19 February 2015

Review: Girlhood (2014)


"Shine bright like a diamond."

Girlhood ini seperti sebuah palu yang memiliki ukuran sangat kecil namun pada akhirnya mampu memberikan penonton sebuah pukulan dengan hantaman yang sangat kuat. Apa yang ia coba gambarkan mungkin terkesan biasa bahkan sederhana tapi dibalik itu Girlhood justru menawarkan sebuah studi karakter yang tidak sederhana, perjuangan remaja penuh energi yang ia tampilkan dalam lapisan-lapisan berisikan kegembiraan dan masalah yang menarik untuk diamati, berhasil menjadi sebuah coming-of-age dan character study yang fun dan intim.

Marieme (Karidja Touré) merupakan remaja beranjak dewasa berusia enam belas tahun yang pemalu, hingga suatu ketika ia mencoba keluar dari zona nyaman yang ia miliki dan bergabung kelompok gadis-gadis populer yang dipimpin wanita keras kepala bernama Lady (Assa Sylla). Dari membuat kegaduhan sampai dengan belanja dengan “cara” yang salah, perlahan rasa gembira karena berhasil menjadi populer justru membawa Marieme menuju pola dan arah kehidupan yang salah. 



Dapat dikatakan tidak ada yang begitu istimewa dari premis yang dimiliki film ini, standard sebuah coming-of-age dimana kita punya remaja yang mulai ingin mencoba sesuatu yang berbeda dari dunia yang selama ini tidak ia masuki, kemudian merasa tertarik, lalu datang masalah yang membuatnya menghadapi kesulitan kerena belum sanggup tangani dengan mudah. Tapi menariknya kesederhanaan itu berhasil di gunakan oleh Céline Sciamma untuk memberikan penontonnya sebuah film yang bukan hanya membawa kamu menyaksikan karakter-karakter dalam cerita sebatas sebagai remaja yang berjuang menjadi dewasa tapi juga ada sentuhan feminitas yang coba ia campur kedalam cerita yang berisikan perjuangan seorang gadis mencari indentitas dirinya.


Itu yang saya suka dari Girlhood, ia mencoba menampilkan kerasnya dunia luar bagi karakter yang selama ini hidup dalam dalam kondisi sebaliknya tapi disisi lain tidak kehilangan kelembutan yang wajib ia gambarkan, dari simpati hingga empati dan emosi semua terbangun dengan sangat baik. Ditemani dengan music elektronik yang menyuntikkan tempo naik dan turun kehadapan penontonnya Céline Sciamma berhasil menjadikan bukan hanya Marieme sebagai karakter yang menarik untuk diamati tapi juga lingkungan di sekitarnya. Dampaknya Girlhood seperti sebuah kemasan yang memilih memancarkan sinarnya secara bertahap, setiap kamu melangkah ke bagian lain kamu akan semakin tertarik pada apa yang akan terjadi selanjutnya, dari perkelahian hingga pesta penuh tawa.



Tapi bukan berarti Girlhood berhasil menjadi sebuah film yang megah layaknya Boyhood, karena ia kurang berhasil menampilkan konsistensi seperti yang Boyhood berikan. Efek dari dasar cerita yang sempit menjadikan daya tarik cerita dan juga karakter seperti turun di babak akhir. Diawal ini sangat menyenangkan ketika cerita sendiri masih bermain-main di isu persahabatan, tapi setelah itu potret yang ia tampilkan tidak lagi luar biasa, babak akhir terasa lebih lemah dan kurang mengalir dengan baik jika di bandingkan dengan bagian awalnya itu, meskipun bukan berarti energi dari cerita dan karakter yang ia tampilkan lantas hilang secara total. Untung saja Karidja Touré dan pemeran lain terhitung cukup berhasil menghindarkan bagian tersebut dari kondisi buruk, pesona mereka oke dengan kekuatan utama terletak pada chemistry yang mereka ciptakan.



Memang bukan sebuah presentasi atau potret yang luar biasa namun Girlhood berhasil menjalankan tugasnya sebagai sebuah sajian coming-of-age. Efektif dan intim, menyaksikan remaja mencoba mengguncang dunianya sendiri, bergembira namun tidak luput dari masalah, menggambarkan persahabatan dengan rasa pop dan hip-hop yang ditemani dengan humor dan chemistry yang menyenangkan, semuanya sudah cukup untuk menjadikan Girlhood sebagai sebuah coming-of-age yang meninggalkan sebuah impact yang menarik ketika ia telah berakhir.








0 komentar :

Post a Comment