20 September 2013

Movie Review: The Family (Malavita) (2013)

 

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Hal tersebut tentu saja menarik, namun jika di lihat dari konteks positif. Lantas bagaimana jika sebuah keluarga terdiri dari Ayah yang pernah berurusan dengan mafia, punya istri sesama pembunuh berdarah dingin, yang kemudian turun ke generasi berikutnya pada anak mereka yang tidak pernah merasa takut untuk bermain dengan masalah. The Family (Malavita), predictable, sempit, ringan, unfocus, yang dapat dirangkum dalam sebuah kata, F.

Giovanni Manzoni (Robert De Niro), terpaksa merubah namanya menjadi Fred Blake, setelah bersama dengan istrinya Maggie Blake (Michelle Pfeiffer), dan kedua anak mereka Belle (Dianna Agron) dan Warren (John D'Leo) kembali harus pindah menuju sebuah kota kecil didekat Normandy, Perancis. Hal tersebut mereka lakukan sebagai upaya untuk menyamarkan identitas, jalan satu-satunya untuk menghindar dari ancama Don Luchese (Stan Carp), seorang bos mafia yang kini sedang berada di penjara dan hendak membalaskan dendamnya kepada Gio.

Bahaya tersebut menjadikan keluarga Blake mendapatkan perlindungan dari Cicco (Jimmy Palumbo) dan Caputo (Domenick Lombardozzi), dua agent FBI yang diutus oleh Robert Stansfield (Tommy Lee Jones). Keluarga Blake diminta untuk membaur dengan masyarakat sekitar, namun tidak boleh menarik perhatian yang berlebihan. Sayangnya dua aturan seperti itu yang justru menjadi sebuah kesulitan bagi seorang psycho untuk dapat menjalankannya secara beriringan. Keluarga Blake mulai membuat masalah, yang celakanya mereka atasi dengan “cara” mereka.

Sulit untuk mengatakan bahwa film yang punya dua versi nama rilis ini adalah sebuah sajian yang tidak mampu menghibur. Dia tidak hanya punya satu melainkan empat tokoh psycho, dikurung dalam sebuah kota kecil bersama aturan ketat yang membatasi ruang gerak serta perilaku psikotik mereka, sembari terus waspada dengan kemungkinan terburuk yang datang dari luar namun juga mungkin berasal dari dalam, sebuah kombinasi pondasi cerita yang cukup familiar. Yap, jika berbicara masalah orisinilitas film ini memang sangat miskin, sebut saja warna Goodfellas yang begitu kental, kemudian nafas The Sopranos yang begitu besar dan terasa sangat dominan. Akan tetapi, diluar hal tadi Malavita berhasil memberikan sebuah kejutan.

Ini memang predictable, bagaimanapun rapatnya misteri yang coba ia bangun anda pasti sudah dapat menerka bagaimana ia akan berakhir. Tapi yang menjadi masalah adalah Luc Besson tahu bagaimana membangun materi sempit dan cenderung sedikit dangkal yang ia bentuk bersama Tonino Benacquista dan Michael Caleo itu kedalam sebuah pertunjukan berdurasi hampir dua jam yang jauh dari standard melelahkan. Benar, tidak melelahkan, ini ringan, ini cukup menyenangkan, menyaksikan empat kisah yang dikembangkan secara terbatas (sama terbatasnya dengan pengembangan karakter), masing-masing punya masalah yang harus mereka atasi, Malavita seperti empat serigala berbulu domba yang mengancam ketenangan sebuah hutan, bergerak liar dan terbatas, karena dibalik itu ia juga menjadi target dari seekor Singa.

