24 November 2014

Review: Before I Disappear (2014)


Before I Disappear bisa jadi seperti sebuah teriakan dari Shawn Christensen kepada para produser besar untuk menaruh perhatian padanya di masa depan, atau mungkin memberikan kepercayaan padanya untuk menangani proyek yang lebih besar dari film ini. Dari short film berjudul Curfew yang tahun lalu berhasil meraih Oscar di kategori Best Live Action Short Film, Before I Disappear mendapat perlakuan yang sangat tepat oleh Shawn Christensen, ia dipanjangkan tanpa melukai hal-hal yang membuat film pendeknya itu terasa menyenangkan.

Richie (Shawn Christensen) sedang berada dalam titik terendah dalam kehidupannya, berbagai masalah termasuk peristiwa yang di sebuah kamar mandi klub malam tempat ia bekerja, Richie memutuskan ia akan mengakhiri penyesalan yang ia alami dengan cara sederhana, mengakhiri hidupnya. Namun ketika sedang bersiap melakukan niatnya tadi Richie menerima sebuah panggilan telepon yang berasal dari kakaknya, Maggie (Emmy Rossum). Maggie mengatakan ia sedang berada dalam situasi darurat, dan meminta Richie untuk menjemput anak perempuannya, Sophia (Fatima Ptacek), gadis muda yang mengubah arah hidupnya. 



Film pendek yang kemudian di daur ulang jadi sebuah film yang lebih panjang punya resiko yang cukup tinggi, salah satunya sering kali kenikmatan yang kita peroleh dari hiburan pendek yang ia berikan tidak semuanya hadir di fitur panjangnya, ada saja hal-hal yang hilang atau mungkin hal-hal baru yang tidak penting untuk sekedar memanjangkan durasi saja. Menariknya itu tidak terjadi di film ini, dan kecermatan Shawn Christensen dalam merakit cerita adalah kunci utamanya. Dasarnya masih sama, tapi Shawn Christensen kreatif dalam mengembangkan alur cerita yang sederhana dengan memberikan beberapa subplot baru yang menarik, tapi disisi lain fokus kita pada kekacauan karakter utamanya tetap kuat, dan emosi di pusat cerita tetap menarik.



Melakukan hal tadi bukan pekerjaan yang mudah, bukan hanya memerlukan imajinasi tapi juga keterampilan ketika merangkainya, hal yang pernah saya saksikan sendiri pada seorang rekan yang mencoba menciptakan script dari film pendek miliknya. Penonton masih mendapatkan dasar sinopsis yang serupa, pria dewasa yang tersiksa, seorang keponakan yang dewasa sebelum waktunya, dan dari situ kita mulai diajak berbicara tentang cinta, keluarga, hingga tanggung jawab yang digambarkan dengan natural, bahkan interaksi mereka membuat saya merasa sedang melihat paman dan keponakan yang nyata. Teknik bercerita yang ia gunakan juga membuat narasi yang dihasilkan Christensen terasa mulus, di bagian awal memang sedikit kasar tapi setelah itu semua berkembang dengan baik, usahanya untuk membuat kita merasa kehidupan ini sangatlah berharga juga terbilang dicapai dengan baik.



Sulit untuk mengatakan ini permata kecil di tahun ini, tapi jelas Before I Disappear adalah salah satu kejutan paling menarik tahun ini. Punya banyak subplot tapi tetap terjaga kepadatannya tanpa pernah terasa menumpuk, banyak humor yang ia gunakan juga berfungsi dengan baik dan menghasilkan tawa menyenangkan, tapi ia juga punya drama yang memberikan emosi melankolis yang manis, membuat saya merasa peduli dengan apa yang dialami oleh karakter, serta terus membuat rasa penasaran pada apa yang akan terjadi selanjutnya tidak pernah hilang. Dynamic duo pada dua pemeran utama juga memiliki andil yang besar pada hal tersebut, Fatima Ptacek sukses membuat tingkah menjengkelkannya itu terasa menarik, bahkan tidak jarang ia memberikan sinar yang lebih terang ketimbang Shawn Christensen yang aktingnya terhitung aman.



Dalam kalimat sederhana, Before I Disappear adalah film menyedihkan yang terasa menyenangkan. Pusatnya lembut tapi kuat, ia punya momen yang akan membuat penonton tertawa, tapi ia juga punya emosi yang akan membuat kamu mengingat betapa kejamnya kehidupan di dunia ini, dan itu ia berikan dengan cara yang berani karena ia punya banyak subplot yang berhasil di bentuk dengan cermat dan bijak, serta semakin lengkap dengan cerita yang dinamis berkat penampilan dua karakter utamanya yang terasa manis.










Screened at Jakarta International Film Festival 2014

1 comment :

  1. .bener bangetvaq nontonya aja sanpe netesin air mata pada saat richie menceritakan masa kecilnya dulu dgn adiknya diakhir cerita , terlihat richie sangat mendalami karakternya

    ReplyDelete