30 April 2014

Movie Review: Enemy (2013)


"Chaos is order yet undeciphered."

Tentu saja ada alasan mengapa kebahagian disebut sebagai salah satu ciptaan Tuhan yang sangat indah, karena untuk menggapainya perlu perjuangan yang sulit, bertarung bersama berbagai masalah yang dihasilkan oleh lingkungan sekitar, namun disisi lain juga harus mampu melakukan kontrol penuh pada diri sendiri. Hal terakhir tadi yang kemudian akan membawa kita kedalam sebuah fantasi penuh misteri dari penggambaran aksi diktator setiap manusia atas jiwa yang mereka punya ini. Enemy, a good combination between tragedy and tricky farce about identity and destiny. Gothca?

Seorang pria (Jake Gyllenhaal) dengan janggut yang tebal suatu ketika berada di sebuah klub erotis yang sedang menggelar pertunjukkan menggunakan wanita telanjang dan juga laba-laba, dan keesokan harinya pria dengan penampilan identik bernama Adam Bell (Jake Gyllenhaal) tampak berada didepan sebuah ruangan kelas sedang memberikan perkuliahan yang membahas sejarah bertemakan diktator. Namun ternyata dibalik penyampaian materi yang penuh rasa percaya diri itu Adam faktanya merupakan seorang pria yang sedang berada dalam tekanan batin.

Adam memiliki sebuah hubungan asmara yang sedang dingin bersama pacarnya, Mary (Mélanie Laurent), ia bahkan menolak rayuan Mary dan lebih memilih menonton sebuah film untuk memenuhi rasa penasarannya atas pernyataan seseorang yang tidak ia kenal. Seorang pria mengatakan bahwa ia pernah melihat Adam dalam sebuah film, dan itu benar. Anthony St. Claire (Jake Gyllenhaal), seorang aktor yang memiliki wajah hingga hal detail lain pada bagian tubuh sama persis dengan apa yang Adam miliki. Namun setelah rasa ingin tahu itu terpenuhi justru hadir rasa waspada diantara mereka, hal yang juga menghampiri wanita hamil bernama Helen St. Claire (Sarah Gadon), istri Anthony.


Terlalu mudah untuk memberikan alasan apa yang menggerakkan hati menyaksikan film dengan nama Denis Villeneuve di bangku sutradara, misteri dan thriller. Incendies merupakan kombinasi dari dua genre tadi yang tampil kuat menggambarkan tragedi hanya dengan pondasi sederhana terkait keluarga, kemudian juga ada Prisoners yang lagi-lagi mengusung tragedi dan dibuka dari sebuah kasus pencurian klasik yang menciptakan perputaran misteri. Enemy juga punya hal tersebut, kali ini Denis Villeneuve kembali mencoba menawarkan tragedy dengan inti yang lebih personal berasal novel berjudul The Double karya José Saramago yang ditulis ulang oleh Javier Gullón kedalam bentuk screenplay.

And to put it simple, I love Enemy’s mystery. Dari sebuah kalimat di bagian awal yang menyatakan bahwa kekacauan ini masih tersusun random dan harus disusun kembali, penonton dibawa bermain-main dengan rasa bingung dalam kisah yang coba menulusuri sebuah isu sederhana terkait kontrol pada pikiran dan jiwa. Yap, kejahatan internal yang hadir dan meledak akibat tekanan dan menghasilkan sebuah undangan bagi bahaya untuk datang menghampiri, konsep sederhana yang diterjemahkan dalam penceritaan yang terus menerus sejak awal hingga akhir coba dikemas agar tampil ramping tanpa tergali lebih dalam oleh Denis Villeneuve. Dan pria ini merupakan salah satu sosok handal dalam hal tersebut.

Ya, kemungkinan besar akan ada mereka yang kesal pada cerita yang dimiliki Enemy, dimana semua seolah dilempar secara bebas tanpa pernah sekalipun lepas dari kesan penuh ambiguitas yang menyelimutinya. Narasi terkesan berputar-putar seolah tanpa memiliki sebuah tujuan yang telah menantinya, mempermainkan bencana terkait isolasi batin yang membuat penontonnya menyerah anda mencoba menelusuri, meneliti, bahkan menyusun berbagai perputaran konflik sederhana yang akan menciptakan kesan sebagai red herring namun anehnya tidak menjengkelkan. Benar, ini menarik, seperti ajakan dari Villeneuve unutk membuat interpretasi sendiri pada misteri yang mencoba memprovokasi dalam pola rumit dan abstrak itu.


