12 October 2014

Movie Review: The Judge (2014)


"Defend your honor."

Dibalik tugas sederhana yang ia punya untuk memuaskan penonton, sebuah film justru tidak punya kesederhanaan itu dalam cara dan elemen yang dapat ia gunakan dan percantik untuk mencapai tugasnya tersebut, dengan syarat utama mampu di kombinasi dan “masak” dengan tepat. Banyak, cerita misalnya, performa dari divisi akting juga, dua hal yang celakanya berhasil digunakan oleh film ini untuk mencuri atensi penonton dengan daya tarik dan pesona ketika ia dimulai. Masalahnya ada di proses “memasak”. The Judge, an overly long and (sometimes) compelling drama.

Ketika semua hadirin telah duduk di bangku mereka, pihak terdakwa dan pendakwa telah menempati posisi mereka, seorang pengacara sukses bernama Henry Palmer (Robert Downey, Jr.) tiba-tiba justru melangkah kearah hakim untuk mengajukan penundaan pada persidangan tersebut. Permintaan dari Henry itu tidak ditolak, karena masalah yang harus dihadapinya ternyata tidak sederhana, ia harus meninggalkan Chicago dan menuju ke Carlinsville untuk menghadiri acara pemakaman ibunya, masalah yang seolah melengkapi situasi pelik Henry yang kala itu tengah berada dalam masalah besar dengan istrinya. 

Tidak cukup sampai disitu, ketika tiba di Carlinsville ia telah disambut masalah besar terbaru. Bukan dua saudaranya, Glen (Vincent D'Onofrio) dan Dale (Jeremy Strong) yang menjadi sumber dari masalah tersebut, bukan pula cinta lamanya Samantha (Vera Farmiga), serta seorang wanita muda bernama Carla (Leighton Meester), melainkan sang ayah, Joseph Palmer (Robert Duvall), hakim paling dihormati di kota itu. Mereka punya hubungan ayah dan anak yang dingin akibat kisah masa lalu, dan gesekan itu semakin rumit ketika Joseph yang masih dalam keadaan kurang stabil terlibat sebuah kasus, dan Henry merupakan sosok paling menjanjikan yang dapat menyelamatkannya.


Mari mulai dengan Robert Downey, Jr., sosok yang mungkin sekarang ini telah lebih akrab penonton kenal sebagai Iron Man, yang di film ini seperti memanfaatkan betul kesempatan yang ia miliki dengan menciptakan tempat bersenang-senang untuk mengeksplorasi kekuatan utama yang ia punya: pesona. Ya, berikan RDJ karakter yang eksentrik, kemudian lengkapi dengan banyak kesempatan untuk mendominasi layar, biarkan tampil bebas, ia akan membuat karakternya terus menarik dan juga menjadikan anda tertarik dengan apa yang akan ia lakukan, meskipun turut pula eksis berbagai nilai minus disekelilingnya. Itu yang menjadikan The Judge tidak jatuh menjadi sebuah melodrama yang super busuk, karena ia punya karakter yang seperti Tony Stark, Sherlock Holmes, bahkan Peter di petualangan bodoh Due Date, karakter yang mampu mencengkeram penonton diawal dan kemudian tidak melepaskan atensi mereka hingga akhir. Ada positif dan negatif dari hal tersebut di film ini.

Menyaksikan The Judge seperti sedang menunggu wanita yang sedang berdandan. Tujuan mereka sederhana, tapi rasa percaya diri yang kurang begitu tinggi terkadang menjadikan proses sederhana itu terus berputar-putar, waktu yang digunakan semakin lama, dan tidak menutup kemungkinan hasil poles sana dan sini yang mereka berikan itu justru tidak sebaik polesan sederhana yang kuat di awal. Nah, hal terakhir tadi terjadi disini, ada kesan ragu-ragu dan kurang percaya diri pada David Dobkin ketika ia membangun kisah yang ditulis oleh Nick Schenk dan Bill Dubuque itu, seperti selalu kurang puas dengan apa yang ia hasilkan dan mulai mencoba memoles kembali elemen yang sebenarnya hanya memerlukan sebuah finishing touch yang simple. Dari ruang sidang, kisah masa lalu, hingga point utama terkait hubungan ayah dan anak, power dari makna yang mereka hasilkan perlahan memudar karena kesan terlalu manipulatif yang perlahan juga mulai melekat di pandangan penontonnya.


