertahankan simpati bahkan mungkin empati penonton walaupun dalam jumlah yang kecil. Episode delapan adalah titik dimana hal tersebut berubah, mencoba memahami mengapa karakter melakukan apa yang mereka lakukan tidak lagi menyenangkan disamping mode misterius yang masih ditawarkan cerita. Episode delapan melahirkan rasa konyol yang selama ini belum hadir di balik grafik naik dan turun yang ditunjukkan tiap episode.

Memang banyak drama Korea yang memberikan rasa atau vibe sama seperti yang diberikan oleh High Society, tapi sedikit diantara mereka yang gagal memberikan point penting dan momen menarik di setiap episode terkait fokus dan tujuan utama yang ingin mereka capai. High Society resmi menjadi bagian dari kelompok minor tadi, rasa yang diberikan oleh episode delapan identik dengan apa yang diberikan oleh episode tujuh, rasa yang diberikan oleh episode tujuh sama seperti episode enam, dan mereka terus berada hanya di level okay sehingga akhirnya monoton. Yang kini saya nantikan setiap menonton episode selanjutnya mungkin bukan mengharapkan perkembangan karakter dan cerita yang mungkin masih ada di level itu-itu saja, namun kapan momen mengejutkan dan mencengkeram itu datang? Ah, saya harap Jang Gyeong-Joon kembali dan memberikan kejutan.

Score: 6/10





2 comments :

  1. Kok saya ngerasa ngga suka ya sama karakter Lee Ji Yi ini?

    Coba tonton Mask deh, saya lebih suka itu dari drama ini :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin karena ada sedikit unsur “to good to be true” kali ya. Kan langka banget tuh sekarang cinta tanpa memperdulikan harta dan tahta. :)

      Delete