30 November 2014

Review: The Hunger Games: Mockingjay Part 1 (2014)


"The courage of one will change the world."

Film pertama dari bagian terakhir trilogy The Hunger Games ini bisa dibilang sedikit salah langkah dalam memainkan strategi yang mereka miliki, dan pusatnya seperti mayoritas keluhan dari banyak penonton terletak pada keputusan mereka untuk membagi satu novel menjadi dua. Kesalahan berasal pada film kedua, Catching Fire, yang secara mengejutkan menaikkan ekspektasi kita pada trilogy ini secara drastis, memberikan lompatan yang terbilang cukup besar pada sisi daya tarik jika dibandingkan dengan film pertamanya, yang juga mempengaruhi penilaian terhadap The Hunger Games: Mockingjay Part 1. We're at the start, the colours disappear. 

Setelah berhasil di culik dari arena pertarungan Quarter Quell, Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) mulai dituntun untuk mengambil peran penting dalam usaha revolusi untuk merebut Panem dari tangan Presiden Snow (Donald Sutherland). Rencana yang disusun Distrik 13 dibawah komando wanita bernama Alma Coin (Julianne Moore) adalah dengan strategi merebut atensi distrik di Panem untuk bergabung dengan mereka, salah satu caranya melalui video propaganda yang disebut propo. Tapi Capitol tidak tinggal diam, karena mereka masih punya Peeta Mellark (Josh Hutcherson) yang sangat ampuh dalam mengguncang emosi Katniss. 

Rasa kecewa terbesar saya pada film ini mungkin sudah terjabarkan di paragraf pembuka tadi, bagaimana ketika mereka telah menaikkan ekspektasi kita tapi justru kemudian tidak mampu mempertahankan apa yang telah mereka berikan di film terdahulunya itu. Harapan awal memang tidak begitu besar, karena dengan status sebagai film pembuka ini jelas akan lebih fokus pada proses membangun jalan menuju real ending, bagian penutup yang sebenarnya di film kedua. Kasarnya part 1 adalah sebuah teaser, itu tugas paling sederhana yang ia miliki disamping tentu saja sedikit melanjutkan proses membangun cerita sembari membuat kita menantikan dengan rasa penasaran apa yang akan mereka sajikan di film keduanya, satu tahun berikutnya.

Yang jadi masalah ada di perkembangan yang dialami oleh trilogy ini, terasa sangat sangat minim di film ini, bukannya dibuat semakin penasaran para penonton yang telah membaca novelnya mungkin akan mereka seolah di ejek oleh orang-orang dibalik layar, terutama pada duo Danny Strong dan Peter Craig yang menangani screenplay. Tidak sampai setengah dari novel hadir disini, bahkan mungkin hanya sepertiga, kita tidak diberikan pertarungan manipulatif yang energik diantara Capitol dan Distrik 13, tapi kita yang justru di manipulasi oleh Francis Lawrence dan timnya, bagian kecil dengan efek yang kecil mereka jadikan tampak luas terutama untuk memakan durasi, dan hal-hal penting seperti salah satu pertanyaan yang di ajukan rekan saya terkait mengapa pada akhirnya Peeta memberikan respon kurang menyenangkan kepada Katniss juga tidak memiliki penjelasan yang mumpuni.

Jadi jangan heran ketika selesai menonton seperti ada perasaan tertinggal di benak kamu, seperti ada sesuatu yang kurang dari apa yang baru kamu tonton, karena dari misi saja film ini memang terkesan seperti salah satu lagu yang ia miliki, The Hanging Tree, terkesan menggantung tapi kelas berat. The Hunger Games: Mockingjay Part 1 seperti di set untuk main di bagian drama, tapi kenyataannya tidak ada perkembangan yang besar juga di bagian ini, Katniss seperti membangun kembali koneksi dengan karakter di sekitarnya, bukan meneruskan apa yang sudah ia miliki selama ini, contohnya seperti Gale yang kali ini punya waktu tampil lebih besar dari Peeta tapi perannya kurang dimanfaatkan, terutama pada something yang sebenarnya sangat penting bagi hasil akhir loveline diantara dirinya, Katniss, dan juga Peeta. Disini ia malah jadi boneka, sebuah adegan juga terasa sengaja meninggalkan agar segitiga diantara mereka tampak tetap hidup.



Segala kekurangan terutama pada sektor cerita tadi tidak lantas membuat saya kehilangan antusias pada bagian keduanya yang akan hadir satu tahun lagi itu, tapi justru menghasilkan sebuah dilema. Petualangan lesu yang ia tampilkan disini tentu akan membuat banyak penonton mempertimbangkan untuk menurunkan ekspektasi mereka pada bagian kedua, tapi disisi lain fakta bahwa masih sangat banyak materi yang belum digunakan oleh Francis Lawrence dan timnya, materi yang bisa mereka pakai untuk memberikan kita perjuangan Katniss dengan tampilan yang merupakan kebalikan dari ini, bertenaga dan penuh sensasi. So, meskipun sulit untuk menyebutnya sebagai film young-adult yang unforgettable, tapi film ini masih berada dalam level forgivable.








1 comment :

  1. Idem,,kalo gw mngkin lbh kejem dngan ngasih nilai 5,5/10,,utk film skelas boxoffice & lumayan di tunggu2, bner2 mengecewakan, kbanyakan ngomong tp ga bs nge bawa ke alur cerita yg lbh jelas,,,absurd dah,,,Mungkin di bagi karena mao ngikutin kesuksesan Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 1 & 2 x yaa,,?

    ReplyDelete