Apa yang menarik dari The Family (Malavita)? Yang patut menjadi sorotan utama adalah keberhasilan Luc Besson  menciptakan dinamika cerita yang tidak pernah membosankan. Dari beberapa shoot cantik, score yang efektif, mencampur banyak sindiran gelap bersama komedi yang tidak kalah gelapnya, disertai dominasi one-liners yang menarik, The Family (Malavita) selalu mampu berada di jalur positif. Benar, belum lagi jika ikut menghitung besarnya potensi momen LOL dalam film ini, dan anehnya beberapa dari mereka akan menjadikan anda sebagai penonton perlahan mulai terjebak dalam hipnotis Giovanni dengan style yang ia punya tentang bagaimana mudahnya mengungkapkan semua hal hanya dengan menggunakan satu kata, F-word. Benar, ketika irama cerita yang didominasi pergerakan yang lambat itu tiba-tiba berubah dari kondisi mellow menjadi situasi gila secara refleks kata itu ikut pula hadir.

Kelemahan film ini adalah betapa seringnya ia bergerak mondar-mandir akibat dari upaya untuk menjaga agar tiap konflik kecil yang dibawa empat karakter keluarga Blake tidak mati begitu saja. Memang berhasil, kisah Belle dengan guru matematika itu cukup menarik, sistem pergaulan Warren yang dikemas singkat dan cepat juga menarik, serta Maggie dengan konflik batin yang ia bawa juga tidak pudar begitu saja. Namun sayangnya itu ikut berdampak pada kinerja dari elemen terror yang ia suntikkan, seperti tersisih oleh unsur humor, kuantitasnya sudah tepat, namun kualitasnya kurang mumpuni. Ini memang menjadikan permainan empat tokoh dalam sebuah area menjadi menarik, namun tidak mencerminkan tema utama yang ia usung dan menjadikan ancaman dari seorang bos mafia itu tidak terasa seperti materi utama cerita.

Hal tadi juga ikut menodai tujuan utama film ini pada tema keluarga yang ia usung. Ketimbang The Family, mungkin Malavita yang punya arti Badfellas itu lebih cocok untuk film ini. Diawal anda diperlihatkan kondisi buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya, yang kemudian dipecah menjadi empat sub-unit cerita yang berdiri masing-masing. Sayang memang, karena tidak semua komedi yang ia berikan bekerja dengan baik, sehingga ketika beralih kedalam warna drama dan crime kita tidak menemukan daya tarik yang sama besarnya, tampak seperti beban yang justru kebingungan pada cara ia harus berkembang, kerap kali tampak melayang tanpa mampu menunjukkan potensi yang lebih menarik ketimbang menunggu. Diawal ia impresif, begitupula di bagian akhir, namun pertengahan cerita lebih sering kehilangan control akibat berputar pada banyak scene pendek dari empat tokoh.

Dari divisi akting kerja tim Robert De Niro dan Tommy Lee Jones justru yang sering mencuri perhatian. De Niro masih mampu menunjukkan sisi gelap seorang mafia dengan tingkah dingin yang ia punya, dan juga sanggup menjadikan dongeng yang ia bangun tetap menarik. Yang mengejutkan adalah bagaimana Dianna Agron dan John D'Leo kerap kali mencuri momen lewat permasalahan yang mereka miliki. Performa terbaik menjadi milik Michelle Pfeiffer, mampu memperlihatkan bagaimana tokoh yang ia punya menjadi titik central yang menjaga keutuhan keluarga, kuat dan berani.


Overall, The Family (Malavita) adalah film yang cukup memuaskan. Malavita tentu saja bukan sebuah kemasan yang dibentuk untuk menjadi hiburan yang megah, dan mungkin akan mengecewakan bagi mereka yang mencari hal tersebut dari film ini. Dibalik wajah mafia serius dan kelas berat yang ia ciptakan sejak awal, Malavita justru menyajikan sebuah petualangan sempit yang ringan, tetap mampu menghibur dan menjaga ritme cerita meskipun ia terlalu sering bermain-main dengan konflik pendukung ketimbang fokus pada konflik utama. Cukup menyenangkan.



4 comments :

  1. I think the mafia environment it’s just a pretext to show us how a family sticks together no matter what in the worst moments. Of course, just don’t be too serious ;o)
    https://www.youtube.com/watch?v=sJmzHFPmvWA

    ReplyDelete