Namun tipe film seperti ini sesungguhnya punya sebuah dilema. Ketika anda telah dipermainkan oleh rasa bingung dalam sebuah labirin cerita, kemudian ketika ia selesai langsung keluar tanpa mencoba kembali lagi, apa yang ia berikan akan menjadi petualangan yang impresif. Hal terakhir itu yang mungkin akan sulit untuk bertahan pada mereka yang tidak langsung keluar, mencoba masuk kembali dan menemukan jawaban atas pertanyaan yang tertinggal. Ya sulit, bukan berarti mustahil, namun hal tersebut yang terjadi pada saya ketika telah menemukan jawaban dari misteri yang sayangnya menjadi hal paling indah yang dimiliki film ini. Jawabannya sederhana akan hadir pada percobaan kedua karena harus diakui Villeneuve sangat terampil menempatkan berbagai clue, hal yang sepertinya menjadi fokus utama dan menggerus nilai dari elemen lain.

Sebuah misteri dalam gerak lambat itu mengasyikkan, namun dapat pula tampil menjengkelkan, dan secara mengejutkan Enemy punya kombinasi antara dua hal tersebut. Dinamika ceritanya menarik, terutama pada kemampuan ia membuat penonton terus mengantisipasi apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi dibalik itu ia juga sering jatuh terlalu murung ketika membiarkan penontonnya larut dalam pertanyaan. Aksi mondar-mandir berisikan pertarungan teka-teki dan fantasi ini tidak punya kegelisahan yang mampu menciptakan gelora yang memikat dalam ketenangan. Bahkan ketika mencoba untuk kedua kalinya hal baru yang hadir hanya perspektif pada misteri, karena rasa itu tetap sama, stabil tanpa desakan yang sesungguhnya dapat menciptakan ledakan yang akan melahirkan kesan “wah” pada cerita bahkan pada mereka yang telah menemukan jawabannya.

Sayang memang disebabkan dari awal Villeneuve seolah ingin fokus untuk melindungi misteri yang ia punya, menciptakan limit pada bagian lain, salah satunya pada karakter sehingga terasa cukup sulit untuk ikut bersimpati dengan mereka, dan kinerja para aktor juga lebih banyak menelurkan nilai positif pada misteri. Jake Gyllenhaal berhasil menampilkan kekacauan penuh rasa bingung yang mumpuni, tidak menciptakan kesan kartun pada salah satu dari dua karakternya, terus memelihara misteri lewat tampilan murung dan sedihnya. Sarah Gadon kerap mampu membantu menarik maju plot bersama sisi rapuh miliknya yang kerap memperkeruh rasa ambigu. Yang mengesalkan adalah Melanie Laurent, karakternya seolah hanya menjadi tempelan sebagai pembuka jalan pada misteri tanpa kontribusi yang mumpuni.


Overall, Enemy adalah film yang cukup memuaskan. Memiliki struktur cerita abstrak yang impresif, Denis Villeneuve sekali lagi berhasil mempermainkan pikiran penontonnya lewat studi karakter bersama misteri yang ia bentuk dari sebuah isu sederhana, bertumpu penuh pada topik kontrol lewat pertarungan pikiran melawan iblis yang berasal dari dalam bersama beberapa clue kunci yang tajam. Tapi skenario yang ia ciptakan tipis, dan ia fokus untuk terus menjaga rapat misteri sehingga sedikit melukai salah satu potensi besar lainnya, mindplay penuh rasa bingung namun juga punya kegelisahan yang bergelora dalam gerak tenang. It's not the answer, but imo Adam is Anthony.







6 comments :

  1. Saya suja film ini. Satu hal yg buat saya saya senasaran, saat adam menemukan foto Anthony dan istri di rumah Anthony.. and that was the exact same picture which Adam owns in his house. Let me know if you have your own assumption regarding this..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah saya sudah lupa. Jika ada waktu akan coba di cek kembali. :)

      Delete
  2. Karena mereka orang yang sama. Berbagai petunjuk sudah disebar dari mulai saat istri Anthony bertemu dengan Adam. Termasuk soal foto itu.

    ReplyDelete
  3. saya kok ngantuk berat malah. lamban dan sangat tidak menarik. mungkin sudah terlalu banyak saya lihat film2 pelan seperti ini berputar dan seperti melamun. atau saya saja yang kelelahan sehabis nulis buku tidak kelar2...:}

    ReplyDelete
  4. Maksud dan inti dari film the enemy iki opo ya mas? Bisa kasih tahu saya mas?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Silahkan baca kembali paragraf pertama. :)

      Delete