Yap, hubungan ayah dan anak, bagaimana sang anak yang dahulunya selalu dianggap remeh oleh sang ayah kini menjadi satu-satunya sosok yang dapat menyelamatkannya, serta sebuah penggambaran dari cara seorang pria menyampaikan kasih sayang kepada sang anak yang berbeda dari apa yang dilakukan oleh para ibu. Dua point dalam dua arah itu merupakan hal paling penting yang saya rasakan, dan sayangnya mereka tidak tumbuh, kuantitas dan kualitas di awal sama dengan dibagian akhir, dan celakanya mereka diperpanjang dengan penggunaan “magic” yang celakanya tidak bisa menampung banyak hal yang ingin ia sampaikan dengan baik, dengan rapi, dan konsisten menarik. Bukan berarti ini buruk, ada momen dimana karakter dan konflik berhasil menghanyutkan penonton lebih dalam, tapi adapula momen dimana kita hanya menunggu kehadiran kembali momen pertama tadi dengan hal-hal yang tidak sama menariknya.


The Judge mungkin dapat tampil outstanding jika David Dobkin dan timnya mau menurunkan sedikit ambisi mereka, ambisi yang tidak berhasil mereka terjemahkan dengan meyakinkan, tidak berhasil mereka manipulasi dengan manis dan rapi. Alur ceritanya jelas, karakternya kuat, tapi disamping diberikan hal-hal menyenangkan penonton juga diberi situasi canggung yang kerap hambar dan monoton, ada saat-saat kuat dengan dialog dan ketegangan atmosfir yang penuh energi, tapi ada pula dramatisasi lemah yang terasa basi. Ide-ide yang mereka punya terlalu liar disini, seperti ingin memberikan penonton drama dengan rollercoaster emosi, menjaga anak dan ayah itu untuk terus berinteraksi bersama untuk menjaga cerita tetap hidup, tapi hal itu tidak disertai dengan eksekusi yang pas ketika mereka mengurai subplot yang dua karakter itu bawa, menunda kehadiran konklusi dengan hal-hal yang menggerus pesona cerita dan karakter.

Sederhananya The Judge adalah kemasan yang berimbang memang, tapi menilik potensi besar yang ia tetapkan di bagian awal dengan hasil yang ia tampilkan kemudian, jelas ada sebuah rasa kurang puas, sekalipun mengikut sertakan alibi bahwa ini memang film yang sengaja diciptakan sebagai arena show-off bagi para aktornya. Bukan hanya Robert Downey, Jr., tapi ketika film berakhir saya merasa Robert Duvall merupakan salah satu aktor dengan penampilan terkuat tahun ini, intensitas ambiguitas pada apa yang sebenarnya karakternya inginkan berhasil Duvall jaga dengan manis, terkadang saya empati dengan kondisi rentan Joseph Palmer, terkadang pula merasa geram penuh ironi dengan ego yang ia tunjukkan. Ia berhasil, sama halnya dengan chemistry yang ia bentuk bersama RDJ, terasa kuat dan pas.


Overall, The Judge adalah film yang cukup memuaskan. Jika dimulai dari hal negatif, ini adalah film ambisius yang kurang mampu membentuk ambisinya itu kedalam penceritaan yang tidak hanya sesekali menarik, tapi konsisten menarik. Ada momen yang kuat dan powerfull, ada pula momen lemah didalam plot kaku yang tidak mampu diberikan manipulasi yang rapi itu. Drama ruang sidang, drama keluarga yang sentimental, kombinasi keduanya canggung, dari hal sederhana menjadi panjang akibat perputaran yang tidak merata daya tariknya, meskipun uraian opini saya diatas tadi dapat anda kalikan nol dengan sangat mudahnya jika anda sejak awal hingga akhir murni terjebak dengan pesona yang dihasilkan karakter, yang dimainkan dengan sangat baik oleh Robert Duvall, dan tentu saja Robert Downey, Jr.






0 komentar :

Post a Comment